Semangat Merdeka dan Revolusi [4]

in #indonesia7 years ago (edited)

Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang direncanakan untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat, tingkah laku penerima sesuai dengan pola yang diinginkan oleh propagandis . Pada bagian inilah peran surat kabar atau media massa mendukung kemerdekaan Indonesia.


Foto latar Putih.jpg
Isu-isu politik menjadi perhatian serius dari Harian Semangat Merdeka. Hal ini bisa dilihat pada edisi 17 November 1945. Patut dicatat, harian ini merupakan koran terbesar di Aceh saat itu.

Pada edisi tersebut, mereka menurunkan laporan tentang upaya pemimpin organisasi paramiliter Pemuda Republik Indonesia (PRI) dalam menyebarluaskan pengaruhnya baik untuk masyarakat Aceh maupun untuk pendatang.

Pada edisi ini, mereka juga memuat tentang keikutserataan ulama seperti Tengku Jafar Sidik Lamjabat, Tengku Muhammad Daud Beureueh, Tengku Haji Hasballah Indrapuri, dan Tengku Haji Hasan Krueng Kale, terhadap upaya memperhatankan kemerdekaan. Bahkan, sejumlah ulama kharismatik Aceh itu ikut terlibat langsung dalam pembentukan pengurus cabang atau ranting PRI di sejumlah desa dalam Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie .

Hubungan sosiologis antara masyarakat Aceh dan kaum ulama merupakan hubungan yang tak bisa dipisahkan. Hubungan ini dapat ditamsilkan bagai dua keping mata uang yang saling bertautan.

Untuk itu, ketika Harian Semangat Merdeka menulis laporan keterlibatan aktif ulama dalam gerakan PRI, menumbuhkan rasa percaya (trust) masyarakat pada gerakan pemuda untuk mendukung dan mempertahankan kemerdekaan.

Propaganda yang sama terlihat pada 24 November 1945 saat Semangat Merdeka menurunkan berita utama dengan judul “Hukum Perang Sabil Pada Masa Sekarang Ini Adalah Fardu Ain, bukan Fardu Kifaayah Lagi”.

Judul itu dicetak besar dan tebal hampir seperempat halaman media tersebut. Narasumber yang dikutip yaitu salah seorang ulama kharismatik Aceh, Tgk HM Hasan Krueng Kale dari Kabupaten Aceh Besar.

Bahkan, pernyataan itu disampaikan di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Tentu, pemilihan tempat ini menjadi sangat spesial mengingat masjid itu memiliki nilai historis yang kokoh dalam menumbangkan penjajahan Belanda. Hal itu disampaikan di depan sejumlah ulama kharismatik lainnya saat rapat pembentukan Barisan Hisbullah Aceh.

BACA JUGA

Susanto Sastropoetro, Propaganda : Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa. Penerbit Alumni, Bandung, 1991. Hal 34.

Sort:  

Sangat menarik untuk dibaca bg @masriadi
Salam kenal.

slam kenal ya

Salam kenal jg bg @masriadi

terimakasih untuk tulisan nya pak dimas, menarik

yup heru, sudah balik ke kampung halaman kah?

sangat menarik sekali bg @masriadi, mungkin postingan saya juga ada kaitannya dengan semangat perjuangan kemerdekaan, namun hal ini semangat kemerdekaan Aceh waktu lalu, hingga menyimpan banyak pilu berdarah masa lalu. https://steemit.com/life/@irvanni13/gross-violation-of-human-rights-19-years-of-arakundo-tragedy

terima kasih ya