Sembilan belas tahun lalu kami berkumpul untuk mendapatkan integritas sebagai manusia yang mampu memberikan harapan kepada yang lain dan mengasingkan diri dari peradaban modern menuju penjara suci. Betapa kami telah berperang dengan musuh, musuh hawa nafsu, musuh kejenuhan dan waktu yang pada akhirnya telah mengantarkan kami kepada satu nawaitu yaitu cita-cita orang tua.
Beradaptasi dengan lingkungan dayah tidaklah mudah, persaingan yang sangat keras, aturan yang begitu ketat dan jam istirahat yang sangat terbatas. Siang dan malam disibukkan dengan mantra-mantra hafalan nahwu dan saraf, tantangan saat bangun shalat shubuh yang berhadapan dengan haris yang berwajah bringas, kiri kanannya selalu bawa air kayak pemadam kebakaran, hanya untuk menyiram santri-santri yang enggan untuk bangun dan shalat shubuh.
Untuk menjadi publick speaking kami diajarkan muhadharah, dan kepada santri yang baru muhadharah menjadi momok yang sangat menakutkan sekaligus membosankan, apalagi memulai perkenalan saat muhadharah, harus menjawab semua pertanyaan sampai dengan berapa orang kakak perempuan dirumah, boleh kenalan atau tidak dan macam-macam pertanyaan tidak penting lainnya
Dayah telah mengajarkan kita banyak hal baik lansung maupun tidak lansung, baik melalui guru pembimbing maupun otodidak. Kami bisa menjadi chef didapur sederhana dengan sejuta rasa, antrian saat menggiling bumbu dengan batu cobek atau ulekan atau "batee peunyupeh" dalam bahasa Aceh menjadi hal yang lazim bagi kami.
Benar-benar dayah itu telah mengajarkan kedisiplinan bagi kami, hidup kami telah terformat dalam satu aplikasi yaitu aplikasi dayah, tidak ada waktu yang terbuang dan sia-sia. Semua waktu dipakai untuk belajar, mengulang pelajaran dan istirahat, dan istirahat siang sangat terbatas cuma satu jam dari jam 11 s/d 12 siang, setelah itu shalat dan ngaji lagi begitu seterusnya.
Dayah pula yang membuat kami lebih mandiri dan rendah hati, kami hanya belajar kitab tradisional, tapi mampu berinteraksi dengan kehidupan sosial masyarakat, bahkan kami telah banyak berkontribusi untuk kepentingan umat di negeri ini.
![image](
Seluruh ilmu yang kami pelajari, apakah itu ilmu tauhid, ilmu fiqh, ilmu manthiq, ilmu balaghah, ilmu saraf dan ilmu nahwu adalah bahagian daripada kekayaan pemahaman untuk menghadapi kehidupan di masyarakat kelak.
Walau sering tidak diapresiasi, tapi nyali santri telah teruji. Tidak hanya teruji dimimbar saksi dan wali, tapi juga siap menghadapi tantangan global dewasa ini.
Melalui tulisan singkat ini saya berpesan "ayo nyantri" kelak kita akan tahu betapa besar manfaat yang kita terima dari hasil perjuangan ketika mendekam dipenjara suci.
Selamat hari santri!
Benar sekali @hasanuddin pling berat tantangan saat bangun shalat shubuh yang berhadapan dengan haris yang berwajah bringas, kiri kanannya selalu bawa air kayak pemadam kebakaran, hanya untuk menyiram santri-santri yang enggan untuk bangun dan shalat shubuh.