Assalamualaikum wr, wb. Kali ini saya akan melanjutkan review buku Acehnologi karya bapak KBA volume 3 bab 29 tentang Tradisi Kepenulisan di Aceh.
Dalam bab ini, akan disoroti bagaimana dinamika intelektual Aceh dari perspektif perbukuan. Dunia perbukuan di Aceh memang tidak begitu marak, jika dibandingkan dengan pulau Jawa. Namun gairah intelektual dan tulis menulis orang Aceh tidak dapat dikesampingkan. Satu hal yang menarik dari sarjana Aceh adalah menulis sesuatu untuk Aceh dan negara Indonesia. Terhadap Aceh, mereka cenderung menulis tentang “kegemilangan” dan “kejayaan” bangsa Aceh di dalam lintasan sejarah. Karena itu hampir semua buku tentang sejarah Aceh berisi mengenai jatuh bangun peradaban Aceh.
Tradisi hunting karya orang Aceh yang dilakukan oleh para sarjana, baik di Eropa, Asia, dan Amerika. Mereka selalu memburu karya orang Aceh dengan berbagai cara. Dapat dikatakan bahwa hasil intelektual orang Aceh ternyata kemudian telah dijadikan sebagai panggung tradisi intelektual bangsa lain. Inilah yang masih belum banyak disadari oleh orang Aceh, sehingga beberapa karya anak bangsa Aceh telah berada di negara lain.
Kemajuan berpikir orang Aceh tempoe doeloe, tidak sebanding dengan kemampuan berpikir beberapa generasi Aceh saat ini, di dalam memahami dan melestarikan hasil intelektual dan spiritual orang Aceh manakala menuangkan ide-ide mereka di atas kertas.
Aceh merupakan lumbung intelektual di Nusantara. Paling tidak, jika dilihat dari perspektif perbukuan, Aceh telah memberikan satu kontribusi yang amat penting. Para penulis Aceh sangat piawai di dalam menjelaskan perkembangan ilmu pengetahuan di negeri ini.
Hal yang mulai dikesampingkan di dalam tradisi kepenulisan mengenai Aceh adalah bukti-bukti kekuatan diplomasi orang Aceh.jika dikaitkan dengan kerajaan dan peperangan, diplomasi adalah warna lain dari penulis yang menggambarkan kemampuan orang Aceh di dalam melakukan hubungan diplomatik baik di kawasan Semenanjung Tanah Melayu maupun dengan beberapa negara besar lain seperti Turki, Inggris, dan Amerika. Karena itu, perasaan pernah berhubungan dengan negara-negara besar menyebabkan muncul pandangan bahwa memang dulu sebagai negara yang cukup disegani di dalam lintasan sejarah.
Sisi lain dari tradisi kepenulisan Aceh adalah persoalan dikhianati, baik oleh musuh maupun kawan sendiri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa penulis Aceh memunculkan beberapa duka perjuangan rakyat Aceh dikhianati oleh kawan karib atau orang terdekat. Dan tidak sedikit pula yang menganggap bahwa pemerintah pusat sering menghianati orang Aceh di dalam setiap episode sejarah pemisahan diri dari NKRI. Penghianatan itu boleh jadi dilakukan oleh pemimpin pemerintah, ketika mereka mengakali setiap permintaan rakyat Aceh. Karena itu, isu pengkhianatan merupakan hal yang sangat dominan muncul, ketika disajikan dalam bentuk narasi ketertindasan rakyat Aceh di Indonesia.
Mengenai isu terakhir yang paling sering dituangkan dalam tradisi kepenulisan mengenai Aceh adalah persoalan budaya. Inilah salah satu sumbu terakhir yang menjadi ikon mengenai ke-Aceh-an. Para penulis Aceh atau non-Aceh masih menganggap bahwa budaya Aceh memiliki kekhasan untuk secara terus-menerus dikaji dan disajikan dalam berbagai bentuk penelitian.
Dalam bab ini, penulis menggarisbawahi beberapa hal. Pertama, tradisi kepenulisan di Aceh telah memberikan kontribusi yang amat penting di dalam khazanah dan mozaik peradaban di Asia Tenggara. Hanya saja, kekayaan intelektual ini tidak mampu diwariskan pada tradisi berikutnya. Sehingga kekayaan tersebut hanya dijadikan sebagai legitimasi sejarah bahwa Aceh pernah menjadi suatu peradaban yang sangat disegani. Kedua, aktor-aktor utama di dalam pengayaan intelektual di Aceh adalah para ulama yang pernah melakukan tafakkur dan tadabbur. Karya-karya ulama Aceh tidak dapat disangkal telah memberikan spirit dan nur ilmu di nusantara. Hanya saja peran mereka di dalam dunia intelektual ini tidak dapat dicontoh secara utuh oleh generasi muda Aceh pada hari ini. Sehingga jangankan memahami konteks pemikiran ulama, generasi muda Aceh masih agak asing dengan karya-karya ulama Aceh. Ketiga, dalam studi ini ditemukan ada beberapa tema yang mendasar di dalam tradisi kepenulisan di Aceh. Tema-tema tersebut, sebagaimana dijelaskan di atas, ternyata menjadi ciri khas penulis Aceh di dalam menukilkan Aceh di dalam tinta peradaban di nusantara.
Cukup sekian review dari saya mengenai bab ini, masih ada bab selanjutnya yang akan saya review, semoga teman-teman semua tidak bosan membacanya, wassalamualaikum wr, wb.
Hari ini rata-rata mengangkat isu tentang acehnologi. Mantap lanjutkan dan ini perlu di angkat.