Pada abad ke 16 Aceh merupakan pusat ilmu pengetahuan dunia. Rakyat Aceh karena kehebatannya berhasil membunuh laut mati, dan dipakai oleh Timur Tengah dalam tim yang mengecat Laut Merah. Banyak pemuda nusantara belajar ke Aceh, belajar islam dan ilmu pengetahuan. Nenekku menceritakan padaku kisah yang mengilukan ini. Teugku Chik tinggal di balai pengajian dan mengajarkan murid-muridnya dari berbagai manca negara. Saat balai kadang mati panyoet, balai terang sendiri oleh cahaya bulan.
Beberapa muridnya bilang Teungku Chik pernah marah sama kerbaunya dan ditampar sampai kerbaunya mati, ada juga yang bilang teungku chiek naik haji hanya dengan memejam mata dan pas dia membuka mata, beliau sudah di depan ka’bah. Pernah juga nenek mendengar saat Teungku Chik saat tak ada piring untuk makan, dia memegang pelepang pinang dan berubah menjadi piring, tak ada mangkuk untuk minum dia memegang tempurung dan tempurung menjadi gelas untuk minum.
Australia juga mengirim muridnya juga ke Aceh, kata Teungku Chiek tentang para bulek ini “dulu Adam berkulit putih, berambut hitam dan hawa berkulit hitam, bangsa Eropa yang sekarang adalah bukan berasal dari mereka berdua, saat ingkar pada Allah, bangsa Bani Israil ini disambar petir. mereka lalu dihidupkan kembali dengan rupa yang aneh, kulitnya menjadi putih kemerah-merahan, berambut pirang dan mata menjadi biru,” Teungku Chiek membetulkan posisi duduknya dan melanjutkan.
“Bangsa Eropa menjajah dunia, membunuh suku-suku asli dan merebut pulau mereka, bahkan benua, lalu membuat pemukiman seperti yang dilakukan zionis sekarang” sambil membuka kitab,Teungku Chik menambahkan, “tapi tak bisa kita langsung mengatakan seorang itu jahat, mungkin saja dia baik, hijrah di masa dewasa, seperti Jengis Khan di awalnya memusnahkan Bagdad, tapi cucunya Timur Leng, membangun kembali peradaban Islam.”
Mark Anger Wenger mendengarkan dengan seksama. Walaupun yang dibahas itu dia tapi dia sudah pada tahap luas hatinya, dan tak memiliki emosi pada orang yang mengatainya. Dia sudah kelas delapan dan lusa akan pulang kembali ke Australia.
Kepulangan Mark Anger diantar sampai pelabuhan Gigieng. Teungku Chik Mengariskan tongkatnya dan masyarakat bersama-sama menggali irigasi baru, mengikuti garis bekas dari tanah yang tergores oleh beliau. Gampong Jambe jadi daerah yang subur sampai sekarang.
Beberapa tahun saat irigasi maju, Teungku Chik berdiri sendiri di bendungan. Seperti mendengar sesuatu dari jauh, beliau berlari dan mencari sesuatu di bawah pohon kelapa. Lalu dia mengeluarkan tongkatnya dan memukul pelepah kelapa dan tiba-tiba pelepah daun kelapa itu menjadi seekor buaya dan dia terkejut, buaya juga terkejut dan lari ke bendungan dan membenamkan diri di bendungan. Dengan adanya buaya, anak-anak tidak dikasih lagi sama orangtuanya untuk mandi di bendungan Neulop. Tapi Teungku bilang tak apa-apa, itu buaya jinak dari luar negeri, tidak menggigit anak-anak.
ilustrasi (Source)
Tahun-tahun berlalu Teungku Chik yang lanjut usia sudah tidak mengajarkan ngaji lagi, dia menghabiskan waktu dirumah dengan istrinya. Suatu saat di masa itu datanglah tamu dari Australia. Mark Anger Wenger rupanya. Dia bersama istri dan anaknya.
Keluarganya mencium tangan beliau dan dipersilahkan duduk di tikar rumah. Setelah minum beberapa teguk air, Mark Anger mencium lagi tangan Teungku Chik dan berkata dengan uraian air mata sambil juga memeluk Teungku dan bilang "Terimakasih atas jasa Teungku Chik menyelamatkan saya dari ganasnya buaya!"
Posted from my blog with SteemPress : https://riodejaksiuroe.knpipidie.or.id/buaya-teungku-chiek/
Selamat, postingan kamu mendapat vote 100% dari @hericopter, sebagai kontribusi telah memilih saya menjadi witness di rcti dan indosiar
Terimakasih Bot Heli kopter