"In the criminal law, a conspiracy is an agreement between two or more persons to break the law at some time in the future, and, in some cases, with at least one overt act in furtherance of that agreement. There is no limit on the number participating in the conspiracy and, in most countries, no requirement that any steps have been taken to put the plan into effect (compare attempts which require proximity to the full offence). For the purposes of concurrence, the actus reus is a continuing one and parties may join the plot later and incur joint liability and conspiracy can be charged where the co-conspirators have been acquitted or cannot be traced. Finally, repentance by one or more parties does not affect liability but may reduce their sentence". (Wikipedia.org)
Konspirasi terdiri dari tujuan, konspirator, plot dan aksi. Teori konspirasi sangat kompleks. Tapi secara sederhana, konspirasi didefinisikan sebagai persekongkolan jahat. Tulisan ini tidak akan membahas banyak tentang nature dari konspirasi. Tulisan ini lebih fokus pada sikap kita terhadapnya dengan menggunakan perspektif lain.
Reaksi masyarakat pada teori konspirasi sangat menarik. Jika kita bicara tentang teori konspirasi pada tiga orang, orang pertama yang terpesona akan berpikir bahwa sang pembicara adalah seorang yang berpengetahuan luas dengan pemikiran alternatif yang cool, sementara seorang lain yang skeptik mungkin saja berpikir bahwa sang pembicara adalah seorang yang tidak punya bacaan yang lebih berguna, seperti seorang fool. Selebihnya bersikap acuh.
Penulis telah akrab dengan kata-kata teori konspirasi sejak SMA. Beberapa kawan saat itu memperkenalkan beberapa majalah islam yang isinya seperti terobsesi pada konspirasi, seperti konspirasi zionis, konspirasi freemasonry, konspirasi Amerika dll. Tapi sebagian besar teori konspirasi memang tidak pernah benar-benar terbukti. Bukan karena ia tidak ada, tapi karena ia sangat sulit dibuktikan.
Dari pengalaman pribadi, sumber terbesar teori konspirasi adalah buku-buku, situs-situs dan majalah dengan nilai akademis rendah dan metode penelitian yang dapat diragukan. Konspirasi memang lebih bagaikan isu atau rumor yang dibukukan dan dimajalahkan. Namun akibat rendahnya pemikiran kritis para pembacanya kemudian dipercaya dengan tingkat kepercayaan dengan level yang sejajar jurnal dan paper ilmiah. Padahal, validitasnya bisa dipertanyakan apalagi jika dibandingkan paper dan jurnal ilmiah yang memiliki validitas tinggi. Dengan validitas rendah, tidak heran banyak orang skeptis terhadap konspirasi dan menganggap bacaan tentang teori konspirasi sebagai bacaan yang tidak akademik.
Tapi kemudian, sebuah buku mendobrak ketidakpercayaan orang-orang yang skeptik dan juga mengguncang dunia akademik. Buku tersebut adalah The Confession of an Economic Hitman, karya John Perkins. Beberapa pihak melukiskan buku ini sebagai pembuka mata dunia terhadap adanya konspirasi. Namun sebaliknya ada yang menganggapnya sebagai bestseller omong kosong. Secara garis besar, buku ini menjelaskan bagaimana Amerika berupaya menguasai dunia dengan memanfaatkan lembaga dunia, menggunakan suap, dukungan pada diktator, serta pembunuhan para aktifis dan pemimpin yang tidak mendukung mereka.
Tidak seperti sumber konspirasi lain, validitas buku ini dapat dipercaya. Selain karena penulisnya adalah orang dalam yang terlibat dalam konspirasi tersebut, beberapa peristiwa aktual juga mengindikasikan kebenaran buku tersebut. Dalam bukunya “It’s the Time for the World to Change”, Siti Fadillah Supari menceritakan bagaimana lembaga dunia menganakemaskan negara-negara maju dalam penyebaran antidot flu burung dan merugikan negara miskin dan berkembang. Contoh lainnya yaitu laporan dari Al Jazeera yang menunjukkan bagaimana perusahaan obat raksasa Amerika menjadikan penduduk negara miskin dan berkembang sebagai kelinci percobaan untuk obat-obat tertentu. Indikasi terbaru yaitu dari reaksi kocar-kacir Amerika setelah runtuhnya diktator dukungan mereka akibat Arab Spring. Peristiwa Arab Spring menjadi semacam konfirmasi di mata dunia bahwa Amerika memang berkonspirasi dengan diktator-diktator ini untuk membawa mereka ke puncak kekuasaan sekaligus melanggengkannya. Hal ini menunjukkan bahwa, konspirasi (persekongkolan jahat) semacam ini bukannya tidak ada.
Melihat kenyataan bagaimana abu-abunya kebenaran teori konspirasi, bagaimana sebaiknya kita bersikap terhadap teori konspirasi?
Bagi orang yang mempercayainya, kepercayaan terhadap teori konspirasi dianggap sebagai pemikiran kritis terhadap pemahaman mainstream yang dianggap yang kurang kritis akan kejadian-kejadian di dunia. Dengan kata lain, teori konspirasi dianggap sebagai alternatif bagi pemahaman mainstream. Hal ini sebenarnya baik untuk memunculkan perspektif baru. Tapi, sikap umat islam di Indonesia terhadap teori konspirasi belakangan ini mulai meresahkan.
