Sumber
“Susah kalilah, ayah dan mamakku masih suka minta aku jadi pegawai atau karyawan swasta. Apa mereka nggak tahu kalau sekarang nyari kerja susah? Walaupun freelance kan kita tetap berduit, bang?”
Ungkapan seperti ini, bukan sekali dua saya mendengarnya. Bahkan tak jarang ada yang sampai menuliskannya di timeline sosial media mereka. Jika berbicara hal ini di beberapa tahun belakang dulu, saya mungkin akan setuju. Jika orang kita (yang di Aceh pada umumnya) masih berpikir jika pekerjaan yang baik adalah menjadi pegawai atau karyawan.
Pertanyaan saya, sekarang adalah; apa itu salah? Apakah wajar jika orang tua selalu menginginkan hal yang terbaik untuk anak-anaknya?
Suatu ketika, jauh sebelum tsunami datang menyapa kota Banda Aceh, seorang sahabat geram melihat saya berbicara seenak jidat mengenai orang tua saya. Malam semakin larut, kunang-kunang sedang mencari pasangan.
“Yud, selalu bilang orangtuamu nggak pernah mengerti dirimu! Emangnya sudah berapa lama kamu berusaha mengerti orangtuamu? Jangan hanya bisa menuntut untuk dimengerti oleh orangtua. Tapi pernah nggak kamu mengerti perasaan orangtuamu?”
Ini kalimat bikin adegan menjadi benar-benar seperti dalam cerita majalah Hidayah. Seorang anak tersedak kangkung karena tidak mau mengerti orangtuanya.
Mungkin orang tua kita memang kolot, ketinggalan jaman, tidak mengerti aktualisasi anak, tak paham bagaimana ilmu parenting, tapi Satu Hal!
Dia berusaha mati2an mencari nafkah untuk dirimu semenjak engkau masih dalam kandungan ibumu!
Dia mati2an berusaha mengerti setiap tarikan "aduh" istrinya. dia lintang pukang berusaha memahami arti tangismu saban malam.
Pertanyaannya kini, seberapa besar pengertianmu kepada dirinya? bila dibandingkan pengertiannya kepadamu?
Berapa banyak nafkah yang telah engkau kembalikan hingga engkau berhak mengatakan kalau dia orangtua yang Gagal?!
Kala sudah menjadi ayah. kala harus berjibaku mencari rezeki. kala harus mengemis vote pada kalian semua yang membaca ini. kala harus pura pura tersenyum di depan dua anak gadis kecil, padahal hati menangis pilu.
saya akhirnya paham mengapa ayah harus rela memakai handuk yang lebih cocok jadi kain keset hanya demi handuk mewah untuk anaknya.
Saya akhirnya paham mengapa ayah lebih senang membawa pulang nasi kotak yg didapatnya di kantor untuk anak2nya. Padahal ia sendiri belum makan. Ternyata beliau saat itu belum mampu membelikannya untuk saya dan adik2.
Kawan, mereka adalah orangtuamu. Milikmu yang nyata dan utuh. Tak usah kau sandingkan mereka dengan ayah temanmu. Karena engkau bukan anak dari orangtua temanmu.
Percayalah, datang dan peluk mereka, sebelum semuanya terlambat. Dan gantilah handuknya yang telah koyak itu dengan handuk baru!
anak selalu ingin dimengerti, padahal orang tua telah berkorban banyak untuk memahami anaknya, anak merasa orang tua membuatnya repot, padahal dialah yang butuh orang tua...
iya Ihan, disatu sisi saya sedih melihat apa yang terjadi hari ini. kids jaman now agak sedikit susah meluangkan waktu untuk bersama orang tuanya. padahal, ketika semuanya sudah kembali ke Sang Maha, mulailah ia bingung..
mamen, baca ini gue jadi inget ortu loe. gmn kabarnya?
gue gerak terbatas bgt jadi blom blom sempet2 jenguk