REMAJA putra dan putri berpakaian hitam yang dikombinasi dengan warna orange menarikan watang lae dalam Festival Budaya Kepulauan Banyak, Aceh Singkil, Minggu (24/7) malam. Lenggak-lenggok mereka menyedot perhatian penonton. Tarian ini terilhami dari kisah nyata, kisah seorang pencari lokan (kerang sungai) yang mati dimangsa buaya di Sungai Singkil.
Penonton ikut semangat manakala penari dari Sanggar Sekata Sepekat itu menghentak saat menarikan fragmen akhir watang lae. Namun, suasana seketika berubah larut dalam duka saat menjelang tarian akhir, jumlah penari angkat jenazah korban yang dimangsa buaya.
Mayoritas penonton wajar sedih karena lakon miris yang dimainkan para penari itu, kejadian yang sebenarnya masih melekat di ingatan warga. Hampir setiap tahun dalam lima tahun terakhir ada saja warga Aceh Singkil yang dimangsa buaya, ketinggalan saat menyelam lokan atau cuci di pinggir sungai.
Hingga saat ini tak kurang 3.000 ekor buaya dewasa dan anak ayam sungai Singkil (Lae Souraya) sebagai sungai terpanjang di Aceh. Ini ancaman nyata bagi penyelam atau orang yang mandi-mandi di sungai.