Sebagai mahasiswi baru, ingin rasanya mencicipi berbagai kegiatan baru, organisasi baru, bahkan ikut lomba jenis baru. Jika biasanya hanya menulis berita sejak menjadi pers sekolah di SMA, maka kali ini saya tertantang untuk menulis Karya Tulis Ilmiah yang akan diikutkan pada even Tarbiyah Fair 4.
Saya mendapat ide dari teman bernama Muhammad Farhan untuk meneliti tentang Rumah Tiram Aceh. Kami fokus pada segi sosial pengaruhnya. Saya setuju dan bersemangat untuk segera bertindak. Wiih hihi..
Setelah mendaftar, segera menemui narasumber pertama. Yup, metode yang kami gunakan adalah wawancara dan observasi.
Pak Ichsan Rusydi selaku pengembang Teknologi Rumah Tiram sekaligus dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Unsyiah menerima dengan penuh antusias. Setengah jam mengobrol, nyaris lengkap informasi yang kami dapatkan. Beliau mengatakan banyak hasil yang bisa dirasakan masyarakat Tibang dengan penerapan teknologi ini.
Demi keakuratan informasi, kami segera turun ke lokasi pembudidayaan. Setelah mewawancarai 3 nelayan Desa Tibang dan 3 nelayan Desa Alue Naga, kami segera menuju waduk dan melihat keadaan tiram secara langsung.
Rumah Tiram terbuat dari pipa dan ban bekas. Penerapan Teknologi Rumah Tiram sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Ichsan Rusydi bersama mahasiswanya mengembangkan teknologi ini dengan target meningkatkan kualitas dan kuantitas tiram sebagai upaya konservasi lingkungan sekaligus menyejahterakan masyarat nelayan pencari tiram.
Sebagian nelayan Desa Tibang dan Desa Alue Naga merasa senang dengan kehadiran teknologi rumah tiram. Mereka sangat tertolong karena hasil tiram yang didapat lebih besar dan jumlahnya lebih banyak. Kandungan logam berat yang terdapat didalam tiram cenderung menurun karena penangkaran tiram yang dilakukan di permukaan waduk.
Sebagian nelayan lainnya mengaku lebih senang menggunakan cara tradisional menggunakan bambu. Walaupun bambu tidak tahan lama seperti pipa, tiram mau melekat pada bambu berulang kali. Ukuran tiram yang dihasilkan tidak besar dan jumlahnya tidak banyak, namun cara ini lebih menguntungkan. Masyarakat nelayan juga lebih senang berendam daripada menggunakan sampan untuk memanen tiram di Desa Tibang, sedangkan di Desa Alue Naga belum tersedia sampan.
Berdasarkan penelitian dengan metode wawancara dan observasi, manfaat rumah tiram kurang signifikan pengaruhnya terhadap konservasi lingkungan dan kesejahteraan penduduk. Rumah tiram yang terbuat dari pipa dan ban bekas hanya bisa digunakan sekali pakai karena tiram yang tidak mau menempel untuk kedua kalinya. Penduduk hanya meraih keuntungan besar sekali saja, setelahnya tetap seperti biasa, bahkan cenderung menurun.
Alhamdulillah, saya mendapat juara 2 pada kompetisi kali ini. Padahal ini perdana. Saya akan mencoba ikut even LKTI berlevel lebih tinggi. Do'akan ya teman-teman steemian, semoga karya saya bisa tembus nasional bahkan internasional.
Lagak tulisan,, sering2 yaa
Thanks bang Hayat. Pelan-pelan dulu, idenya masih iya-iya gak-gak ni. 😂 Insyaallah coba nulis tiap hari.
Congratulations @cutdellrazaaqna! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
You got a First Reply
You made your First Vote
Award for the number of comments
Award for the number of upvotes received
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Potensi tiram di Aceh baik sekali sebagai sumber pangan bergizi dan menggerakkan perekonomian masyarakat pesisir.
Benar sekali. Namun pembudidayaan tiram di Aceh belum begitu baik. Sehingga diterapkan teknologi rumah tiram seperti di atas. Katanya sudah ada peningkatan. Sayangnya, setelah kami teliti, teknologi itu masih perlu perbaikan.