Bagi petani garam tradisional di Desa Tanoh Anoe Kecamatan Jangka, Bireuen harga bibit garam sangat berpengaruh untuk pendapatan yang mereke peroleh.
Yusniar (35) dengan kedua tangangnya berusaha memasukan garam ke dalam kantong plastic ukuran 1 Kg, dari raut wajah yang di pancarkannya perempuan janda ini terlihat ia begitu lelah. Maklum keseharian dirinya untuk mencukupi kebutuhan hidup untuk tiga anaknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar perempuan berkulit hitam manis ini terpaksa harus bermain api untuk memasak garam di tempat pengolahan garam miliknya di Desa Tanoh Anoe Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen.
Sekilas potret yang terlihat, Minggu,(21/1/2018) ketika saya mengunjungi tempat pembuatan garam di Desa Tanoh Anoe Kecamatan Jangka. Desa ini tak jauh dari tempat tinggal Gubernur Aceh terpilih Irwandi Yusuf dari Desa Cot Bada Kecamatan Peusangan jaraknya hanya sekitar lebih kurang 8 km.
Yusniar sedikit berbagi kisah tentang proses pembuatan garam, mulai biaya modal sampai biaya keutungan yang didapat yang sudah mulai ia lakukan sejak belasan tahun.
Pekerjaan ini ia lakukan merupakan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, tak hanya Yusniar, hampir semua warga Desa Tanoh Anoe melakukan pekerjaan membuat garam.
Diakibatkan harga penjualan bibit garam yang mahal, hasil yang dapatkan petani garam ini tak sebahagian seperti tahun-tahun sebelumnya.
Proses pembuatan garam yang sudah ia geluti untuk sekarang ini untuk hasil keuntunganya tak lagi sebahagian yang didapatkan dulu. Memasuki tahun 2017 ini akibat mahalnya pembelian bibit dalam sekali memasak Garam petani garam hanya mendapatkan keutungan 18-20 ribu.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://lintasgayo.co/2017/04/11/ketika-harga-bibit-tak-lagi-berpihak-pada-petani-garam
Hahahha..indeed interesting about this cheetah