Kapan Wasit-Wasit Internasional dari Aceh Lahir?

in #steempress6 years ago


SUATU hari pada awal Maret 1992, Joharuddin, terpacak di pinggir lapangan Stadion H Dimurthala. Dia mantan pemain Persiraja Banda Aceh. Bersama rekan-rekannya, ia sukses memboyong klub tersebut menjuarai Kompetisi PSSI pada era 80-an.

Menjelang senja hari itu, Johar ditemani seorang pria muda yang berdiri terpaku di sampingnya. Saat itu dia sedang melatih klub berjuluk Laskar Rencong. Klub yang dibesarkannya tanpa embel-embel politis.

Kala itu, dia memang begitu akrab dengan kiper muda yang bermain di level klub sekolahnya. Tapi sayang, kiprah sang pemain tak memuaskan. "Kalau pilihan kamu menjadi kiper, karirmu hanya sampai ke Langsa saja," tukas Joharuddin kepada pria disampingnya.

Suasana hening. Tapi, kalimat itu merasuk begitu tajam ke pikiran lelaki lelaki kurus yang sejak tadi masih betah menemani Johar. Tanpa pikir panjang, pria muda ini langsung mengambil keputusan; gantung sarung tangan.

Ketika itu, Johar aktif di Podiraja, klub milik Pemko Banda Aceh. Sejak saat itu, Johar mendorong pria tadi untuk menjadi pengadil di lapangan alias wasit. "Kamu tak usah pikirkan yang lain, mulai sekarang kamu belajar menjadi wasit saja," perintahnya.

Meski itu bukan cita-citanya, lekali muda ini menjalani saja petuah sang panutan. Apalagi yang menganjurkannya mantan pemain senior Persiraja. Belasan tahun kemudian, pria ini memang menjadi wasit. Bukan wasit di Langsa, tapi wasit level Asia Tenggara.

Wasit itu terlahir dengan nama Suaidi Yunus. Ia kelahiran 14 Juli 1971 di Lambaro, Aceh Besar. Suaidi anak keempat dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan Muhammad Yunus dengan Halimatushadis.


Suaidi Yunus, paling tengan (01) diapit rekan seprofesi | Sumber Foto-foto Facebook

Selepas wejangan Johar, Suadi memulainya dengan menjadi wasit tarkam. Dari level C3, dia menjadi wasit di Persiraja. Dua tahun kemudian, tepatnya 1994, dia menjadi wasit di Sigli dalam kompetisi yang digelar PSSI. "Itu sudah untuk jenjang Aceh," tukas dia kepada saya beberapa waktu lalu.

Setahun kemudian, dia memegang level nasional. Level C1 ia dapat pada 1995. Tujuh tahun di nasional, lalu pada 2002 dia mendapat kepercayaan dari AFF. Kinerjanya di lapangan memuaskan petinggi badan sepakbola Asia ini.

Kemudian pada 2005 hingga sekarang 2011, dia selalu menjadi langganan AFC (Asian Football Confederation) untuk memimpin laga-laga internasional. AFC kembali menunjuk dia sebagai perangkat pertandingan di SEA Games 2011 ini. "Ini untuk kedua kali saya dipercaya AFC."

Sebelumnya pada 2007 sambung dia, juga dipercaya menjadi salah satu asisten wasit. "Kalau tak salah saya laga Thailand lawan Singapura," ujar dia.

Bukan hanya di level SEA Games, pada Suzuki Cup 2010, dia juga menjadi Asisten Wasit di Pool B di Vietnam. Lalu, pernah juga menjadi perangkat pertandingan pada ajang Asia Youth Games di Singapura.

Yang membanggakan, dia satu-satunya asisten wasit dari Indonesia yang dipakai AFC untuk tampil di SEA Games 2011. "Tentu bangga bisa membawa harum nama daerah di level ASEAN," ungkap ayah dua putra ini.

Apalagi, sebelum ditunjukkan menjadi Asisten Wasit, dia harus 'mengkartumerahkan' saingannya. Ada 12 orang dengan rincian lima wasit dan tujuh asisten wasit yang diseleksi AFC. Dari jumlah tersebut hanya dua yang lolos yakni Jimmy Napitupulu (wasit) dan Suaidi Yunus (asisten wasit).

Karena peran itulah, lantas dia dijuluki 'specialis asisten' oleh rekan-rekannya. Suadi sendiri tak menjadikan sebagai sebuah lelucon atau kemunduran. "Sebab, sejak awal memang saya selalu diminta menjadi asisten wasit," pungkasnya.

Terus menjadi asisten, bukan berarti Suaidi Yunus tak pernah menjadi wasit. Di level Liga Super Indonesia musim lalu, dia juga pernah turun ke tengah lapangan. "Banyak suka duka kalau memimpin kompetisi dalam negeri," katanya.

Suka duka, menurut Suaidi tak jauh dari teror penonton, manajer tim dan sebagainya. Tapi, itu sudah menjadi rahasia umum, sehingga dia menjalaninya sebaik mungkin.

Berbeda kala terjun memimpin laga internasional yang nyaris adem tanpa teror dari berbagai unsur, termasuk pemain sendiri. Untuk level ini, Suaidi menamsilkan seumpama memimpin kompetisi U-15 di dalam negeri.

Kini kiprahnya sebagai pengadil di lapangan sampai mancanegara. Jauh sebelum itu, dia juga nyaris menjadi teungku. Sebab, selepas SMP pada 1987, dia sempat meudagang (nyantri) ke pesantren Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah (Budi) Lamno.

Sejak menjalani pendidikan dari sekolah dasar hingga SMP, dia tak pernah bercita-cita menjadi pengadil di lapangan hijau. Dua tahun menuntut ilmu di Budi Lamno , Suadi muda juga sempat mengeyam pendidikan di SMU Lamno.

Namun hanya satu semester saja di daerah yang terkenal dengan gadis mata biru itu. Lalu, dia menyelesaikan sekolah di SMA 5 Banda Aceh. Sepanjang karirnya, suami Ermiza A Gani, mengaku tak pernah menghadap Komisi Disiplin PSSI.

Ayah dari Al Hakan Jazuli dan Achmad Atha Zayyan juga empat kali menjadi wasit terbaik Aceh versi Dispora Aceh. Kini dia pegawai biasa di SKB Kota Sabang salah satu UPTD yang berada di bawah Dinas Pendidikan setempat.

Kini, setelah banting karir ke wasit, Suaidi Yunus bisa keliling kota-kota besar Asia, jauh meninggalkan kota kecil Langsa. Apalagi jika masih berkutat di bawah mistar, pasti karirnya hanya sampai Langsa, seperti dituturkan tokoh panutannya.

Memang, terakhir, karirnya menjulang. Ini sebuah impian yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun, kita juga patut menyesalkan, hingga kini belum "lahir" Suadi-Suadi yang siap berkiprah di level internasional.

Memang ada Paulur Rossi dan Khalid Almaksud, Syamsuddin Mahmud dan Khalidin yang memabwa nama Aceh di tingkat nasional. Tapi, untuk menuju level di atasnya yakni AFC tentu butuh proses dan sokongan dari lembaga terbaik. Supaya Aceh tetap berkibar di kancah perwasitan nasional dan setingkat di atasnya. Pajan? [file]


Posted from my blog with SteemPress : http://pedagangkata.com/2018/08/24/kapan-wasit-wasit-internasional-dari-aceh-lahir/