Kebencian ibarat PACMAN, melahap segalanya.
COBALAH MENGURANGI KEBENCIAN SEDIKIT KAWAN
Jika kebencian telah menguasai diri maka apapun yang dilakukan oleh yang dibenci akan terasa salah. Demi memuaskan hasrat, sejarah dan kitab suci dikutik dan dikutip lagi, supaya kebencian menjadi lebih sah, agar dendam menjadi suci. Kebohongan direproduksi berulang kali dengan tema yang sama. Kebencian membuat manusia membuat masa lalu (yang telah diolah) sebagai pembenaran masa kini, termasuk membenarkan ketidak-adilnya.
Fenomena ini sudah Abu lihat dan pikir lama, ilmu mantiq, a.k.a dialeksis yang pas-pasan milik Abu tak mampu menjangkau. Abu mengingat Albert Einstein pernah berkata, “adalah sebuah kebodohan untuk melakukan hal yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda.” Maka tentang hal ini tidak Abu pikirkan lagi, jenius kan Abu. Mungkin pada level ini Abu merasa menyamai Einstein.
Tapi fenomena ini semakin menganggu, ketika batas waktu pemilihan menjadi semakin dekat. Brutal pokoknya dah. Kemudian Abu ingat, ketika nalar rasional tidak mampu menjangkau maka harus ada pendekatan lain. Tapi apa itu? Jika abang Albert Einstein saja teorinya seolah menentang Abu?
Meski sama tingkat kejeniusan Abu dan Einstein ada satu perbedaan personal antara kami berdua. Betul, dia beragama Yahudi dan Abu beragama Islam. No hard feeling bro, ini bukan masalah SARA ya, apalagi SARA AZHARI. Ada satu pendekatan lagi dalam pemahaman Abu sebagai muslim, pendekatan sufisme, itu abang Einsten pasti tidak tahu. Dan Abu punya orang yang tepat untuk ditanyai masalah ini. Tengku Salek Pungo, pasti dia tahu jawabannya. Kenapa baru terpikirkan sekarang. Maka bergegaslah Abu menuju ke rumah beliau, sepulang kantor.
Ketika Abu datang si doi sedang leyeh-leyeh membaca koran menggunakan singlet legendaris cap Swan Brand, tanpa ba-bi-bu. Langsung Abu beri salam dan dijawab sopan sekali.
Sesaat kemudian ia langsung menyentil, “kemana saja? Dinas ke Jakarta? Sudah lama tidak kelihatan batang hidungmu?”
“Batang hidung? Macam cerita Siti Nurbaya saja Tengku? Kebetulan saya selama ini di kantor kelelahan, banyak kerjaan jadi jarang bergaul.” Alibi Abu, padahal sebenarnya lupa.
“Iya tidak perlu bergaul terlalu, nanti jadi begajul. Tapi main-mainlah kemari sekali-kali, jangan tidak sama sekali. Untung saya tahu bagaimana logika pikirmu, kalau orang lain nanti dipikirnya kamu kurang-kurangi kawan.” TSP angguk percaya, sambil minta “agak sering” dikunjungi.
“Siap Tengku!”
“Jadi apa yang bisa saya bantu Abu?” Langsung menembak.
“Jadi begini Tengku, saya sedang bingung antara dua pilihan. Memang memilih antara dua itu sulit, jika dibandingkan pilihan itu banyak.”
“Memilih 2, atau banyak itu sama. Kalau mau dibawa sulit ya sulit, tapi dibawa mudah ya mudahlah.” TSP tertawa sampai gusinya kelihatan. “Coba ceritakan bagaimana kondisinya?” Wajahnya serius.
Abu berpikir lama, mengingat perumpamaan yang telah disusun sebelumnya. “Jadi begini Tengku. Ada dua orang manusia, yang pertama rajin sekali ibadahnya, namun sombong, angkuh dan selalu merasa suci.”
Abu diam sebentar, “lalu yang kedua sangat jarang ibadah, namun akhlaknya begitu mulia, rendah hati, santun, lembut dan cinta dgn sesama. Jadi saya ingin bertanya kepada Tengku, yang manakah yang lebih baik?”
Lalu TSP menjawab, “keduanya baik!”
Kali ini Abu kebingungan, TSP tersenyum, menjelaskan. “Boleh jadi suatu saat si ahli ibadah yang sombong menemukan kesadaran tentang akhlaknya yang buruk dan dia bertaubat lalu ia akan menjadi pribadi yg baik lahir dan batinnya. Dan yang kedua bisa jadi sebab kebaikan hatinya, Allah S.W.T akan menurunkan hidayah lalu ia menjadi ahli ibadah yang juga memiliki kebaikan lahir dan batin.”
“Lalu siapa yang tidak baik kalau begitu?” Protes Abu.
