BALADA SUMARAH : Deskriminasi Terhadap Perempuan

in #art7 years ago

Saat lampu perlahan hidup, terlihat seorang wanita yang tertunduk duduk di atas sebuah kursi dengan wajah dingin dan beku. Wanita tersebut adalah Sumarah yang tengah berada di persidangan Arab Saudi. Sumarah tengah di sidang atas tuduhan pembunuhan terhadap majikannya. Sumarah adalah seorang tenaga kerja wanita Indonesia (TKW) yang sebentar lagi akan di jatuhi hukuman mati.
“Segala ancaman hukum, vonis mati, saya terima tanpa pembelaan, banding atau apalah namanya”.
Pertunjukan monolog persembahan Mahasiswa Jurusan Sendratasik, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi pada 29 Maret 2018 pukul 20.00 WIB di Teater Arena Mursal Esten Institut Seni Indonesia Padangpanjang dengan naskah Balada Sumarah karya Tenterm Lestari yang di sutradarai oleh Puji Puspita Ningrum ini mendapat apresiasi yang cukup baik oleh publik dengan penuh nya gedung pertunjukan oleh penonton pada malam itu. Pertunjukan monolog ini di bantu dengan instrumen musik, dengan pemusiknya adalah Alvina Rhea, didukung oleh artistik dengan penata nya adalah Ratumas Fitri Wulandari. Pertunjukan ini di bimbing oleh Fitri Noveri,S.sn,. M,Sn dan Sarastomi Hanafiah sebagai pemain yaitu Sumarah . Pertunjukan ini berlangsung sekitar 50 menit dan dapat terselenggara berkat kerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi Seni Teater Institut Seni Indonesia Padangpanjang.
Pertunjukan “Balada Sumarah ” menyajikan kesengsaraan sebuah keluarga yang terpaksa harus kehilangan kepala keluarganya yang diciduk oleh aparat karena di anggap terkait dengan PKI. Sumarah merupakan tokoh sentral dalam naskah yang di tulis oleh seniman yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah ini. Pertunjukan ini merepresentasikan perjuangan hidup seorang perempuan Jawa yang harus menanggung dosa turunan dan mengalami berbagai deskriminasi. Dalam pertunjukan ini diceritakan bahwa ayah dari tokoh Sumarah dituduh sebagai tokoh PKI. Hal itu membuat tokoh Sumarah di kucilkan oleh lingkungan dan kesulitan untuk mencari pekerjaan. Dalam pertunjukan ini tokoh Sumarah selalu mengalami pencekalan di saat melamar pekerjaan, terutama ketika melamar menjadi PNS. Sumarah gagal mendapatkan Surat Bebas dari Ormas Terlarang dari kelurahan sebagai syarat untuk melamar menjadi PNS karena status sosialnya sebagai keturunan PKI. Tokoh Sumarah berada dalam posisi yang termaginal, sehingga mau tidak mau harus rela menerima keadaan tersebut, termaginal dan terampas hak nya kerana tokoh Sumarah tidak mempunyai kekuasaan. Tokoh Sumarah tidak diberi hak untuk mendapatkan keadilan dan mempertanyakan sebuah keadilan. Pada saat tokoh Sumirah masih sekolah Madrasah, ia dideskriminasi, dihina, dicela dan di jelekkan. Status bahwa Tokoh Sumirah merupakan keturunan antek PKI dan di sisihkan dari lingkungan berdampak pada kemiskinan yang berakibatkan tokoh Sumirah harus putus sekolah. Tokoh Sumarah dipinggirkan (termarginal) yang membuat tokoh Sumarah pasrah dan tidak dapat berkata apa-apa. Segala bentuk opresi yang dialami tokoh Sumarah membuat nya kecewa menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), sehingga tokoh Sumarah memutuskan untuk menjadi TKW ke Arab Saudi. Ia berharap untuk dapat merubah nasibnya yang suram, namun kenyataan tidak sesuai dengan harapan tokoh Sumarah . Di Arab Saudi tokoh Sumarah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari majikannya, tokoh Sumarah di caci, di hina, di pukul bahkan diperkosa oleh majikannya. Tokoh Sumarah sudah muak dengan perlakuan orang terhadapnya, ketika di Indonesia tokoh Sumarah seakan tidak di anggap, ketika sudah menjadi TKW di Arab Saudi ia selalu disalhkan meskipun tidak melakukan kesalahan sehingga tokoh Sumarah memberanikan diri untuk mengangkat tangan dan meraih pisau yang ia hunuskan ke jantung hati majikannya. Semua nya ia bunuh meskipun tokoh Sumarah mengetahui bahwa ia akan dipenjara akibat perlakuannya itu. Ia bertekat membuat salah yang sebenarnya karena selama ini selalu disalahkan meskipun ia tidak salah.
