Buat di pahami
Unsur-Unsur Penadahan dalam Pasal 480 KUHP
tindak pidana
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hukum Pidana yang merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan
Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Tentang penentuan perbuatan mana yang dipandang sebagai perbuatan pidana, kita menganut asas yang dinamakan asas legalitas (principle of legality), yakni asas yang menentukan bahwa tiap-tiap perbuatan pidana harus ditentukan sebagai demikian oleh suatu aturan Undang-Undang(Pasal 1 ayat (1) KUHP) atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada dan berlaku bagi terdakwa (Pasal 14 ayat (2) UUDS dahulu) sebelum orang dapat dituntut untuk dipidana karena perbuatannya.
Kejahatan dalam bentuk pencurian terhadap harta benda tidak akan tumbuh subur apabila tidak ada yang menampung hasil curian itu, benda-benda curian itu tidak mungkin untuk selalu dimiliki dan disimpan sendiri, maka di sinilah peranan seorang penadah hasil pencurian terhadap harta benda sangat diperlukan. Adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian memberikan kemudahan bagi sipelaku untuk memperoleh keuntungan, jadi pelaku pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya ke konsumen, tetapi dapat ia salurkan melalui penadah yang berkedok sebagai pedagang di pasar loak.
Permasalahan yang timbul itu baik berupa pelanggaran terhadap tata krama kehidupan bermasyarakat maupun aturan-aturan hukum yang bertendensi untuk menciptakan suatu fenomena yang bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum. Kejahatan yang terjadi itu adalah merupakan realitas dari pada keberadaan manusia yang tidak bisa menerima aturan-aturan itu secara keseluruhan. Kalau hal semacam itu terus dibiarkan berlarut-larut dan kurang mendapat perhatian, maka akan dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat sehingga dapat mengganggu ketertiban umum. Salah satu jenis kejahatan yang biasa terjadi dalam masyarakat baik yang bertentangan dengan kaidah moral, etika dan agama terlebih lagi terhadap peraturan hukum yang tertuang dalam KUHP adalah delik penadahan. Dalam KUHP Indonesia, penadahan berdasarkan Pasal 480 KUHP digabung antara delik sengaja (mengetahui) barang itu berasal dari kejahatan dan delik kelalaian (culpa) ditandai dengan kata-kata “patut dapat mengetahui” barang itu berasal dari kejahatan. Ini disebut delik pro parte doleus pro parte culpa(separuh sengaja dan separuh kelalaian). Jadi, delik ini dapat dilakukan dengan sengaja dan juga dengan culpa. Jadi, jika penadah dapat memperkirakan bahwa barang yang dibeli, ditukar dan seterusnya itu berasal dari hasil kejahatan karena harganya terlalu murah. Di Belanda delik penadahan adalah delik sengaja.
Penadahan termasuk delik pemudahan, karena dengan adanya penadah, memudahkan orang melakukan kejahatan, misalnya pencurian.Jika ada yang menadah tentu memudahkan orang mencuri karena ada tempat penyaluran hasil curian. Lebih-lebih jika pencurian itu terorganisasikan. Jika ada orang yang menadah hasil curian mobil, maka komplotan pencuri mobil mudah melakukan pencurian.
1.2 Rumusan Masalah
Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenai penadahan?
Bagaimana korelasi penadahan dengan pencurian, penggelapan dan penipuan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Unsur-Unsur Delik Dalam Pasal Mengenai Penadahan
Dalam Pasal 480 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) disebutkan:
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:
(1) Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;
(2) Barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.
Unsur-unsur delik yang terdapat dalam Pasal 480 adalah:
Barangsiapa
pengertian “barang siapa” dalam KUHP, bukan hanya terdapat orang perseorangan (naturlijk persoon) tetapi juga korporasi, baik badan hukum (recht person) ataupun bukan badan hukum untuk mendapat gambaran tentang addressat suatu tindak pidana dapat juga dilakukan dengan melihat hal ihwal kepentingan yang hendak dilindungi oleh norma-norma hukum pidana itu
membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda
yang dimaksud membeli adalah memperoleh sesuatu dengan menukar/membayar dengan uang
yang dimaksud menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kedayagunaan barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak penyewa disanggupi pembayarannya.