“Kamu!” Wajah TSP serius, kemudian ia tertawa senang. "Yang tidak baik adalah kita, orang ketiga yang selalu mampu menilai orang lain, namun lalai dari menilai diri sendiri".
Abu diam dan angguk-angguk, “tapi jika harus memilih yang mana cocok Tengku?”
“Itu keputusan kamu, saya bukan juru kampanye. Kalau menurut saya siapapun yang terpilih pasti baik.” Kata TSP.
“Oooo.” Tidak menjawab seluruh pertanyaan Abu tapi membuat lega. Khas TSP sangat sufistik.
“Abu” Panggil TSP. Abu antara dengar atau tidak sedang melamun nampaknya. “Abu!” Panggil TSP keras.
“Iya Tengku.” Jawab Abu gagap.
“Kamu selama ini terlalu asik dengan sejarah, sesekali update-lah cerita-cerita pada petualangan Abu!”
Kali ini Abu terkejut kuadrat, menunjuk ke TSP dengan wajah heran. "Tengku baca?"
“Sepele kamu, saya baca dengan ini.” TSP mengambil dari dari balik sarungnya sebuah smartphone. Saudara-saudara sedunia dan alam Barzakh. TSP punya smartphone? Tapi tunggu dulu bentuknya agak aneh, Nokia Lumia tampaknya saudara-saudara, entah seri berapa. Dengan OS Microsoft 8.1 cuma bisa browsing dengan Internet Explorer dan mesin pencari yang lemah syahwat bernama BING, tidak kompetible dengan Facebook dan Twitter serta tidak mampu Instagram. Cocoklah untuk TSP, Abu tersenyum.
“Zaman sudah canggih, masak saya tidak mengikuti. Kita tidak bisa menutup diri dari adanya perkembangan pengetahuan.” Ceramah Sore TSP.
“Yayaya, mantap Tengku.”
“Saya suka baca cerita-cerita pada Petualangan Abu, jadi saya tahu perkembangan kamu dan dunia dari kacamata kamu yang sok bijak itu. Saya rasa bagian ini juga banyak penggemarnya, disamping artikel-artikel membosankan sejarah yang kamu tulis itu.” Ia tertawa. “Saya paling suka bagian Petualangan si Abu itu daripada tulisan-tulisan yang lain, yang sok serius itu.”
“Siap Tengku!” Jawab Abu, “Kalau begitu saya pamit dulu ya.”
“Cepatnya, Maghrib saja dulu disini.” Ajak TSP.
“Saya mau mengantar cucian dulu ke binatu, maklum Long distante dengan istri”
“Ya ok lah.” Katanya memberi tangan, segera Abu salam dan cium tangan beliau.
“Bukan itu, ngapain cium tangan segala? Kamu pikir saya feodal! Ini, saya mau kasih lihat jam tangan, jangan sampai kamu terlambat keburu Maghrib.”
Owalah guru saya yang satu ini, kena kerjain Abu! Tapi Abu meninggalkan rumah beliau dengan hati yang sangat ringan, senang dan bahagia. Terima kasih TSP.
Jika seseorang secara teguh dan berani mengatasi kebencian, atau mengurangi kebencian maka ia telah memiliki potensi sebagai khalifah di muka bumi, ketika seorang manusia memuliakan manusia lainnya, bahwa ternyata ciptaan Tuhan yang amat jelek itu sebenarnya tak ada, semua ada baiknya. Itu memberikan harapan yang berarti untuk menerima hidup dan memeliharanya.
Mampukah kita mengurangi kebencian? Mungkin sulit secara penuh dan seluruh, tapi setidaknya sudah sepatutnya kita mencoba, hasilnya? Kita berharap sifat Rahman dan Rahim dari yang MAHA KUASA menjadi penuntun kita, sebagai pelita di tengah kegelapan. Amin ya Rabbal Alamin.
Posted from my blog with SteemPress : https://tengkuputeh.com/2018/12/29/cobalah-mengurangi-kebencian/
Thank you so much for sharing this amazing post with us!
Have you heard about Partiko? It’s a really convenient mobile app for Steem! With Partiko, you can easily see what’s going on in the Steem community, make posts and comments (no beneficiary cut forever!), and always stayed connected with your followers via push notification!
Partiko also rewards you with Partiko Points (3000 Partiko Point bonus when you first use it!), and Partiko Points can be converted into Steem tokens. You can earn Partiko Points easily by making posts and comments using Partiko.
We also noticed that your Steem Power is low. We will be very happy to delegate 15 Steem Power to you once you have made a post using Partiko! With more Steem Power, you can make more posts and comments, and earn more rewards!
If that all sounds interesting, you can:
Thank you so much for reading this message!
Congratulations @tengkuputeh! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!