BANDA ACEH, KOMPAS.com - Rencong adalah senjata tradisional Aceh. Konon benda tajam berukuran kecil ini sudah dikenal sejak masa kesultanan pada abad ke-17 masehi.
Rencong menggantikan kedudukan pedang karena dinilai keberadaannya tidak mencolok. Pada masa itu budaya ngopi sudah akrab dengan masyarakat, sehingga sultan yang ingin ‘blusukan’ memilih membawa rencong untuk berjaga-jaga.
Kini rencong telah bermetamorfosis dan beralih fungsi menjadi cenderamata. Bagi anda pecinta wisata belanja, maka tidak ada salahnya menambah koleksi bertema etnik.
Terlebih lagi sebilah rencong bukan senjata tajam biasa karena benda ini menyimpan nilai historis. Di Aceh, rencong kerap dijadikan sebagai cenderamata bagi tamu kehormatan.
Benda tajam yang terbuat dari besi atau kuningan bergagang tanduk atau kayu berukir ini juga populer sebagai souvenir khas. Pelancong seringkali menyelipkan rencong ke dalam daftar buruan yang diincar untuk ditenteng sebagai oleh-oleh.
Riwayat rencong
Serambi Indonesia berkesempatan menyambangi ‘dapur’ pembuatan senjata tajam legendaris tersebut di Desa Baet Mesjid, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar. Daerah itu terkenal sebagai sentra pembuatan rencong kekinian.
Pada zaman Kerajaaan Aceh Darussalam yang berpusat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), para perajin berkumpul di Gampong Pande. Pande bermakna pandai. Dinamai demikian karena di situlah para pandai besi berhimpun.
“Perbedaan rencong zaman dulu hanya mengenal satu model, jadi semuanya sama. Kalau sekarang rencong sudah banyak dikreasi khususnya pada bagian gagang, ada yang menggunakan tanduk kerbau ada juga yang memakai kayu atau kombinasi keduanya. Selain itu motif ukirannya juga lebih kreatif,” ujar Zuhri Hasyim (52), seorang perajin rencong dari Desa Baet Mesjid Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar.
Proses pembuatan
Laki-laki yang sejak umur 16 tahun menggeluti profesinya sebagai perajin, biasa membuat rencong sesuai pesanan. Rata-rata dalam sehari ia menyelesaikan pembuatan sebilah rencong.
Prosesnya dimulai dari mengolah bahan baku berupa besi putih atau besi hitam.
Bahan baku tersebut diambil dari bahan bekas yang sudah tak terpakai atau dibelinya dari penggalas. Besi batangan itu lantas dibelah sesuai kebutuhan. Tahap selanjutnya sekaligus yang paling menentukan adalah proses tempa.encong adalah senjata tradisional Aceh. Konon benda tajam berukuran kecil ini sudah dikenal sejak masa kesultanan pada abad ke-17 masehi.
Rencong menggantikan kedudukan pedang karena dinilai keberadaannya tidak mencolok. Pada masa itu budaya ngopi sudah akrab dengan masyarakat, sehingga sultan yang ingin ‘blusukan’ memilih membawa rencong untuk berjaga-jaga.
Kini rencong telah bermetamorfosis dan beralih fungsi menjadi cenderamata. Bagi anda pecinta wisata belanja, maka tidak ada salahnya menambah koleksi bertema etnik.
Terlebih lagi sebilah rencong bukan senjata tajam biasa karena benda ini menyimpan nilai historis. Di Aceh, rencong kerap dijadikan sebagai cenderamata bagi tamu kehormatan.
Benda tajam yang terbuat dari besi atau kuningan bergagang tanduk atau kayu berukir ini juga populer sebagai souvenir khas. Pelancong seringkali menyelipkan rencong ke dalam daftar buruan yang diincar untuk ditenteng sebagai oleh-oleh.
Riwayat rencong
Serambi Indonesia berkesempatan menyambangi ‘dapur’ pembuatan senjata tajam legendaris tersebut di Desa Baet Mesjid, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten Aceh Besar. Daerah itu terkenal sebagai sentra pembuatan rencong kekinian.
Pada zaman Kerajaaan Aceh Darussalam yang berpusat di Kutaraja (sekarang Banda Aceh), para perajin berkumpul di Gampong Pande. Pande bermakna pandai. Dinamai demikian karena di situlah para pandai besi berhimpun.
“Perbedaan rencong zaman dulu hanya mengenal satu model, jadi semuanya sama. Kalau sekarang rencong sudah banyak dikreasi khususnya pada bagian gagang, ada yang menggunakan tanduk kerbau ada juga yang memakai kayu atau kombinasi keduanya. Selain itu motif ukirannya juga lebih kreatif,” ujar Zuhri Hasyim (52), seorang perajin rencong dari Desa Baet Mesjid Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar.
Proses pembuatan
Laki-laki yang sejak umur 16 tahun menggeluti profesinya sebagai perajin, biasa membuat rencong sesuai pesanan. Rata-rata dalam sehari ia menyelesaikan pembuatan sebilah rencong.
Prosesnya dimulai dari mengolah bahan baku berupa besi putih atau besi hitam.
Bahan baku tersebut diambil dari bahan bekas yang sudah tak terpakai atau dibelinya dari penggalas. Besi batangan itu lantas dibelah sesuai kebutuhan. Tahap selanjutnya sekaligus yang paling menentukan adalah proses tempa.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://travel.kompas.com/read/2015/07/12/165200827/Kisah.Rencong.Senjata.Legendaris.Kesultanan.Aceh