VAR boleh jadi merupakan awal dari klimaks bagaimana interaksi sepakbola dengan teknologi. Kehadirannya bermata dua; menguntungkan juga merugikan. Menguntungkan untuk meminimalisir kesilapan wasit, sehingga kejadian seperti teranulirnya gol Lampard di pildun yang lalu tidak terulang. Tentu beda gengsi dan maruah antara liga (club') dan Pildun (negara). Hanya saja, paradoks terbesar VAR terletak di ketidaktegasan aturan, apakah sebuah tim boleh meminta berapa kali VAR dan wajib dipenuhi (layaknya tenis dan badminton), atau tergantung insting wasit, kalau wasit mau ya silahkan, kalau tidak ya terserah. Pada titik ini, kebingungan itu hadir. Atau, sangat bisa, pengetahuan saya tentang VAR sangat minim. Untuk itu, boleh diluruskan bila saya keliru. @ayijufridar.
You are viewing a single comment's thread from: