Aceh adalah nama satu provinsi yang terdapat di negara Indinesia pada pulau Sumatera. Ada banyak etnis dan keunikan di Aceh yang orang – orang ingin ketahui di luar sana. Mungkin orang hanya mendengarnya saja tapi tidak tahu Aceh itu dimana. Salah seorang teman yang saya kenal melalui media sosial pernah bertanya kepada saya, dimana sih sebenarnya Aceh itu ? saya sangat penasaran ingin dan ingin sekali rasanya datang kesana. Karena dari dulu saya hanya mendengar nama Aceh itu saja itupun setelah peristiwa stunami beberapa tahun silam.
Dalam hati saya merasa sangat senang, karena ternyata Aceh juga banyak penggemarnya. Tapi dari mana saya bisa menjelaskan tentang ini semua. Tapi dengan berani saya mencoba menceritakan tentang apa yang saya alami selama saya menegtahui dan saya alami sehingga saya bisa tumbuh dewasa di desa saya ini.
Yang saya ketahui dan saya nikmati selama ini saya merasa bahagia bisa di lahirkan di negri ini, karena ini tanah kelahiran saya. Kami punya keunikan tersendiri yang terkadang orang merasa jika hal itu tidak pantas mungkin. Karena saya lahirnya di desa, ya mungkin yang saya alami adalah keindahan desa. Beragam kegiatan yang dilakukan masyarakat Aceh secara bersama – sama. Meskipun dulunya daerah kami pernah di diami masa “Dhom” atau “konflik” tapi alhamdulillah sekarang ini sudah menjadi daerah yang aman dan tentram.
Karena Aceh Utara itu katanya daerah yang mayoritas penduduknya petani, maka disini saya akan sedikit menceritakan tentang kebersamaan kami dalam bertani. Sebagian besar penduduk, penghasilannya itu dari petani sawah. Bagi yang punya sawah sudah pasti tahu donk gimana. Keseruan dalam masyarakat bersawah itu tidak lepas dari makan – makanya pastinya.
Di saat kami ingin turun ke sawah itu, ada yang namanya “kenduri blang”, dimana kami saat kenduri blang itu berkumpul di suatu tempat yang telah di tetapkan, kalau di tempat kami itu kami ngumpulnya ya di sawah langsung. Dengan membawa perlengkapan untuk memasak, dari kuwali, seulungkee, kayu bakar, air dan segala macam kami membawanya ke sawah. Setiap warga yang memiliki sawah pastinya ikut merayakan semua acara kenduri itu dengan membawa seekor ayam ke sawah untuk di masak dan di makan secara bersama – sama di sawah tersebut. Disitu kami merasakan kebersamaan dan kekerabatan yang luar biasa enaknya yang tidak kami dapatkan di tempat lain. Dan tradisi ini insyaallah sudah terlaksana dari awal nenek moyang kami hingga sampai sekarang masi terlaksana.
Tidak hanya itu, tradisi orang pergi ke sawah itu masi banyak lagi yang dulu di lakukan, akan tetapi karena perkembangan zaman semakin pesat, ada beberapa tradisi juga yang kini di hilangkan, contohnya saja kenduri bu i, dulunya sering masi dilakukan, tapi sekarang sudah jarang. Dan perlahan, acara tadarus sebelum kenduri blang pun hampir tidak ada. Kalau dulunya itu tiga malam sebelum kenduri blang sudah di adakan pengajian itu di kuburan.
Dan yang enaknya lagi kalau kenduri maulid, dulu kami uda semacam kenduri besar gitu, di rumah – rumah setiap warga itu terlihat ramai sekali, karena banyak sanak saudara yang pulang. Dan suasana di menasah pun sangat garang dengan suara orang berzikir yang gemuruh. Saat pembagian nasinya juga ada nuansa kekerabatanya. Apa tidak, nasinya di ambil dari baskom besar, dan makannya juga di daun pisang tanpa pakek piring, dan makannya pun secara bersama – sama di situ ( khusus orang laki – laki tapi ) karena zaman dulu itu, para wanita jarang di kasi pergi kemenasah. Wanita itu hanya menunggu para pria yang pulang dari menasah dan membawakan nasi yang dari menasah tadi. Rasanya itu kalah jauh dari pada kita makan sendiri.
Adalagi ni kalau ada pesta pernikahan, kalau kita sekarang harus banyak uang la untuk buwat seperti itu. Pestanya aj kadang bisa sampek tujuh hari tujuh malam, beuuuhh.....malam muda mudi betulan lah ini. Para anak muda itu pria maupun wanita pesta habis la...........klo di acara preh linto baro itu ada banyak bahan yang di bawa, dari tebu, kelapa, pinang, buah – buahan, ada juga yang di khususkan untuk pengantin wanitanya juga la, pokonya selesai acara itu semua di bagikan kepada orang – orang disitu. Begitupun sebaliknya jika di acara “preh dara baro” yang di bawa adalah kue – kue khas aceh seperti dodol, meuseukat, wajeb, halua, kekarah, bhoi, dan lainnya sebagainya itu sampai ada lima belas talam besar itu isinya kue – kue semua. Kue – kue itu semuanya di berikan kepada orang – orang yang telah bekerja keras dalam menyukseskan acara itu agar yang punya rumah jug tidak merasa di permalukan dengan tamu – tamu undangan dan keluarga besan.
Dilain sisi, di desa itu ada nyang namanya gotong royong seminggu sekali atau dua minggu sekali yang sering di lakukan secara rutin di desa – desa. Yang melakukan gotong royong itu orang laki – laki semua. Sedangkan yang perempuan juga melakuka masak – masak bersama untuk mempersiapkan makanan untuk suami mereka yang nantinya pasti capek setelah gotong royong. Biasanya kaum wanita itu memasak “kuah plik”, dimana kuah plik itu adalah kuah khas aceh yang mana rasanya itu sangat lezat sekali. Setelah gotong royong itu selesai, para pria itu tidak langsung mandi, tapi hanya sekedar membersihkan diri saja lalu kemudian menyantap masakan para istri mereka secara bersama – sama. Jika kita kebali ke masa itu mungkin akan lebih indah. Sayangnya sekarang ini sudah jarang hal itu di lakukan, mungkin juga di karenakan berbagai hal yang menghambat itu semua. Tapi setidaknya saya sempat menyaksikan hal itu mungkin 2 atau 3 kali saat waktu dulu.
Mungkin Cuma itu yang bisa saya ceritakan pada teman saya itu. Dan dia langsung bilang, jika ada kemungkinan ada waktu, mungkin saat liburan mendatang di akan datang ke aceh.
Sekian cerita saya................!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Maulidiana Antropologi B
luar biasa, saya semakin tau tentang aceh.. terimakasih atas post nya
Iya sama2
Nice 👍