Akuntan Masuk Gampong, Mengapa Tidak?
(Untuk Pembukuan dan Tertib Administrasi Dana Desa)
Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani
Pemerintah telah menetapkan lahirnya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dimana setiap desa mendapatkan dana segar sebesar Rp. 1,4 Milyar. Dana tersebut akan dibayarkan secara bertahap, dan tahap pertama pembayaran dimulai bulan April 2015. Yang masih menjadi kendala hingga kini pemerintah belum mengeluarkan peraturan pemerintah yang mengatur pengelolahan keuangan desa. Padahal dana tersebut akan diaudit langsung oleh BPK, jika tidak hati-hati dana desa justru menjadi bumerang yang mengirim banyak aparat desa masuk penjara.
Terkait hal ini headline harian serambi Indonesia, (8/8/2017) menurunkan berita Saber Pungli Ikut Awasi Dana Desa. Dimana sudah ditetapkan 83 tersangka dengan berbagai kasus dengan nilai barang bukti Rp 796 juta. Rata-rata penyimpangan dana desa karena tidak transparan dan tidak tertib administrasi. Penggunaan dana desa seharusnya terbuka agar masyarakat umum mengetahui realisasi anggaran yang telah dikucurkan dan sasarannya.
Jumlahnya dana desa semakin besar digelontorkan, tentu membutuhkan tenaga yang ahli dalam mengelola dana tersebut agar tujuan penggunaan dana tersebut yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Bahwa mahasiswa jurusan akuntansi setelah lulus jangan lagi berorientasi untuk bekerja di kota (bekerja di perusahaan) akan tetapi sudah saatnya untuk mengabdikan ilmunya di desa nantinya praktik akuntansi keuangan desa berupa penggunaan aplikasi Siskeudes. Tidak tertutup kemungkinan ada program Akuntan Masuk Desa.
Untuk memanfaatkan aplikasi SIMDA atau Siskeudes sebagai sarana pelatihan dan aplikasi SIMDA Keuangan sudah terintegrasi dengan bank daerah, e-audit, DJP, Taspen, DJPK (SIKD/komandan) dan Sirup LKPP. Pemerintah tentu mengharapkan agar tidak hanya kepada mahasiswa akan tetapi para dosen dan pegawai negeri sipil yang berlatar belakang akuntansi juga diberikan pembekalan terkait teori dan praktik akuntansi keuangan daerah dan desa.
Dalam penyusunan laporan keuangan desa berpedoman pada standar akuntansi yang berlaku. Minimnya pengetahuan akuntansi aparat desa akan menyulitkan penyusuan pelaporan keuangan desa. Selama ini pencatatan keuangan desa memakai sistem single entry, sedangkan akuntansi modern mengenal sistem yang namanya double entry atau debit dan kredit. Untuk mempercepat implementasi pelaporan keuangan desa bisa dengan mengirim para sarjana akuntansi masuk desa atau menggandeng Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai mentor. Yang menjadi pertanyaan para sarjana akuntansi masih banyak yang belum paham dengan standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) apalagi aparat desa yang tidak pernah bersentuhan dengan akuntansi.
Dengan jumlah kurang lebih 78.000 desa di Indonesia terbayang betapa beratnya tugas pemerintah untuk memberlakukan standar pelaporan yang berbasis double entry. Sebagian besar SDM di desa tidak memahami alur akuntansi yang standar. Melibatkan tim dari IAI sangat bagus namun menjadi masalah jika kemudian hari IAI menjadikan sebagai proyek besar untuk meraih pundi-pundi rupiah. Tidak perlu banyak pelatihan, simposium atau seminar yang menghabiskan banyak duit. Cukup langsung melakukan training on job kepada bendaharawan dan kepala desa masing-masing dengan mengefisienkan biaya.
Kementerian PDTT menjadi koordinator pendampingan dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten. Hal ini perlu agar mereka yang kompeten itu dapat memastikan bahwa penyerapan anggaran dana desa tersebut berjalan transparan dan akuntabel, sehingga tidak akan menimbulkan masalah hukum di kemudian hari. Pendampingan ini diperlukan mengingat dana desa merupakan hal yang baru. Sehingga, kata Menkeu, aparat desa belum terbiasa melakukan pengelolaan dan penyusunan laporannya sesuai dengan standar akuntansi yang baik. “Undang-Undang Desa ini adalah hal baru. Pemerintah desa belum terbiasa dengan pengelolaan dana yang jumlahnya relatif lebih besar daripada yang pernah diterima sebelumnya.
