Benang Kusut Masalah Listrik Banda Aceh

in #aceh7 years ago (edited)

Saat ini, Banda Aceh masih sering mengalami pemadaman. Frekuensi pemadaman yang cukup tinggi membuat energi menjadi salah satu faktor penghambat investasi di Banda Aceh. Pemadaman juga berpengaruh buruk pada aktifitas warga. Pemadaman terjadi karena berbagai faktor seperti kerusakan teknis pada jaringan, perawatan dan lain-lain.

image

Pemadaman juga dipengaruhi oleh jauhnya jalur transmisi. Jarak transmisi yang jauh membuat daya yang mencapai Banda Aceh menurun. Jauhnya transmisi ini disebabkan oleh lokasi Banda Aceh yang terisolasi secara spasial dari daerah lainnya.

Oleh karena itu, idealnya Banda Aceh memiliki pembangkit listrik sendiri. Hal ini juga mempertimbangkan fakta bahwa beberapa kabupaten lain memiliki pembangkit listrik terpisah. Akibatnya tidak adanya pembangkit, listrik di Banda Aceh masih tergantung pasokan dari daerah lain di Aceh bahkan dari Medan. Saat ini suplai listrik Kota Banda Aceh juga masih sangat bergantung pada suplai dari Medan. Hal ini adalah efek dari belum mandirinya energi di Aceh. Hal ini juga menyebabkan Aceh dan khususnya Banda Aceh lebih rentan pada pemadaman.

Permasalahan energi kota Banda Aceh juga terjadi karena belum maksimalnya penggunaan energi terbaharukan yang potensial. Banda Aceh memiliki beberapa potensi energi terbaharukan seperti tenaga surya, angin serta metana dari pengolahan sampah. Saat ini, pemanfaatan energi metana dari sampah masih terbatas pada rumah tangga di sekitar area TPA sanitary landfill dan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di Gampong Jawa. Selain itu, juga ada pemanfaatan solar panel namun masih terbatas pada lampu-lampu taman dalam skala kecil. Sementara pemanfaatan tenaga angin belum dilakukan.

image

Pemadaman dipicu oleh tingginya beban puncak kota yang mencapai 73-76 Megawatt. Hal ini diakibatkan oleh masih minimnya penggunaan peralatan listrik yang hemat energi seperti lampu LED. Meskipun demikian, pemanfaatan Lampu LED telah diperkenalkan sebagai penerangan jalan umum di kota Banda Aceh. Namun, penggunaannya masih terbatas. Gedung-gedung pemerintah yang seharusnya mempromosikan efisiensi energi juga belum sepenuhnya mengganti penerangannya dengan lampu hemat energi.

Permasalahan lainnya yaitu menyangkut komitmen pemerintah terhadap energi terbaharukan. Hal ini terlihat dari belum tersusunnya regulasi kebijakan pendukung efisiensi energi. Saat ini, peraturan dari pemerintah kota untuk penghematan energi juga belum diregulasikan, misal penetapan batas bawah suhu AC di kantor-kantor, penggunaan material bangunan yang hemat energi dan lain-lain. Hal ini menunjukkan program-program efisiensi energi belum menjadi kebijakan strategis pemerintah. Hal ini dipicu oleh masih minimnya alokasi anggaran untuk pengembangan energi terbaharukan akibat terbatasnya budget Pemerintah Kota. Untuk itu, pemerintah perlu mencari alternatif pendanaan untuk program-program energi terbaharukan.

Poin penting lain yang menentukan yaitu belum baiknya koordinasi pengembangan energi terbaharukan antara pemerintah Kota Banda Aceh dan PLN. Hal ini terlihat pada tidak sinkronnya perencanaan infrastruktur listrik dengan perencanaan fisik pemerintah antara pemerintah kota Banda Aceh dan PLN.

Benang permasalahan kelistrikan ini sudah kusut. Masalah kelistrikan memang masih menjadi isu di seluruh Indonesia. Energi terbaharukan yang cukup potensial belum dimanfaatkan. PLN sendiri terlihat ogah-ogahan dalam mendukung energi terbaharukan terlihat dari tidak seriusnya mereka dalam menggarap insentif terhadap pengembangan energi terbaharukan seperti feed in tariff. Hal ini berdampak pada sulitnya memecahkan masalah energi di Kota Banda Aceh dan seluruh Indonesia. Masalahnya pada dasarnya sederhana: komitmen dan dana!!

Sort:  

Hai, hallo @rikiputra! Posting ini bagus.. sudah kami upvote yah.. :-}