Bismillaahirrahmanirraahiim..
Di dalam bab yang ke 23 ini menceritakan asal muasal Jejak Spirit Aceh. Yang kita pikirkan sekarang ini masih adakah suatu fungsi Spirit Aceh yang tidak lagi menghasilkan pola pemikiran dalam kehidupan kebudayaan Aceh. Jadi spirit ini tidak mampu diterjemahkan kedalam kehidupan yang realitas kehidupan masyarakat. Sehingga Spirit Aceh ini hilang begitu saja di dalam masyarakat sekitar.
Kita lihat aja realitas yang sekarang ini, ketika ada seorang anak kecil yang terkejut justru seseorang akan mengatakannya krue seumangat. Adapun jika seorang petani melakukan suatu proses menanam padi, keumirue dengan memanggil angin dengan menggunakan kata krue. Demikian pula jika seseorang yang memanggil ayam maka menggunakan kata krue-krue.
Jadi arti/makna krue itu sendiri adalah hal yang abstrak. Jadi bagi petani tersebut untuk mengacu angin. Bagi yang memberikan seumangat ketika seseorang terkejut maka di gunakan kata krue, maka kata krue memberikan kembali kekuatan untuk hidup dengan penuh semangat. Praktek ini masih berjalan pada masyarakat Aceh di dalam ruang kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dan adalagi sautu praktek yang untuk menyimbangkan antara kekuatan dari luar manusia dengan kekuatan yang ada di dalam diri manusia, hal ini merupakan praktek peusidjeuk (tepung tawar). Akan tetapi di dalam pandangan sebagian masyarakat Aceh sendiri sering dianggap suatu yang signifitas atau suatu yang aneh, karena tradisi ini berkembang sebelum Islam berkembang di Aceh.
Di Aceh ada juga suatu tradisi yang memiliki makna di dalam praktiknya, adalah tradisi meugure atau meununtut euleume di kalangan masyarakat Aceh. Dengan demikian, yang sangat disayangkan tradisi ini sudah di anggap oleh masyarkat Aceh itu sendiri adalah suatu tradisi yang old fashion. Hal ini yang membuat masyarakat Aceh itu sendiri yang dapat menghilangan suatu Jejak Spirit ke-Aceh-annya.
Wassalam..
Sort: Trending