Aceh, semua orang pasti tau dengan Provinsi yang satu ini. Salah satu daerah yang dikenal dengan gelar Serambi Mekah. Dengan menjalankan Syariat Islam serta menetapkannya sebagai hukum khusus dalam pemerintahan Aceh membuat Aceh dikenal dengan daerah yang paling disegani dari sisi keagamaannya. Hal ini tentu berawal dari gelar yang disandangnya, yaitu Serambi Mekah.
Serambi Mekah, gelar yang penuh dengan nuansa keagamaan dan keimanan. Julukan ini tidak didapatkan dengan begitu saja. Pasti ada sebab khusus yang menghantarkan Aceh kepada nama ini. Hal ini tentu berawal dari proses sejarah dan prestasi yang di capai oleh orang Aceh pada masa lalu. Menurut sejarawan pada Abad ke-15, Aceh dijuluki sebagai Serambi Mekah karena ada beberapa sebab, diantaranya ialah;
- Perkembangan islam yang sangat cepat ke seluruh nusantara dan sekitarnya berawal dari Aceh. Dengan kata lain Aceh merupakan daerah perdana Islam di Nusantara.
- Dari segi ilmu pengetahuan, Aceh pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan di Nusantara. Ini pastinya didukung dengan hadirnya Universitas Baiturrahman. Dari berbagai penjuru dunia yang dating menuntut ilmu di Aceh.
- Adanya pengakuan dari Syarif Makkah yang menyatakan Kerajaan Aceh sebagai pelindung kerajaan Islam lainnya di Nusantara.
- Aceh pernah menjadi pangkalan Haji untuk seluruh muslim nusantara yang berhaji ke Makkah dengan kapal laut.
- Aceh memiliki kesamaan dengan Makkah. Masyarakatnya yang muslim serta bermazhab Syafi’i, dan banyak kesamaan lainnya yang semua itu bersentuhan dengan Islam secara total.
Selain itu, mengenai gelar serambi Mekah ini ada juga pernyataan bahwa di dapatkan dari proses sejarah. Berawal dari Syehk Ismail seorang penjaga makam Nabi Muhammad yang mendapatkan pesan dari Nabi dari dalam mimpinya. Dari mimpinya tersebut ia mendapatkan perintah untuk mencari manusia yang bisa membaca dan memaknai surat yang ada didalam Kakbah.
Singkat cerita, Syehk Ismail pun melakukan perintah mulia tersebut. Dalam kurun waktu puluhan tahun ia belum menemukan seorangpun yang bisa membaca isi surat tersebut hingga akhirnya sampailah pertemuannya dengan seorang pemuda yang bisa melakukannya di dekat perairan selat malaka yang masih dalam kekuasaan kerajaan Aceh. Dan pemuda tersebut ialah Meurah Sileu atau Maulana Malik Ibrahim yang lebih kenal lagi dengan nama Malikussaleh.
Sebagai daerah yang digelari serambi mekah, dalam perihal masalah Agama Aceh sangat tegas. Ini terjadi karena adanya dukungan dari Pemberian Keistimewaan bagi Aceh dalam otonomi khusus mengenai pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Seperti pemberlakukan hukum Jinayat misalnya. Qanun Jinayat atau perda yang mengatur pidana Islam ini disahkan pada 27 September 2014. Aceh dengan dipayungi Qanun sebagai dasar hukum dapat melaksanakannya.
Walaupun pada awalnya qanun ini dipermasalahkan berbagai kalangan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) karena dinilai bertentangan dengan prinsip hukum modern, dan sangat menyudutkan perempuan. Akan tetapi qanun ini tetap bisa dilaksanakan. Karena menjaga harkat dan martabat manusia merupakan substansi dari qanun jinayat ini. Selain itu juga untuk memproteksi dan melindungi masyarakat Aceh agar tidak lagi berbuat maksiat kepada Allah.
Ini merupakan salah satu keistimewaan yang didapatkan oleh daerah Aceh. Identitas keagamaan melalui pelaksanaan syariat Islam di Aceh sampai saat ini masih dikenal tegas oleh masyarakat diluar provinsi Aceh.
Selain pemberlakuan hukum jinayat, upaya lain juga dilakukan oleh pemerintah Provinsi Aceh untuk merawat kekentalan akan syariat Islam yang ada di Aceh. Seperti baru-baru ini mengenai perayaan tahun baru 2018 masehi. Khusus di daerah Aceh yang menerapkan kaidah hukum Islam terdapat larangan khusus untuk melakukannya. Aturan dikeluarkan oleh pihak Pemerintah Aceh atau Qanun (Perda) agar seluruh masyarakat Aceh tidak melakukan kegiatan apapun dalam rangka merayakan tahun baru.
Terlepas dari itu, mengenai identitas masyarakatnya, Aceh terdiri dari beberapa suku/etnis. Beberapa suku diantaranya ialah Aceh (sebagai mayoritasnya), Tamiang, Alas , Aneuk Jamee, Aneuk Laot, Gayo, dan Simeulue. Kemudian dari masing-masing suku tersebut memiliki bahasa masing-masing. Keadaan ini membuat Aceh termasuk salah satu daerah yang memiliki bahasa terbanyak di pulau Sumatera.
Berdasarkan pengelompokan wilayahnya, bahasa Aceh dituturkan oleh Etnis Aceh yang berada di wilayah Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, sebagian besar Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Aceh Barat Daya, sebagian wilayah Aceh Selatan dan Aceh Tamiang. Dari sejumlah kawasan tersebut, dalam penuturan bahasa Aceh juga terdapat perbedaan dalam dialegnya.
Selain bahasa Aceh, masyarakat Aceh juga menggunakan bahasa lainnya sesuai etnisnya masing-masing. Diantara bahasa yang juga digunakan itu ialah Bahasa Aneuk Jamee, Bahasa Kluet, Bahasa Alas, Bahasa Gayo, Bahasa Haloban, Bahasa Devayan, Bahasa Simeulue, dan Bahasa Tamiang.
Didaerah yang terdapat keberagaman suku dan bahasa, penetapan bahasa Aceh sebagai bahasa pemersatu terkadang juga menjadi suatu permasalahan. Sebagaimana yang terjadi pada saat perlombaan hymne Aceh 31 Oktober 2017. Himne Aceh. Peraturannya yang tertuang dalam peraturan UU NO.11 tahun 2006, menentukan harus menggunakan bahasa Aceh menjadi sorotan bagi masyarakat suku lain di Aceh. Kemudian disetujuinya (disahkan) hymne Aceh oleh DPRA menimbulkan polemik di kalangan masyarakat yang mayoritas bukan suku Aceh. Ini dianggap telah mendeskriminasi suku lain yang bukan suku Aceh. Ditakutkan akan terjadinya konflik antar suku dan rasis yang terus merajalela di provinsi Aceh itu sendiri.
Inilah sedikit gambaran tentang Provinsi Aceh. Dimana daerah ini salah satu yang memilki beberapa Suku dan juga Bahasa. Namun jika dilihat dari sisi keagamaannya, Aceh dikenal dengan penerapan syariat Islam didalam menajalankan pemerintahannya. Ini dapat dilihat dari adanya Qanun tentang hukum Jinayat.
@muliadi.ms97
Muliadi (150230023)
Antropologi A.
this is a very good article, wait for the next article👍😊