Selama ini pengelolaan air di Indonesia dilakukan oleh tiga kementerian untuk kepentingan masing-masing, namun tak ada yang mengatur secara terkoordinir. Untuk itu perlu dibentuk badan yang mengelola air sebagai single manajemen organisator, agar tidak tumpang tindih.
Air di permukaan diatur oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), air di bawah tanah diatur oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pengelolaan air oleh pemerintah kabupaten/kota diatur oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Hal ini perlu kiranya anggota dewan dan pemerintah atau legislatif dan eksekutif untuk duduk bersama berupa Rapat Dengar Pendapat (RDP) dari para ahli, pakar dan pemangku kepentingan guna membahas masalah air dan permasalahannya sehingga di Indonesia bisa dikelola secara baik dan efektif untuk kemaslahatan rakyat Indoensia.
Sebenarnya pengelolaan air di Indonesia harus sesuai yang diamanahkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
RUU inisiatif DPR RI itu digodok setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang SDA karena tidak memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan SDA. Pembatalan dilakukan melalui putusan MK nomor 85/PUU-XII/2013.
Pengelolaan air harus dilakukan dengan baik, karena ini bisa menjadi menjadi isu politik dalam menjaga kestabilan wilayah, banyak daerah yang mengalami krisis air, padahal pengelolaan air sebaiknya dikelola oleh negara sesuai dengan konstitusi UUD 1945.
Dewasa ini banyak wilayah perkotaan mengalami krisis air, bahkan hampir 80 persen air perkotaan yang digunakan oleh masyarakat sudah tercemar, terutama di wilayah padat penduduk. Bahkan karena pengurasan dan pencemaran air yang terjadi, baik dari penggunaan air rumah tangga atau air kotoran masuk ke dalam tanah yang airnya disedot tanpa bertanggungjawab. Ini terjadi karena alternatif air yang disediakan oleh pengelola air dalam hal ini PDAM, dari tahun ke tahun tidak ada penambahan.
Ahli Air
Para ahli air Indonesia melihat adanya beberapa hal penting dalam pembentukan kebijakan RUU SDA yang perlu diperhatikan agar tetap mengacu kepada enam prinsip dasar pengelolaan SDA yang diputuskan oleh MK, yaitu: perlunya definisi–definisi SDA yang jelas, menjaga agar akses kepada sumber air untuk kebutuhan masyarakat umum tidak terhalangi dan memastikan kepentingan semua pemangku kepentingan terjaga, serta mendorong semua pihak untuk dapat berperan mewujudkan pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
Mohamad Mova Al’Afghani, SH, LL.M.Eur,PhD, Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CRPG), mengatakan, “Definisi usaha dan pengusahaan perlu penajaman, tidak melihat aspek keuntungan saja tapi juga volume. Air untuk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) seharusnya tidak dikategorikan sebagai pengusahaan karena terkait hak atas air. Padahal, batasan dan syarat tertentu dan ketat dalam putusan MK justru terkait pengusahaan. Dalam RUU SDA disebutkan bahwa SPAM izinnya hanya diberikan kepada BUMN/BUMD saja, dengan demikian akan menutup kemungkinan masyarakat dan swasta untuk berkiprah dalam penyediaan akses bagi publik secara luas.
Selain itu, menurut Mova, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) disetarakan dengan SPAM. ”Padahal, hal ini tidak sesuai dengan Human Right to Water (HRTW) dimana akses bagi masyarakat haruslah melalui air perpipaan yang bisa diminum dengan harga terjangkau,“ jelas Mova.
Upaya pemerintah yang akan menyerahkan pengelolaan sumber daya air kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus diikuti dengan penguatan kelembagaan dan modal.
Langkah ini penting mengingat kondisi perusahaan pengelola air milik negara hingga saat ini mayoritas dalam kondisi merugi. Selain menerbitkan peraturan pemerintah mengenai Pengusahaan Air dan Sistem Penyediaan Air Minum, pemerintah juga perlu menyiapkan peraturan perundangan untuk menguatkan BUMN/BUMD berikut dukungan pendanaannya.