Sebuah langkah besar sedang dirintis oleh pemerintah dengan memberlakukan standar akuntansi di setiap desa. Tahun 2015 ini salah satu tahun hebat bagi dunia akuntansi, sebelumnya menyusul penandatanganan mutual recognition arrangements (MRA) antara negara ASEAN dimana profesi akuntansi merupakan salah satu dari 8 profesi yang bisa go international, selain go internasional kini Akuntan bisa masuk desa. Bagi dunia pendidikan akuntansi ini merupakan peluang besar untuk memberdayakan tenaga akuntansi. Kampus-kampus lebih banyak lagi memberi pelajaran mata kuliah akuntansi pemerintahan bukan hanya 3 SKS seperti zaman saya dahulu. Mahasiswa akuntansi yang KKN atau praktek magang tidak melulu di perusahaan tapi juga di desa, Akuntan Masuk Desa.
Dana Desa
Ketua IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP), Dadang Kurnia, memastikan IAI sebagai organisasi profesi akuntan siap melakukan pendampingan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dana desa itu. Sehingga pengelolaan dana desa itu dapat sesuai aturan dan berjalan secara transparan dan akuntabel.
“Konsepnya kami sebut ‘Akuntan Masuk Desa.’ Konsepnya sebenarnya bukan akuntan yang datang ke desa, tapi justru IAI membuat akuntansi ini bisa dipahami oleh pelaku di desa,” ia menjelaskan. “Kantor Jasa Akuntansi (KJA) harus didorong untuk masuk ke desa. Jadi desa tidak harus merekrut tenaga akuntan baru karena pasti akan sangat costly. Namun pada kenyataannya mengingat lowongan kerja juga semakin kecil dewasa ini, tidak tertutup kemungkinan juga bahwa para tamatan jurusan akuntansi atau eks mahasiswa akuntansi langsung terjun dan bekerja bersama aparat desa untuk mengelola dana desa tersebut. Kenapa tidak akuntan masuk desa dan bekerja di desa, sebagaimana profesi lain yang juga sama-sama harus berada di desa seperti dokter, bidan, perawat maupun TNI/Polri.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo, mangatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) harus dipublikasi kepada masyarakat yang diterakan dalam bentuk baliho dan dipampangkan di depan kantor kepala desa. Keharusan memublikasi APBDes itu kembali diulang Menteri PDTT, karena masih banyak desa yang belum melakukannya. Padahal, tujuannya sangatlah bagus agar masyarakat juga bisa melihatnya dan melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa.
Maka sangatlah tepat anjuran Menteri PDTT tersebut dipatuhi oleh para keuchik atau kepala desa di Aceh dan seluruh Indonesia. Segeralah publikasikan APBDes di kantor-kantor desa. Semua itu dalam rangka menjaga transparansi dan keterbukaan informasi publik, di samping untuk mencegah munculnya fitnah maupun penyalahgunaan dalam pemanfaatan dana desa dan ADG.
Di samping perlunya dipublikasi APDes di setiap desa, kepala dan sekretaris desa pun perlu pula secara berkala melaporkan realisasi anggaran yang sudah digunakan. Dengan demikian, masyarakat desa bisa dengan cepat mengetahui untuk apa saja setiap rupiah dana desa digunakan. Sebaliknya, apabila ada penggunaan dana desa untuk hal-hal yang tidak semestinya, maka warga desa bisa langsung memprotes atau mengoreksinya. Seharusnya, dalam pengelolaan keuangan desa, perlu selalu kita beri ruang bagi warga untuk mengawal dan mengontrolnya, sehingga tidak terjadi penyimpangan ataupun penyalahgunaan dana desa maupun alokasi dana gampong. Pendeknya, di tingkat desa pun tetap kita hambat peluang elitenya menjadi koruptor yang berakhir dipenjara.