Yang dimaksud menukar adalah suatu persetujuan untuk memberikan barang secara timbal balik sebagai gantinya suatu barang yang lain
Yang dimaksud menerima gadai adalah memberikan pinjaman uang dalam batas waktu tertentu dengan menerima barang sebagai tanggungan dan apabila batas waktu tiba ternyata tidak ditebus maka barang tersebut menjadi hak yang memberikan pinjaman
Yang dimaksud menerima hadiah adalah menerima pemberian dari seseorang
Yang dimaksud menjual adalah memberikan sesuatu dengan memperoleh pembayaran atau uang
Yang dimaksud menyewakan adalah suatu persetujuan dimana salah satu pihak memberikan kepada pihak lain kenikmatan dari barang, dengan menerima pembayaran sebagai gantinya
Yang dimaksud menukarkan adalah salah satu pihak yang membantu pihak lain untuk dapat menukarkan suatu barang dengan pihak ketiga, dimana pihak pertama tahu bahwa barang itu merupakan hasil penadahan
Yang dimaksud menggadaikan adalah meminjam uang dalam batas waktu tertentu disertai barang hasil penadahan sebagai tanggungan
Yang dimaksud mengangkut adalah memuat dan membawa atau mengirimkan
Yang dimaksud menyimpan adalah menaruh di tempat yang aman
Yang dimaksud menyembunyikan adalah membuat sesuatu tersebut tidak terlihat atau tidak dapat diketahui orang lain
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan
menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda
yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan
Sehingga dikatakan menadah apabila ia:
Membeli, menyewa, menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan atau karena mau mendapat untung
Menjual, menyewakan, menukarkan, mengadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan.
Selain perbuatan-perbuatan diatas yang dapat digolongkan sebagai perbuatan menadah, orang yang mengambil untung dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan, dapat pula dikatakan “menadah”.
Penadah juga dapat dikatakan sama buruknya dengan pencuri, namun dalam hal ini penadah merupakan tindak kejahatan yang berdiri sendiri. Menurut Simons perbuatan “penadahan itu sangat erat hubungannya dengan kejahatan-kejahatan seperti pencurian, penggelapan, atau penipuan. Justru karena adanya orang yang mau melakukan penadahan itulah, orang seolah-olah dipermudah maksudnya untuk melakukan pencurian, penggelapan, atau penipuan”. Hal penting lain dari Pasal 480 ini adalah, Terdakwa harus mengetahui atau patut diketahui atau patut menyangka, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan. disini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasaan, uang palsu, atau lain2) akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai), bahwa barang itu barang “gelap” bukan barang “terang”. Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan dibawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran ditempat itu memang mencurigakan.
Adapun barang yang diperoleh dari kejahatan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Barang yang didapat dari kejahatan, misalnya barang2 hasil pencurian, penggelapan, penipuan atau pemerasaan. Barang2 ini keadaanya adalah sama ajdengan barang2 lain yang bukan asal kejahatan tersebut. Dapat diketahuinya, bahwa barang2 itu asal dari kejahatan atau bukan, dilihat dari hasil penyelidikan tentang asal mula dan caranya berpindah tangan.
Barang yang terjadi karena telah dilakukan suatu kejahatan, misalnya mata uang palsu, uang kertas palsu, diploma palsu, dll. Barang2 ini rupa dan keadaannya berlainan dengan barang2 tersebut yang tidak palsu.
Sifat barang pada sub a adalah berlainan dengan sifat barang tersebut pada sub b.Sifat “asal dari kejahatan” yang melekat pada barang tersebut pada sub a adalah tidak kekal (tidak selama-lamanya), artinya apabila barang tersebut telah diterima oleh orang secara beritikad baik (ter goedertrouw), maka sifatnya “asal dari kejahatan” itu menjadi hilang, dan jika sejak waktu itu barang tersebut dibeli, meskipun yang membeli itu benar-benar mengetahui, bahwa asal barang tersebut dari kejahatan, namun si pembeli tidak dapat dihukum karena sekongkol, sebab elemen “asal dari kejahatan” tidak ada.
Misalnya A mencuri sebuah arloji, kemudian digadaikannya dirumah gadai sampai lewat waktunya tidak ditebus (diambil), sehingga barang itu menjadi bur (gugur, daluawarsa) dan seperti biasanya terus dijual lelang oleh pengurus rumah gadai tersebut.Dalam lelangan itu arloji dibeli oleh B, teman si A, yang mengetahui benar2 tentang asal-asul barang itu. Disini B sebenarnya telah membeli barang yang diketahui asal dari kejahatan, akan tetapi tidak dikenakan pasal 480, oleh karena sebab telah diterimanya oleh rumah gadai dengan itikad baik itu, maka sifat “asal dari kejahatan” dari arloji tersebut sudah menjadi hilang.