Media islam, seperti majalah-majalah dan situs-situs islam di internet, dahulu memberikan porsi yang cukup besar untuk pengetahuan umum, science dan teknologi. Namun sekarang, histeria dan obsesi terhadap teori konpirasi mulai merasuki umat islam, terutama majalah-majalah dan situs-situs islam. Efeknya, porsi science dalam media islam terus berkurang, bahkan dihilangkan. Sisi negatif lainnya yaitu obsesi terhadap teori konspirasi justru menghilangkan analisis kritis terhadap teori konspirasi sendiri. Kompleksitas teori konspirasi menuntut analisa tajam. Namun di kebanyakan media islam, teori konspirasi hanya didasarkan pada analisa yang sangat dangkal dan bisa dikatakan spekulatif, akibatnya validitasnya dapat diragukan.
Histeria hexagram zionis adalah salah satu contoh obsesi konspirasi. Fenomena ini dapat dilihat dari bagaimana sebuah lambang bintang david di sebuah bangunan dan institusi langsung dipersepsikan sebagai institusi dan bangunan yang terkena pengaruh zionis. Sekarang, hampir setiap hexagram selalu diidentikkan dengan zionis. Padahal di dalam islam, simbol ini juga tidak jarang digunakan. Di Turki, bintang enam (hexagram) memenuhi bangunan-bangunan mesjid yang dibangun di zaman Turki Utsmani. Seorang kawan yang juga terkejut pertama kali melihatnya, bertanya kepada sang imam mesjid, kenapa ada lambang zionis di mesjid ini? Sang imam menjawab sambil tertawa, dalam arsitektur islam utsmani, hexagram adalah sesuatu yang biasa. Sang imam balik mengkritik kebodohan umat islam sendiri yang sering menganalogikan hexagram sebagai bintang zionis. Hexagram sudah ada berabad-abad dalam arsitektur islam di jaman kekhalifahan Turki Utsmani, bahkan mungkin dapat ditemukan dalam sejarah islam yang lebih awal. Justru zionislah yang mencoba memonopoli simbol tersebut dari islam dan berbagai kebudayaan lain sebelumnya. Ironisnya, umat islam sangat gencar menyebarkan propaganda identiknya hexagram sebagai simbol zionis. Histeria bintang daud tanpa pemikiran kritis ini justru menguntungkan mereka karena mereka mendapatkan mesin propaganda gratis dari umat islam sendiri.
Kasus ini sekaligus menunjukkan bagaimana banyak media islam justru membesar-besarkan pengaruh konspirator. Situs-situs dan majalah-majalah islam juga sering menggambarkan bagaimana berkuasanya freemasonry terhadap dunia, zionis menguasai media, dll yang menunjukkan seakan-akan kedudukan mereka tidak dapat diguncang. Padahal di lapangan, yang terjadi justru sebaliknya. Runtuhnya koran terbesar di Inggris, News Of The World (milik Rupert Murdoch) memberikan salah satu contoh objektif dalam hal ini. Di tengah runtuhnya News of the World, satu teori konspirasi terbukti benar, yaitu bagaimana News of the World menggunakan kekuatannya untuk menekan para pendukung Palestina di Inggris. Mereka menyebarkan berita-berita bohong bagi publik Inggris untuk mendiskreditkan pendukung Palestina ternama, seperti Tariq Ramadhan dan Syeikh Yusuf Qardhawi, dengan label islam radikal dan ekstrimis. Namun di sisi lain, runtuhnya News of the World juga menunjukkan bahwa pengaruh zionis terhadap media dunia tidak sekuat yang kita bayangkan.
Kita wajib kritis terhadap efek dari “hiperbolisasi” pengaruh para konspirator bagi umat islam sendiri. Hiperbolisasi teori konspirasi justru dapat memunculnya rasa inferioritas dalam jiwa muslim sendiri karena merasa tertekan oleh pengaruh zionis atau freemasonry yang luar biasa. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menimbulkan perasaan bahwa ruang gerak umat islam dalam sistem dunia sangat terbatas. Penulis menduga, konstannya penunjukan simbol-simbol konspirator dalam berbagai produk yang berhubungan dengan mereka, merupakan upaya untuk menggunakan kekuatan simbol untuk membuat umat muslim berpikir bahwa mereka telah menguasai dunia. Dengan kata lain, dengan kekuatan simbol, mereka berupaya menunjukkan seolah-olah mereka adalah kekuatan luar biasa yang tidak dapat dilengserkan. Sebaliknya, kekuatan simbol ini melahirkan inferioritas umat muslim di hadapan lawan yang diinterpretasikan seolah-olah begitu perkasa. Walaupun simbol dapat digunakan untuk menganalisa pengaruh lawan, untuk menghindari efek negatif yang dijelaskan diatas, bukankah tidak salah jika dalam banyak situasi kita sebaiknya melihat simbol hanya sebagai ukiran dan gambar biasa?
