Abadikini.com, ACEH – Soal rencana pengelolaan tanah wakaf Aceh di Mekah yang akan dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) rupanya mendapatkan penentangan dari sejumlah masyarakat Aceh. Menanggapi akan permasalahan tersebut, melalui bantuan Zulmahdi Hasan Sekretaris DPW PBB Aceh, Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra menyatakan siap membantu masyarakat Aceh.
Berikut pernyataan Prof Yusril Ihza Mahendra.
“Kalau itu merupakan tanah wakaf yang diserahkan oleh muwaqif dengan niat yang dilafazkan untuk kepentingan orang Aceh, dan sepanjang keberadaannya tanah tersebut dikelola oleh nazir yang telah berganti generasi namun tetap dimanfaatkan untuk tujuan semula, maka menurut pendapat saya niat asal dari muwakif tetaplah harus berlaku. Artinya kemanfaatan tanah tersebut tetaplah untuk kepentingan orang Aceh yang menunaikan ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya.
Keberadaan masyarakat Aceh dapat digolongkan sebagai kesatuan masyarakat adat yang hingga kini keberadaannya masih ada sebagaimana dimaksud oleh UUD 1945.
Saya sekarang sedang berada di Papua Barat. Jika ada waktu yang cukup, saya akan bahas masalah wakaf ini agak mendalam, baik dari sudut hukum Islam maupun dari sudut hukum Indonesia. Saya siap membantu masyarakat Aceh menyelesaikan masalah ini, sebagaimana di waktu yang lalu saya tidak pernah absen membantu masyarakat Aceh sebagai amanat langsung Alm Tengku Daud Beureueh kepada saya, dan juga amanat guru saya Alm Prof Osman Raliby” tutur Yusril.
Pada waktu wakaf diikrarkan, kesultanan Aceh masih eksis, kemudian runtuh akibat perang dengan Belanda. RI kemudian berdiri dan wilayah Aceh menjadi bagian dari wilayah RI. Pergantian kekuasaan politik di Aceh, dalam pandangan saya, tidaklah menggugurkan niat dan ikrar muwakif semenjak awal bahwa tanah yang diwakafkan adalah untuk kepentingan orang Aceh, terlepas dari kekuatan politik mana yang berkuasa di Aceh.
Keberadaan masyarakat Aceh sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang masih eksis, dituangkan dengan jelas baik dalam UU Tentang Nanggroe Aceh Darussalam maupun dalam UU Pemerintahan Aceh yang berlaku sekarang. Inilah dasar keberadaan Wali Nangroe yang menjadi simbol adat dan budaya Aceh.