Seperti biasa, aku ditemani sang sepupu ku (Wanza) pergi ke event Pka. Kami berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Kalau di Aceh, sepeda motor sering di panggil dengan nama Honda, meskipun sepeda motor tersebut pabrikan Yamaha, kebanyakan orang Aceh tetap memanggil nya dengan sebutan Honda. Ya mungkin karena sudah biasa kali ya.
Pka (Pekan Kebudayaan Aceh) pertama kali di laksanakan pada tahun 1968 yaitu pada masa pemerintahan bapak Ali Hasjmy. Sesuai dengan namanya, event ini memperlihatkan semua tentang Aceh, tentang budayanya, sejarahnya, kebiasaan penduduknya, tariannya, kulinernya dan masih banyak lagi. Disini, tiap-tiap kabupaten/kota di Aceh mendapat satu stand, dan disitulah mereka memamerkan budaya mereka.
Meskipun di malam hari, orang-orang disini sangat ramai. Ada yang berjualan, melihat stand-stand ditiap-tiap kabupaten, ada yang sedang nongkrong, mencari hiburan dan masih banyak lagi.
Cuaca sangat bersahabat di malam ini, aku sangat senang karena hujan tidak turun. Langkah kaki ku tertuju pada satu pertunjukan kaki lima. Panggil saja dia si "Bujangan". Aku tertarik dengan apa yang dilakukan oleh bujangan itu, soalnya dia duduk tidak memakai kursi, semua orang terheran-heran melihat nya. “Ini beneran atau bukan ya?” Mungkin hati kecil mereka berkata demikian. Begitu juga dengan ku, aku terus memikirkan kenapa si bujangan bisa melakukan trick seperti ini.
Si bujangan tampak enjoy menikmati duduk melayang tanpa kursi. Dengan wajah yang dihiasi warna putih, baju putih, topi putih, ups bukan putih, sepertinya itu warna perak yang agak sedikit hitam. Sudahlah, aku tidak punya banyak waktu untuk melongo di depannya. “Cap jempol untuk si bujangan”.
Dengan meninggalkan si Bujangan, langkah kaki ku tertuju pada stand-stand kabupaten. Disini sangat menarik, dari sekian stand yang aku kunjungi, aku melihat sangat banyak sekali hal-hal unik, misalnya: Senjata yang digunakan oleh penduduk Aceh untuk berperang, batu akik, kamar pengantin, uang jaman, dan masih banyak lagi tentang Aceh.
Stand yang di desain permanen seperti rumah Aceh, membuat acara ini lebih kental dengan budayanya. Bukan hanya tentang stand. Di Pka ini juga diadakan acara pentas seni. Pentas yang menarik perhatianku.
Kenapa? Karena sekelompok anak gadis itu menari dengan sangat antusiasnya. Mereka menari dan juga menyanyi dengan mengikuti suara gendangan Rapai. Gerakan mereka sangat kompak, suara teriakan mereka sangat lantang, ditambah dengan hiasan lampu LED dan kepulan asap dari atas panggung, semakin membuat pertunjukan ini terlihat hebat.
Ya, event ini sangat unik, disini aku mengetahui hal yang belum pernah aku lihat sebelumnya tentang Aceh. Tentang Al-Qur’an yang berusia ratusan tahun, tentang kabupaten Nagan Raya yang telah mendapatkan record muri sebagai pemilik Al-Qur'an kuno terbanyak, tentang corak khas gayo yang sangat indah, dan masih sangat banyak sekali.
Yuk sempatkan waktu kalian buat datang ke acara ini, acara ini diadakan sampai dengan tanggal 15 Agustus 2018. Visit Aceh.
Event ini di adakan setiap 4 tahun sekali. Dulu, ketika aku masih duduk di bangku Smp, aku juga pernah pergi ke acara ini. Hal yang tidak pernah bisa kulupakan adalah ketika dimana mobil kami di beri garis "Police line do not cross" oleh polisi setempat, karena ayah ku salah memarkir mobil.
Ini bukan salah ayah ku, ini salah tukang parkir gadungan yang menyamar sebagai petugas parkir. Tentunya kasus ini tidak di perpanjang. Petugas dari kepolisian langsung melepaskan garis kuning itu serta membiarkan kami pergi setelah mengetahui kejadian yang sebenarnya.