Lebaran Tiba Lebaran Tiba Lebaran
Ini adalah cerita tentang perayaan lebaran Idul Adha saya kemarin, 22 Agustus 2018 atau bertepatan dengan 10 Zulhijjah 1349H. Setiap lebaran tentu punya cerita sendiri. Demikian halnya dengan lebaran Idul Adha saya kali ini. Kami menyebut lebaran Idul Adha dengan Lebaran Haji.
Bagi sebagian daerah, Idul Adha atau lebaran haji tidak kalah meriah dengan hari raya Idul Fitri. Demikian halnya dengan di Banda Aceh, lebaran haji di sini sangat meriah. Ini adalah lebaran haji saya yang ke 3 di Aceh, tapi kali pertama dengan status sebagai Suami. Sayangnya lebaran haji perdana ini tidak saya rayakan dengan istri berlebaran di rumah orang tuanya. Rencana sih berdua, tapi biasalah.... ada aja kendala. Alasan kali ini ada kesibukan yang ga bisa di tinggalkan. Halah... hehe.
Sebenarmya merayakan dengan istri juga, karena istri berangkat pas hari raya flight jam 10 pagi. Alhasil pagi-pagi saya antar istri dulu ke bandara Sultan Iskandar Muda sebelum saya shalat Idul Adha. Beruntung kala itu tidak turun hujan, karena sejak semalam hujan seharian sampai rumah saya banjir. Saya sempat khawatir kehujanan karena saya pakai sepeda motor. Lalu setelah saya di rumah hujan kembali derasss.. Ah rezeki.
Berburu Lontong
Sejak saya lajang sampai sekarang, tetangga depan rumah ini lah yang selalu berbaik hati. Saya selalu di undang makan lontong saat lebaran. Itulah sebabnya saya bilang ke istri saya untuk tidak khawatir dengan makan saya selama dia mudik, insyaAllah aman ada ibu depan rumah hahaha.. keyakinan + ngarep, tapi jadi kenyataan.
"Ucok... Sini cepat, di tunggu bapak makan. Ayok lahh.. !!!" demikianlah suara ibu depan rumah memangil. Meski sebenarnya saya menunggu panggilan tersebut, saya agak gengsi juga jika langsung datang. Jadi saya bilang "Iya bu, sebentar yaaa.. Ucok benahi rumah dulu". Haha
Alhamdulillah satu piring lontong yang saya ambil secara prasmanan sehingga susunannya bisa saya atur rapih. Lontong ini khas Aceh, dengan tambahan mie lidi, tauco, sambal udang dan rendang, lalu ditaburi kacang dan kerupuk. Bukan karena lapar yaaa... tapi memang sedap :)
Karena kekenyangan plus hujan akhirnya saya tumbang tertidur pulas. Saya terbangun lagi menjelang sore dan entah kenapa lapar langsung melanda, padahal saya tidur tadi karena kekenyangan. Pertanda apakah ini? Saya hubungi beberapa kawan menanyakan apakah di rumahnya menyediakan lontong jika saya kunjungi? Beberapa kawan bilang ada, meski ada juga saya yang ga yakin ada tapi di bilang ada hehe. Setelah saya analisa, saya putuskan untuk bertandang (dibaca : makan lontong) di rumah Akmal. Selain dekat rumah, kabarnya masakan nyokapnya enak... Cihuy!!
Karena sudah saya tanya sebelumnya, setibanya saya di rumah akmal saya langsung di buatkan lontong. Saya duduk manis saja di ruang tamu lalu sepiring lontong pun tiba lontong Medan mannn... :) meski di ambilkan, porsinya tetap banyak kok.
Mission complete :)
Setelah ngobrol berbasa-basi saya pamit dan ikut menemani akmal antri daging kurban. Kami memang satu kawasan beda komplek.
Kurban Komplek Darul Imarah
Saya, akmal dan dua sahabat saya yaitu Yaser dan Nazrain pargi ke masjid, disanalah pemotongan hewan kurban dan pembagiannya di laksanakan. Di komplek kami ini kurban cukup meriah, bayangkan saja ada 21 ekor Sapi di sembelih, belum lagi kambing.
Semua keluarga kebagian daging kurban, setidaknya 1 tumpuk per keluarga. Bagi yang berkurban tentu jatahnya lebih banyak. Di sini pembagiannya sudah tertib. Salut juga buat panitia, acara kurban berjalan sangat tertib. Kami datang dan menunjukkan kupon dan langsung di beri jatah daging kurban.
Ngopi Time
Ga terasa senja berganti malam, hujan masih turun konsisten sejak kemarin. Tapi, dari pada bengong di rumah, kami putuskan untuk pergi ngopi, kami pun diskusi kedai kopi mana yang akan kami kunjungi. Suasana lebaran ini kedai kopi masih pada tutup. Dapatlah kedai kopi yang buka sejak siang tadi, yaitu Moorden Coffee. Cusss... kita kesana.
Warkop ini belum lama buka, tapi sejak buka hingga sekarang selalu ramai. Tambah lagi suasana lebaran warkop lainnya tutup jadi pengunjungpun membludak. Menu yang jadi andalan dan malam itu saya pesan adalah Nira Kopi Dingin. Kalian sudah pernah coba belum? Bagi anak gaul di Aceh sih sudah tidak asing lagi.
Kalau sudah duduk di warkop, banyak saja yang kenal. Bisa jadi satu meja, atau berhai-hai karena beda meja. Pastinya 3- 5 jam tak akan terasa. Bahasan pun entah apa-apa, dari yang serius sampai yang lucu, di selingi sikap autis main henpon.
Begitulah cerita saya di hari raya Idul Adha. Aktifitas saya pagi hari hingga malam hari. Bagi yang membaca, mungkin ada yang berfikir aktifitasnya banyak unfaedah, tapi ini masalah budaya, pertemanan dan mencari bahagia. Setiap orang tentu berbeda dalam berteman, berbahagia dan manjalani hidup. Saya menjalaninya dengan sederhana dan tentunya berharap akan lebih baik ke depannya.
Yang pasti saya berusaha selalu bersyukur. Dari hari raya kurban kita bisa belajar untuk lebih peduli dengan sesama dan lebih mencintai sang Khalik.
"Lasaklah ... Sebanyak, Sebisa dan Sejauh Mungkin, Karena Hidup Bukan Diam di Satu Tempat"
Kaki Lasak : The Story of my Travel, Photo & Food
Follow Me :
Facebook Husaini Sani
Instagram kaki lasak ucok silampung
Whatsapp +6282166076131
Steemit @kakilasak
![](https://images.hive.blog/768x0/https://cdn.steemitimages.com/DQmQwSQ72KZpjBr2dB6wjDrNpFR4eSQQnzEHL1ep3J2sYP8/IMG-20180527-WA0025.jpg)
![](https://images.hive.blog/768x0/https://steemitimages.com/DQmTpuTNM1u6wgsBA6rYhZFYJtP5GeHLD3XSN7YkbtzWxma/IMG-20180124-WA0030.jpg)