BUDIDAYA UDANG VANAMEI (L. Vanamei) BERKELANJUTAN DAN MENGUNTUNGKAN

Sektor perikanan Aceh sangat potensial, Aceh memiliki garis pantai 2.666,3 Km dengan luas lahan yang siap untuk dijadikan tambak 50.691,70 Ha. Namun dari potensi tersebut Aceh hanya menghasilkan 0,74 ton/Ha dalam setahun. Hal ini menjadi kerugian terbesar perikanan Aceh dan menjadi PR bagi pemerintah Aceh untuk meningkatkan produktivitas perikanan Aceh.

Pada tahun 2014-2015 puncak kejayaan udang vanamei bagi pembudidaya di Aceh. Para pelaku budidaya berkembang begitu pesat untuk membudidaya vanamei. Namun dipuncak kejayaannya pembudidaya vanamei mengalami kendala yang sangat serius yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa seperti WSSV, IMNV dan WFD. Penyakit-penyakit ini di sebabkan oleh 3 faktor,yaitu :

Tambak yang digunakan bekas tambak budidaya komoditas lain seperti udang windu.
Kanal air masuk (inlet) dan kanal air keluar (outlet) dijadikan satu atau budidaya masih tradisional.
Pengetahuan dibidang budidaya vanamei sangat minim.

Seperti yang kita ketahui sekarang ini, tekhnologi berkembang begitu pesat di berbagai bidang, begitu-pula dengan tekhnologi dan pengetahuan di bidang budidaya vanamei. Dulu para pembudidaya hanya mengandalkan tanah sebagai wadah budidaya, namun sekarang para pembudidaya telah beralih ke HDPE (High Density Polyethilen) yaitu polietilena termoplastik yang terbuat dari dari minyak bumi yang sangat tahan akan perubahan iklim. Kelebihan menggunakan HDPE sebagai wadah budidaya adalah sebagai berikut :

Tahan dalam jangka waktu lama (2-3 tahun).
Cocok untuk semua jenis tanah.
Produktivitas tinggi, karena diterapkan pada budidaya intensif.
Pertumbuhan cepat dan FCR rendah.
Cost produksi per-kg rendah.
Profitnya tinggi.

Dalam budidaya udang vanamei, yang pertama dilakukan adalah persiapan kolam. Kolam yang digunakan sebagai wadah budidaya harus memiliki kontruksi yang kuat. Oleh karena itu, penggunaan HDPE sangat disarankan. Tidak hanya kontruksinya saja yang harus diperhatikan ada tahap persiapan kolam, sarana dan prasaran juga harus diperhatikan. Dalam pembuatan kolam budidaya harus ada sumber ait yang dekat, kolam tandon, kolam pembesaran (pemeliharaan) kanal air masuk dan air keluar (inlet dan outlet), kolam treatment pembuangan dan lain-lainnya.

Setelah persiapan kolam selesai langkah selanjutnya ialah pemilihan benur, dalam pemilihan benur asal-usul benur harus diketahui. Sebelum ditebarkan, benur harus diaklimatisasi yerlebih dahulu sebagai syarat agar benur dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya supaya tidak stres. Setelah penebaran benur, hal yang perlu diperhatikan adalah pakan.

Dalam budidaya vanamei, Manajemen pemberian pakan harus dihitung secara detail, karena kelebihan dan kekurangan saat pemberian pakan akan memberi efek negatif pada udang itu sendiri. Untuk mengetahui konsumsi pakan udang, metode pengontrolan pakan dilakukan dengan bantuan anco.

Manajemen kualitas air juga hal yang sakral untuk dikontrol setiap hari. Air merupakan media hidup udang. Bagaimana udang akan mengalami pertumbuhan dengan cepat bila media hidupnya buruk. Pengontrolan air dilakukan 2 kali/hari. Parameter yang diukur adalah suhu, salinitas, pH, DO dan kecerahan.

Setelah semua tahap-tahapan dilakukan, udang biasanya akan berukuran 100-60 ekor/kg pada masa pemeliharaan 110 hari. Setelah masa pembesaran, hal selanjutnya dilakukan adalah pemanenan. Pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu panen parsial dan panen total. Panen parsial merupakan panen yang dilakukan secara bertahap dimana udang akan dipanen sebagian, sedangkan panen total adalah proses panen yang dilakukan sekligus.

Dengan memanfaatkan potensi yang ada, Indonesia pada tahun 2017 ini menempati posisi kedua setelah India dalam sektor Ekspor udang Vanamei ke Amerika dan negara-negara lain. Produksi akan terus meningkat bila memenuhi standart opertion process (SOP). dengan ada nya SOP maka para pembudidaya akan menggunakan sarana dan pra sarana yang layak, sehingga hasil produksinya terus meningkat.