oleh Tgk Usman Husein
Prioritas Utama Kurikulum Pendidikan Islam adalah Menghafal Al-Qur’an: Membaca dan menghafal Al-Qur’an adalah prioritas utama pada semua lembaga pendidikan tingkat Dasar di wilayah Islam di abad kemajuan Islam. Kemampuan menghafal Kitab suci mendapat perhatian besar dalam kurikulum pendidikan Dasar pada semua lembaga pendidikan zaman kekhalifahan Islam seperti di Irak, Yaman, Syria, Afrika dan Andalusia. Ulama dahulu sangat menyadari bahwa semua ilmu dalam Islam harus berawal dari menghafal Al-Qur’an serta memahami kaidah membaca serta menguasai seluruh ilmunya. Penekanan ini cukup beralasan, karena dasar paling asasi adalah jika seseorang tersalah membaca satu huruf saja dari kata dalam Al-Fatihah di dalam shalat maka shalatnya itu tidak shah. Jika ada orang tidak mampu membaca al-Fatihah sementara dia memiliki kesempatan waktu untuk mempelajari surat ini dengan benar, maka hukumnya wajib baginya mempelajari surat ini dengan benar sebelum dia mendidrikan shalat. Namun pesan ulama demikian nampak telah kita kesampingkan, sehingga nampak bacaan Al-Qur’an imam dalam shalat bertaburan salahnya. Jika ada teungku yang mengajarkan untuk memperbaiki bacaan shalat, maka pengajiannya akan bangkrut, alias tidak ada yang mau ikut karena takut dilatih membaca doa‘ dan Al-Qur’an yang benar.
Ini adalah hal yang cukup fatal yang kita telah tidak menghiraukan lagi, padahal muslim dituntut ketika berbicara dengan Allah dalam shalat, yaitu memanjatkan doa‘ serta membaca kalamNya harus melafadzkan huruf dan kata yang benar sekaligus jika mampu harus mentadabbur makna yang dibaca agar terwujud khusyu‘ yang hakiki.
Sementara Al-Qur’an pada tingkat tinggi tidak semata hanya diharapkan untuk dibaca sebagai bahan ibadah melewati malam Jum‘at dengan surat-surat yang telah ditentukan. Sebab, jika muslim memahami maksud pesan ayat dan dapat disampaikan ke pihak lain dengan benar, maka akan terpatri dalam dada dan jiwanya tawhid yang benar dan kukuh. Karena dengan pemahaman demikian dia mengenal Allah sebagai Rabbnya (Pencipta, Pengatur dan Pelindung) sebagai Ilahnya (hanya padaNya saja diperhambakan diri), mengenal Dzat (yang tidak dapat ditanggapi oleh kecerdasan akal manusia), sifat dan AsmaNya yang indah (yang tidak sama dengan makhluk) serta memahami kehalusan pesan kandungan dari kata-kata Al-Qur’an yang kadang tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa manusia.
Memahami Al-Qur’an baik untuk membaca atau memahami makna harus ditunjang oleh pengetahuan sejumlah ilmu, seperti ilmu al-Ashwat, Ushul al-Lughah, ilmu Rasam al-Qur’an, ilmu Tajwid, ilmu al-Nahwu, al-Sharf, al-Bayan, al-Ma ‘aniy, al-Badi‘, Ilmu Tafsir, ‘Ulum al-hadits, ilmu Al-Qira’at, dan lain-lain sebagainya. Maka jika ada pendapat bahwa belajar Al-Qur’an merupakan kurikulum pelajaran dasar saja sehingga tidak perlu lagi dipelajari pada tinggat tinggi adalah sebuah pendapat yang kurang tepat, karena untuk mengenal shifatul huruf saja sangat diperlukan pada kehalusan pemahaman dan latihan yang cukup lama pula, demikian pula dengan ketentuan-ketentuan yang lain, seperti ada huruf yang tidak dipanjangkan, atau sebaliknya dipanjangkan tanpa ada tanda mad, huruf-huruf yang tidak dibaca tap terulis dan bermacam penjelasan detil lainnya yang tidak bias kita sebutkan di sini. Barangkali kita akan banyak tersalah jika membaca Kitab suci ini dari Al-Qur’an yang bukan cetakan Indonesia.