Dalam pertunjukan monolog ini jelas terlihat bahwa tokoh Sumarah mengalami kekerasan baik itu fisik maupun psikis. Disaat tokoh Sumarah menjadi babu, ketika ia tertidur dan lelah, kelalaian tokoh Sumarah mendapat cacian dan pukulan dari majikannya. Jelas terlihat bahwa tokoh Sumarah dideskriminasi akibat kekuasaan antara majikan dan pembantu. Tokoh Sumarah yang merupakan pembantu yang diwajibkan untuk melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga yang biasanya dilakukan oleh perempuan. Dan disini artinya telah terjadi penindasan antara perempuan ke perempuan lainnya. Tokoh Sumarah bekerja dari subuh hingga larut malam, dan juga melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki seperti memanjat genteng.
Hal yang sangat mencuri perhatian penulis dengan pertunjukan monolog yang dilakoni oleh Sarastomi Hanafiah ini adalah pertunjukan dengan minimalis setting, di koordinasi oleh para perempuan dan panggung akan dapat sangat dikuasi oleh segi akting. Sarastomi sangat berani memilih naskah Balada Sumarah karya Tenterm Lestari yang merupakan naskah yang panjang dan kekuatan pertunjukannya pada kata-kata. Sarastomi cukup di apresiasi karena memainkan naskha yangmana tokoh memiliki kompleksitas konflik baik dari segi psikis dan sosial. Sarastomi memerankan tokoh Sumarah yang terbilang rumit ini dengan cukup luwes dan dapat menarik perhatian penonton.
Ada sedikit catatan kecil dari penulis mengenai pertunjukan monolog tersebut. Dalam pilihan intrument musik, sutradara kurang memperhatikan suasana dalam naskah untuk dapat membangun dramatik pertunjukan. Musik yang dihadirkan kurang mengangkat permainan dari Sarastomi. Set minimalis yang merupakan sebuah bangku di atas panggung juga kurang tereksplorasi penuh oleh pemeran sehingga set tersebut terkesan di abaikan. Dengan set yang minimalis seharusnya Sarastomi sebagai Tokoh Sumarah dapat untuk lebih mengasai panggung agar permainan lebih menarik.
Balada Sumarah Merupakan Deskriminasi Terhadap Perempuan
Balada Sumarah merupakan deskriminasi terhadap perempuan yang ada di Indonesia. Sebagai warga negara Indonesi (WNI) tokoh Sumarah telah dideskrimasi oleh lingkungannya, dan ketika tokoh Sumarah bekerja menjadi TKW ke Arab Saudi, ia kembali mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Naskah Monolog karya Tenterm Lestari ini memiliki makna yang sangat mendalam dan hingga saat ini konflik-konflik yang ada dalam naskah Balada Sumarah masih saja terjadi di Indonesia. Hal ini kembali mengingatkan kita betapa pahit getirnya TKW Indonesia diperlakukan tidak manusiawi di negeri orang dan juga kembali menyadarkan kita bahwa dekriminasi terhadap individu atau kelompok akan berdampak besar terhadap individu atau kelompok tersebut, terutama perempuan. Pada era yang sudah modren ini perempuan masih saja di kesampingkan oleh kaum patriakri. Perempuan seringkali mendapat perlakuan tidak adil hanya karena mereka adalah perempuan. Perempuan seringkali di anggap makhluk lemah dan tidak berdaya sehingga kaum patrarki dengan gamblangnya memperlakukan perempuan dengan tindakan yang tidak manusiawi. Dalam lingkungan kita yang patriarkis, kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi. Mulai dari kekerasan verbal maupun kekerasan fisik. Hal yang sangat kontekstual dengan dunia kita hari ini, begitu tidak berdayanya perempuan di hadapan laki-laki yang sering berlaku kasar terhadapnya. Ketidakberdayaan dan kekuasaan akan sangat mempengaruhi deskriminasi terhadap perempuan. Relasi patriarki pun seringkali menghasilkan ketidak seimbangan terhadap perempuan.
20180329_202845[1].jpg20180329_202845[1].jpg

Sort:  

Oh balada Sumarah😭

Sering aku menyaksikan adik-adik mahasiswa membawakan Balada Sumarah untuk seleksi Peksiminas. Sayangnya pendalaman karakter yang kurang dieksplorasi membuat banyak penampilan itu pada akhirnya hanya menjadi semacam show pose-pose gesturikal saja yang dicoba dihidupkan dengan musik.
Boleh tulisan ini dibaca oleh adik-adik mahasiswa itu, agar bisa jadi bekal mereka mengenal lebih dalam sosok Sumarah.
Salam kenal, ya dan sudah aku follow.

Waaah... terimakasih tanggapannya bapak... mohon bimbingannya karena masih baru bljr pak....@emongnovaostia