Sebaliknya sifat “asal dari kejahatan” yang melekat dari barang-barang pada sub b itu
adalah kekal (tetap untuk selama-lamanya), artinya barang-barang itu bagaimana pun juga keadaanya, tetap dan terus menerus dipandang sebagai barang asal dari kejahatan dan apabila diketahui asal-usulnya tidak bisa dibeli, disimpan, diterima, sebagai hadiah dsb. Tanpa kena hukuman, misalnya orang menerima uang palsu sebagai hadiah, bila ia mengetahui tentang kepalsuan uang itu, senantiasa dapat dihukum. Uang palsu, diploma palsu dsb.Senantiasa wajib diserahkan pada polisi untuk diusut atau kemudian dirusak untuk menjaga jangan sampai dipergunakan orang.
Pasal 367 tidak berlaku bagi sekongkol, sehingga sekongkol tidak pernah menjadi delik aduan. Ini berakibat, bahwa bila A mencuri barang milik bapanya dan barang itu ditadah (sekongkol) oleh B (saudara A), maka berdasar pasal 367 bapak itu dapat meniadakan tuntutan pidana terhadap A, anaknya yang mencuri itu, akan tetapi tidak demikian halnya terhadap B, anaknya yang berbuat sekongkol.
Penadahan berdasarkan Pasal 480 KUHP digabung antara delik sengaja (mengetahui) barang itu berasal dari kejahatan dan delik kelalaian (culpa) ditandai dengan kata-kata “patut dapat mengetahui” barang itu berasal dari kejahatan. Unsur kesengajaan atau culpa ini secara alternative disebutkan terhadap unsur lain, yaitu bahwa barangnya diperoleh dengan kejahatan. Tidak perlu dipelaku penadahan tahu atau patut harus dapat menyangka dengan kejahatan apa barangnya diperoleh, yaitu apakah dengan pencurian, atau penggelapan, atau pemerasan, atau pengancaman, atau penipuan.
Hal ini merupakan unsur yang bersifat subjektif atau perseorangan, yaitu mengenai jalan fikiran atau jalan perasaan seorang pelaku. Akan tetapi, ada unsur objektif yang tidak bergantung kepada jalan fikiran atau jalan perasaan si pelaku, yaitu bahwa barang itu harus benar-benar merupakan hasil dari suatu kejahatan tertentu. Maka, harus terbukti ada terjadi, misalnya pencurian tertentu dan ada barang tertentu yang diperoleh dengan pencurian itu.
Dalam praktek, yang biasanya dapat dianggap terbukti adalah unsur culpa, yaitu bahwa si pelaku penadahan dapat dianggap patut harus dapat menyangka asalnya barang dari kejahatan. Jarang dapat dibuktikan bahwa si penadah tahu benar hal ini.
Adapaun jenis kejahatan penadahan dapat terbagi dua, yaitu:
Penadahan sebagai kebiasaan
Tindak pidana ini diatur dalam ketentuan Pasal 481 KUHP yang menyatakan :
Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukarkan, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang, yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Yang bersalah dapat dicabut haknya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1-4 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHP ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan. Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHP tetapi dikenai dengan Pasal 480 KUHP sebagai tindak pidana penadahan biasa.
Penadahan ringan
Jenis tidak pidana ini diatur dalam Pasal 482 KUHP yang menyatakan :
Diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah satu kejahatan yang dirumuskan dalam Pasal 364, 373 dan 379.
2.2 Korelasi Antara Penadahan dengan Pencurian, Penggelapan, dan Penipuan
Korelasi antara penadahan dengan pencurian, penggelapan, dan penipuan dijelaskan dalam Pasal 482 KUHP, yang memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi bagian dari penadahan ringan terhadap tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364, 373 dan 379 KUHP. Pasal ini ada padanannya dalam Ned. W.v.S yaitu Pasal 417, tetapi rumusannya lain, dikatakan: “sengaja menadah” sebagai kebiasaan dan seterusnya. Jadi, menjadikan kebiasaan menadah dengan sengaja, ancaman pidananya pun lebih ringan, yaitu pidana penjara maksimum enam tahun, tetapi dendanya lebih tinggi dari delik pencurian, yaitu kategori V (seratus ribu gulden). Persamaannya dengan Pasal 481 KUHP, ialah keduanya delik sengaja.
