Sebagai teman yang mengawani bahkan hingga pengurusan berkas yudisiumnya kala itu, tentu saja saya turut senang dengan kabar tersebut. Pria yang dua tahun lebih tua dari saya itu lantas memintai saya mencarikan nama untuk anaknya.
Tak perlu berpikir panjang, saya menyarankan, ia boleh memberikan nama apapun untuk anaknya asal ada "Muhammad" di dalamnya. Dia menyetujui saran saya tanpa berdebat terlebih dulu. Biasanya dia suka mendebat, bahkan untuk hal-hal tak penting seperti enakan bakwan atau risol.
Selang satu hari, seorang teman yang lain justru meninggal dunia setelah berjuang melawan sakit yang dideritanya selama dua tahun belakangan. Saya mengenalnya saat sama-sama berburu beasiswa dua tahun lalu.
Almarhumah, yang biasa disapa Tia itu, cukup pintar menyembunyikan sakit. Persis sepintar ia menangkap semua isi dari bacaan yang ia baca. Selain pintar, ia juga cekatan dan tak pelit berbagi ilmu.
Kemarin, dia menyerah dengan penyakitnya setelah berjuang sehormatnya. Semua orang terdekat sangat sedih dengan kepergiannya. Mengutip Vincent van Gogh, barangkali, kesedihan atas kepergiannya termasuk jenis“kesedihan yang akan bertahan selamanya.”
Dari kedua peristiwa yang selalu menjadi rahasia untuk manusia itu, saya menyimpulkan satu hal, bahwa, tak ada yang bisa dilakukan oleh manusia untuk menyambut kegembiraan sebuah kelahiran atau menahan sedih atas datangnya kematian selain menggelar doa-doa baik.
Tentu saja siapapun boleh setuju atau menolak nalar itu. Tetapi, saya menyakininya demikian...
Regards
Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq