Assalamualaikum wr, wb. Kali ini saya akan melanjutkan review buku Acehnologi karya bapak KBA volume 3 bab 24 tentang Jejak Budaya Aceh.
Dalam bab ini kita akan diajak oleh penulis untuk melacak apa saja yang mempengaruhi budaya Aceh. Ada yang menyebutkan bahwa agama Islam datang ke Aceh langsung dibawa dari Arab. Mengenai kata ACEH, kita sering mendengar definisi yang diberikan oleh orang Aceh terhadap kata tersebut, yaitu pada huruf A dipahami dengan Arab, C dengan Cina, E dengan Eropa, dan H dengan Hindia. Dan dari kata ACEH juga muncul empat agama besar, yaitu: Arab dengan Islam, Cina dengan Kong Hucu atau Tao, Eropa dengan Kristen, Hindia dengan Hindu. Pada kenyataannya sekarang Aceh dimenangkan oleh agama Islam, walaupun sampai saat ini pengaruh Cina, Kristen, dan Hindu masih dapat dijumpai di dalam masyarakat Aceh.
Di dalam membahas kebudayaan Aceh yang telah mengalami proses Arabisasi, maka harus ditelaah bagaimana keberadaan Islam sebagai produk kebudayaan dan bukan sebagai produk teologi (aqidah). Budaya merupakan makna yang muncul dari bentuk dan isi, sedangkan agama merupakan makna yang bersatu dalam bentuk dan isi budaya. Kenyataannya memanglah sulit memisahkan mana budaya yang kita alami sehari-hari, sebab dia telah bercampur dengan agama yang kita anut. Budaya merupakan hasil pemikiran manusia yang dipraktekkan di dalam kehidupan mereka.
Pada bab ini, penulis sedikit bercerita mengenai pengalamannya ketika bertemu seorang wanita yaitu mahasiswi Iran yang memberi pengakuan terhadap peradabannya dan pandangannya terhadap Islam. Dia mengaku beragama Islam, karena bagi dia di Iran, orang tidak punya pilihan lain selain menganut agama Islam. Menurut wanita itu, beberapa orang Iran yang menganut Islam masih menyembunyikan iman mereka kepada agama asli orang Iran, yaitu Zoroasther, sebuah agama yang paling tua di dunia. Pernyataan wanita ini membuat penulis tersentak, sebab yang penulis bayangkan adalah Iran merupakan negara Islam yang cukup berhasil memberikan inspirasi bagi seluruh muslim di beberapa kawasan Islam, khususnya pengaruh revolusi Iran.
Kemudian untuk mengkonfirmasi hal tersebut, penulis berjumpa lagi dengan salah satu mahasiswa keturunan Iran yang lahir di Jerman, mahasiswa itu mengatakan bahwa perasaan yang dimiliki oleh wanita tadi adalah perasaan yang amat umum, dan tidak sedikit dari mereka yang ingin kembali ke agama nenek moyang, walaupun secara lahiriah mereka beragama Islam. Fenomena ini adalah wujud ketika Islam hadir di negara mereka tidak memberikan kebebasan atau mengekang semua budaya mereka.
Jika benar bahwa sekian banyak budaya atau adat istiadat orang Aceh yang dipraktekkan sekarang adalah warisan dari budaya Iran yang bernuansa Zoroasther, maka hal yang penting adalah kita bisa menemukan piring peradaban Aceh sebagai kawasan yang cukup kosmopolitan pada zaman dahulu, dimana beberapa budaya atau peradaban dunia telah bertemu di Aceh dan bisa dikatakan sebagai alasan mengapa Aceh memiliki kekhasan secara global, dibandingkan kawasan lain di Indonesia.
Terkait dengan keturunan orang Aceh, penulis mencoba mengulas lagu yang dibawa oleh salah seorang penyanyi Aceh yaitu Rafly yang berjudul Hoka Raja Loen. Dari beberapa penggal sya’ir lagu tersebut, penulis mengatakan bahwa tampak jelas asal keturunan bangsa Aceh adalah dari tanah Persia. Sebab di dalam sejarah Aceh, selalu disebutkan nama Persia, namun jarang yang bisa menarik kembali kemana arah sejarah Aceh sebelum Masehi atau sebelum Islam datang ke Aceh. Kemudian, dari tulisan Jamuda dan Lilawangsa, penulis memastikan bahwa asal usul keturunan orang Aceh adalah dari Persia yang datang ke pulau Ruja, sebuah pulau yang kemudian diberi nama Aceh.
Ada beberapa hal yang penulis garisbawahi mengenai bagaimana konterks kebudayaan Aceh. Pertama, untuk memahami budaya Aceh, maka yang perlu dilakukan upaya dari perspektif ‘irfani yaitu apa yang dipikirkan oleh orang Aceh mengenai cara hidup mereka. Kedua, untuk melihat bagaimana proses pengaruh Islam terhadap Aceh, maka kita perlu melihat apa titik terakhir dari aspek Islam yang “berhenti” di Aceh. Ketiga, untuk melihat dunia Aceh, maka yang perlu dilakukan adalah bagaimana orang Aceh mempersepsikan diri mereka dari bagian kosmologi, artinya bagaimana orang Aceh mendefinisikan keberadaan mereka sebagai bagian dari alam semesta serta aturan apa saja yang telah mereka gunakan selama ratusan tahun untuk mempertahankan hubungan tersebut. Kemudian yang terakhir, bab ini telah memperlihatkan bagaimana proses pergeseran makna dan perilaku budaya di kalangan orang Aceh.
Cukup sekian review dari saya mengenai bab ini, masih ada bab selanjutnya yang akan saya review, semoga teman-teman semua tidak bosan membacanya, wassalamualaikum wr, wb.
Udah lon jaweub saleum gata ngon bibie lon tuan. Postingan socio yang sangat menarik terutama pengaruh zoroaster pada generalisi opini umum rakyat disana. Bicara Iran/Persia tak terlepas dari dua kutub sunni dan Syi'iy yang panjang.
Terimakasih