Akuntansi Keuangan Desa
Definisi Pengelolaan Keuangan Desa Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka yang menjadi perhatian kita bersama adalah bagaimana selanjutnya pemerintahan desa mengelola keuangan dan mempertanggungjawabkannya. Menurut pasal 71 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 dinyatakan bahwa Keuangan Desa adalah hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Selanjutnya pada ayat (2)nya dinyatakan bahwa adanya hak dan kewajiban akan menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan Keuangan Desa.
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka kita coba jabarkan apa yang sebelumnya diatur pada UU Nomor 6 Tahun 2014, di antaranya : Pasal 93 ayat (1) menyatakan bahwa pengelolaan keuangan Desa meliputi : perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Berdasarkan pasal 105 dinyatakan ketentuan mengenai pengelolaan keuangan Desa akan diatur dalam Peraturan Menteri ( maksudnya Menteri Dalam Negeri).
Selanjutnya pasal 94 menyatakan bahwa pengelolaan keuangan Desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap semester tahun berjalan. Laporan semester pertama disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Sedangkan laporan semester kedua disampaikan paling lambat pada akhir Januari tahun berikutnya. Bahwa selain penyampaian laporan realisasi pelaksanaan APBDesa, kepala Desa juga menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran. Laporan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain setiap akhir tahun anggaran.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) APBDesa pada dasarnya adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. APBDesa terdiri atas : 1. Pendapatan Desa Meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis. 2. Belanja Desa Meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan desa dan diklasifikasikan menurut kelompok, kegiatan, dan jenis. 3. Pembiayaan Desa Meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan desa terdiri atas Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan yang diklasifikasikan menurut kelompok dan jenis.
Pengelolaan Keuangan Desa Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, pengelolaan keuangan Desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Perencanaan a. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa dibuat, disampaikan oleh Kepala Desa, dan dibahas dengan Badan Permusyawaratan Desa untuk disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan. b. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi. c. Bupati/Walikota melakukan evaluasi paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.Dalam hal Bupati/Walikota tidak melakukan evaluasi dalam batas waktu tersebut, maka Peraturan Desa berlaku dengan sendirinya. d. Dalam hal ada koreksi yang disampaikan atau penyesuaian yang harus dilakukan dari hasil evaluasi tersebut, maka Kepala Desa harus melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota. Dengan dilakukannya pembatalan Peraturan Desa tersebut sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal terjadi pembatalan, Kepala Desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan Pemerintah Desa. Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud.
Dalam hal Bupati/Walikota mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Camat atau sebutan lain, maka langkah yang dilakukan adalah : 1). Camat menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa. Dalam hal Camat tidak memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu yang ditetapkan, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Dalam hal ada koreksi yang disampaikan atau penyesuaian yang harus dilakukan dari hasil evaluasi tersebut, Kepala Desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Camat menyampaikan usulan pembatalan Peraturan Desa kepada Bupati/Walikota.
Bendahara desa mungkin dibantu oleh akuntan masuk desa wajib Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran dilakukan menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank. Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.
Kepala desa menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota yang meliputi : a. Laporan semester pertama, berupa Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa.Semester Pertama. b. Laporan semester akhir tahun, berupa Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester Akhir.
Kepala desa menyampaikan kepada Bupati /Walikota setiap akhir tahun anggaran laporan yang meliputi : a. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran berkenaan. 1) Merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 2) Diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. 3) Disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain. b. Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan c. Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa. b. Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Proses Pelaporan dimulai dari membuat Laporan semester pertama, Laporan semester akhir tahun , laporan realisasi APBDesa dan diakhiri dengan penyampaian laporan-laporan tersebut kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
Peran akuntan masuk desa akan sangat dominan dalam mengawal pengelolaan keuangan desa, sehingga BPKP dan IAI sangat antusias memberikan sosialisasi akuntansi pengelolaan keuangan desa ke berbagai perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana akuntansi. Diharapkan alumni akuntansi atau mahasiswa akuntansi yang baru selesaikan studinya dapat kembali ke daerahnya untuk membantu keuangan di desa. Semoga.!
*) Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186
Pertanyaannya sejak lama pola akuntansi sudah dilakukan terkait pengelolaan dana desa, tapi mengapa praktik korupsi malah semakin meraja lela selama ini?
Budaya meunan, korupsi... dan diturunkan ke anak cucu...hehe