Masyarakat juga mulai terpengaruh oleh hiperbolisasi pengaruh konspirator sehingga setiap objek yang mirip simbol konspirator diinterpretasikan secara picik sebagai objek yang terpengaruh oleh konspirator. Dalam jangka panjang, hiperbolisasi ini bukan tidak mungkin akan melahirkan perasaan tidak percaya pada seluruh dunia yang dianggap telah terkontaminasi oleh konspirator jahat tertentu, sehingga umat muslim melihat keseluruhan sistem dunia telah terpengaruh oleh aliran jahat zionis, freemasonry dsb. Perasaan terkungkung dalam pengaruh lawan raksasa dalam ruang yang terbatas dapat mempengaruhi kreatifitas kita. Obsesi berlebihan terhadap teori konspirasi ini bisa jadi justru akan melahirkan generasi islam yang tidak kritis terhadap teori konspirasi sendiri.
Hal ini sangat berbahaya karena pemikiran umat dapat dengan mudah dimanipulasi hanya dengan menggunakan label dan image yang sedang tidak disukai. Kita dapat mengambil pelajaran dari Iran di tahun 1950an dalam hal ini. Saat itu, seorang pemimpin kharismatik, Mohammed Mossadegh memenangi pemilu yang demokratis di Iran. Ia berhasil membangun Iran dan Time Magazine mengakui kehebatan dan kharismanya dengan memilihnya sebagai Person of the Year 1952. Namun ia tidak disukai oleh kaum kapitalis Inggris dan Amerika karena berniat menasionalisasi perusahaan minyak. Akhirnya, CIA menyiapkan plot untuk menjatuhkannya dipimpin oleh Kermit Roosevelt. Metode mereka adalah dengan melabelkan Mohammed Mosadegh dengan komunisme, kata yang sangat dibenci oleh rakyat Iran. Namun akibat tidak kritisnya warga Iran saat itu terhadap propaganda labelling komunis terhadap Mossadegh, rakyat Iran mengadakan demonstrasi besar-besaran meminta Mossadegh mundur yang dipicu awalnya oleh mobilisasi massa oleh CIA. Mohammad Mossadegh memilih mundur dan dipermalukan di depan pengadilan. Setelah itu, Amerika dan Inggris memasang Syah Reza Pahlevi sebagai pemimpin diktator Iran yang sangat akrab dengan kapitalis Amerika sampai munculnya Khomeini.
Kita dapat menggunakan teori konspirasi sebagai pemikiran alternatif. Namun, melihat kasus Iran ini, bukan tidak mungkin bahwa isu-isu teori konspirasi yang tersebar, khususnya di Indonesia, merupakan cara untuk memanipulasi pikiran umat islam, yang tujuannya bisa saja untuk melunturkan kecintaan terhadap tanah air yang telah terpengaruh oleh konspirator, membuat kita berpikir bahwa ruang gerak umat islam sangat terbatas, dan juga mencoba menimbulkan rasa inferior umat di depan lawan yang melukiskan dirinya seolah-olah telah menguasai dunia.
Semua efek konspirasi diatas dapat disimplifikasikan dengan analogi berikut. Bayangkan tentang seorang jenderal yang ingin memberi gambaran tentang kekuatan musuhnya, namun penjelasan berlebihannya tentang kekuatan lawan justru menimbulkan rasa inferior dalam jiwa pasukannya. Pasukan bisa jadi merasa tidak punya peluang untuk menang. Sebagian dari pasukan merasa kalah sebelum berperang dan mundur. Sebagian lain sebaliknya menjadi martir putus asa yang melaju ke tengah pasukan musuh karena merasa bahwa ia pasti akan mati dalam pertempuran. Dalam dua situasi ini, justru pasukan lawan yang lebih diuntungkan karena akibat blunder deskripsi berlebihan sang jenderal tentang kekuatan lawan.
Seperti sebelumnya dijelaskan, bagi para pencinta teori konspirasi, percaya pada teori konspirasi sering dianggap sebagai pemikiran kritis bagi informasi mainstream yang dianggap kurang kritis. Tapi ingat, pemikiran kritis tidak bisa dibangun dengan analisa dangkal dengan validitas rendah. Ini berarti, kita juga harus kritis terhadap teori konspirasi sendiri.
Kita semua punya hak untuk mempercayai teori konspirasi atau memilih jalan untuk tidak peduli dengan teori konspirasi. Sebagai penutup, penulis akan coba mengusik nalar pembaca dengan pertanyaan menggelitik ini: dengan efek negatif yang bisa saja terjadi, mungkinkah obsesi konspirasi umat islam yang membuat kita cenderung membesar-besarkan pengaruh konspirasi zionis, freemasonry dan Amerika tersebut, justru merupakan strategi untuk menumbuhkan inferioritas dalam umat islam sendiri? Dengan kata lain, bukankah mungkin saja, percaya pada kuatnya pengaruh konspirasi justru merupakan hasil yang diharapkan oleh the real conspiracy??
This post received a 2.11% upvote from @randowhale thanks to @rikiputra! To learn more, check out @randowhale 101 - Everything You Need to Know!
You're so cool rando 😂