Langkah pemutihan utang PDAM senilai Rp 4 triliun yang akan segera dilakukan Kementerian PU-Pera merupakan langkah positif, bisa mendukung aspek pendanaan. Namun hal itu belum cukup bagi BUMN/BUMD untuk mampu secara profesional mengelola sumber daya air. Perlu kiranya pemerintah Republik Indonesia membentuk suatu badan pengelolaan yang mengurusi air, yang selama ini pengelolaannya oleh lintas kementrian, kiranya dapat dibentuk Badan Pengelola Sumber Daya Air. Selain itu dapat bersinergi dengan PDAM-PDAM diseluruh Indonesia.
BUMN/BUMD termasuk PDAM untuk melaksanakan pengelolaan air di Indonesia harus kuat secara kelembagaan dan permodalan. Tanpa landasan hukum dan pendanaan yang kuat bagi BUMN/BUMD maksud pemerintah untuk mengelola sumber daya air untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sulit tercapai," jelas Nila Ardhianie menanggapi draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai Pengusahaan Air dan Sistem Penyediaan Air Minum yang disusun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR).
Dikuasai Asing
Hasil penelitian Amrta Institute memaparkan bahwa secara umum swasta masuk dalam dua jenis industri air, yaitu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) atau air perpipaan untuk sambungan ke rumah. Di sektor AMDK, Indonesia memiliki potensi bisnis yang besar. Posisi Indonesia adalah negara nomor empat pengkonsumsi AMDK terbesar di dunia. Jika menggunakan acuan harga pasar merek AMDK “Aqua”, pada tahun 2014 omzet AMDK mencapai Rp 61,6 triliun.
Dominasi asing dalam bisnis AMDK, berdasarkan perhitungan yang konservatif, mencapai 76 persen. “Keterlibatan swasta dalam negeri dalam bisnis AMDK hanya sekitar 24 persen. Sementara pemerintah hampir sepenuhnya tidak terlibat di sektor AMDK.
Berbeda dengan sektor AMDK, sektor SPAM masih sedikit dimasuki swasta. Berdasarkan jumlah sambungan, swasta baru berkontribusi sebesar 15,3 persen dari total sambungan. Layanan air perpipaan masih didominasi oleh perusahaan milik pemerintah (BUMN/BUMD). Bentuk skema kerja sama dengan swasta beraneka ragam, seperti konsesi, BOT, BOOT, dan sebagainya. Konsesi penuh diberlakukan di DKI Jakarta dan Batam.
Langkah pemerintah untuk mengelola sumber daya air sudah sesuai dengan UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XI/2013. Untuk itu maksud pemerintah mengelola sumber daya air perlu ditegaskan: a. dalam bagian konsiderans mengingat, bahwa dasar hukum Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan air adalah pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang Undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi ayat (2); Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, ayat (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
b. pada batang tubuh RPP yang mengatur tujuan RPP, ditulis secara tegas mengenai "penguasaan Negara atas Sumber Daya Air dan Pengusahaan dan Pengelolaan Air dan bukan hanya ditempatkan pada Penjelasan Umum RPP tersebut. c. RPP ini harus menjadi payung hukum pengusahaan air sehingga peraturan perundangan terkait lainnya seperti tentang penanaman modal perlu disinkronisasikan.
Pasca dicabutnya UU nomor 7/2004 tersebut pemerintah harus segera melakukan berbagai regulasi agar pengelolaan sumber daya air bisa dikuasai sepenuhnya oleh negara untuk kesejahteraan rakyat dalam hal ini dibentuk suatu badan yang mengelola sumber daya air, yang selama ini kehadiran negara sangat lemah dalam penguasaan atas air padahal merupakan hajat hidup orang banyak, konon lagi negara kita adalah negara kepulauan dimana air melimbah bagai surga air di Zamrud Kharulistiwa baik di laut, air permukaan maupun air tanah. Semoga!
*) Penulis adalah
Bagian Akuntansi, Audit dan Pelaporan
/Penata Laporan Keuangan
PDAM Tirta Krueng Meureudu
Pidie Jaya - Aceh - Indonesia 24186