Alhasil di dekat stasiun itu --di pinggir jalan-- berdiri satu dua gerobak 'penggalas' (air) tebu giling. Dua-duanya mempunyai merek yang sama. Sepertinya pemiliknya orang yang sama.
Beberapa hari kemudian, gerobak itu bertambah. Jadi empat. Minggu depannya, jadi lima. Minggu depannya lagi jadi enam, delapan, dan sepuluh. Dengan merek yang sama. Kurang tahu, apakah yang punya itu juga, atau berbeda orang. Yang pasti, di pinggir jalan --dekat stasiun itu-- sudah dipenuhi pedagang (air) tebu giling.
Jalan yang sudah macet karena banyak bus luar kota yang menunggu penumpang, juga angkot dalam kota yang menurunkan penumpang, jadi tambah krodit, dengan pedagang kaki lima di pinggir jalan itu.
Kutar bertanya-tanya dalam hati, apakah 'mendirikan' gerobak di situ membayar? Kalau iya membayar, membayarnya pada siapa? Tetapi kalau pun tidak membayar, apa ada izin 'mendirikan' gerobak di situ?
Belum selesai tanya-tanya Kutar, gerobak-gerobak itu kelihatan seperti bergerak. Gerobak sepuluh bergerak ke gerobak satu. Gerobak sembilan bergerak ke samping gerobak sepuluh. Gerobak lapan ke gerobak sembilan. Begitu terus. Saling dulu mendahului ke arah selatan, arah pusat kota. Sepertinya menyongsong pembeli dari arah pusat kota.
Berhari-hari terjadi 'keributan' macam begitu. Dahulu mendahului. Salip menyalip. Sehingga mereka lupa tugas utama mereka, yaitu jualan (air) tebu giling. Mereka bersaing dengan keras. Tak lagi melayani pembeli. Tapi sikut menyikut siapa yang lebih dulu ke kota.
Ya, begitulah kita sekarang ini, sibuk bersaing sesama kita. Berapa banyak kita yang terjebak seperti itu? (Pikir Kutar).@eds
Congratulations @edsoemanto! You received a personal award!
Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!
Click here to view your Board
Congratulations @edsoemanto! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!