Pasal 482 KUHP mengenai penadahan ringan, yaitu menadah hasil pencurian ringan (Pasal 364 KUHP, Penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP) dan Penipuan Ringan (Pasal 379 KUHP). Semuanya sudah menjadi Pasal tidur, karena terlalu ringan jumlah hasil curian, penggelapan dan penipuan, yaitu tidak lebih dari 250 rupiah.
Mahkamah Agung memutuskan pada 10 Agustus 1957 bahwa “menadah barang dari penadah (penadahan ganda) dapat dipidana, karena penadahan itu sendiri adalah kejahatan, asalkan si pembeli mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang yang dibelinya itu berasal dari kejahatan incasu penadahan”.
Mahkamah Agung memutuskan pada 9 Juli 1958, bahwa “tidak mesti pencuri diadili dulu dari pada penadah, dalam hal ini dipandang cukup dengan telah terbuktinya ada orang yang kecurian dan barang-barang ada pada penadah”.Mahkamah Agung memutuskan pada 21 November 1961, “tindak pidana penadahan dapat berdiri sendiri disamping dan sejajar dengan tindak pidana pencurian”.
Mahkamah Agung memutuskan pada 9 Maret 1985, “tindak pidana penadahan ex. Pasal 480 KUHP pada umunya adalah bersifat formil, sehingga ada tidaknya pihak lain yang dirugikan karena tindak pidana yang dilakukan itu bukan unsur yang menentukan.” Terjadinya tindak pidana pencurian, penggelapan, dan penipuan dengan penadahan sangatlah erat kaitannya satu sama lain. Terjadinya sebuah pencurian, penggelapan, atau penipuan bisa sangat sulit ditemukan pelaku dan barang yang menjadi objek hukum, karena ada seorang atau sekelompok penadah yang siap menampung semua barang-barang yang telah dicuri untuk kemudian dijual kembali untuk menghasilkan uang atau digunakan untuk kepentingan pribadi. Penadahan pun seakan-akan menjadi suatu hal yang sangat diperlukan oleh pencuri, tidak hanya untuk menjamin bahwa barang yang telah dicuri dapat menghasilkan uang bagi pelakunya, tetapi sekaligus juga menghilangkan barang hasil pencuriannya.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa unsur dari tindak pidana penadahan adalah setiap orang yang mendapatkan suatu barang baik melalui membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual barang itu, menyewakan barang itu, menukarkan barang itu, menggadaikan barang itu, mengangkut barang itu, menyimpan barang itu atau menyembunyikan barang itu yang seharusnya diketahui atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari suatu tindak kejahatan, maka orang tersebut dapat dikenakan Pasal mengenai Penadahan.
Penadahan sendiri terbagi atas dua kategori yaitu penadahan ringan karena penadah hanya menadah barang hasil kejahatan ringan sesuai dengan Pasal 482 KUHP dan penadahan sebagai kebiasaan yang mengakibatkan terjadinya pemberatan hukuman karena adanya unsur kebiasaan sesuai dengan Pasal 481 KUHP.
Terdapat hubungan yang sangat erat antara penadahan dan kejahatan lain seperti pencurian, penggelapan dan perbuatan curang. Di dalam kenyataannya, penadah tumbuh seiring dengan semakin maraknya kasus pencurian yang terjadi. Bermacam-macamnya barang yang dicuri inilah yang mengakibatkan terjadinya kategorisasi dalam penadahan. Jika barang yang dicuri masuk dalam kategori kejahatan pencurian ringan, maka dapat dipastikan bahwa penadahan yang dilakukan merupakan jenis penadahan ringan. Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya bagi penadahan berat(sebagai kebiasaan), karena penadahan yang dilakukan terhadap barang hasil kejahatan pencurian tidak ringan(biasa) tidak bisa dikategorikan sebagai penadahan berat karena yang dimaksud dengan penadahan sebagai kebiasaan(berat) adalah penadahan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadikan kebiasaan untuk sengaja membeli, menerima gadai, menyimpan, atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA
P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung
Prof Dr. Jur Andi Hamzah. Delik-Delik Tertentu Dalam KUHP
Prof. Moeljatno, S.H. Asas-Asas Hukum Pidana
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia
R. Sugandi, SH. Kuhp dan Penjelasannya
Tongat, Hukum Pidana Meteriil, Malang, UMM Press, 2003
http://www.djpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/62-perumusan-tindak-pidana-dalam-peraturan-perundang-undangan.html
source.
bagus ini post semoga bermanfaat
FOLLOW DAN VOTEUP BACK YA!😄
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by hp from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.