NOSTAGIA TABLOID BOLA
Nostagia kerap menghibur kita dari rasa cemas, sebuah kenangan berupa nostalgia tak pernah berasal dari kebencian. Ia menggerakkan kembali sesuatu yang sayu, seperti cinta yang lama. Meskipun ini kali tak, belum, ada lagi niat mencari cinta yang lain.Bagi mereka yang dilahirkan dua puluh sampai sepuluh tahun sebelum milineum ini dimulai, terutama pecinta olahraga, khususnya sepakbola, tabloid BOLA memberikan kenangan tumbuhnya nostalgia terhadap dunia anak. Masa silam sebelum pamrih, bermain bola dipersawahan. Bola burik, bola plastik atau sebenarnya adalah bola voli, sebuah benda yang kini kita lihat sangat bersahaja. Mungkin kemerdekaan dimomen tanpa pamrih itu tidak bisa ditukar dengan kemerdekaan di kemudian hari, meskipin kemenangan itu juga membawa piala kebahagiaan.
Kita memang tak mudah memilih, juga memilih kenangan. Nostagia kadang bisa membungkam mulut. Tabloid BOLA pertama kali terbit pada 3 Maret 1984, dalam pekan yang sama 4 hari sebelumnya Abu dilahirkan. Setelah 34 tahun beredar menemani para pencinta sepakbola, jumat 26 Oktober 2018. Tabloid BOLA yang bernaung di bawah Kompas Gramedia grup tutup dengan edisi terakhirnya dengan berita utamanya “TERIMA KASIH” dan (ternyata) Abu masih hidup.
Abu masuk SMA tahun 1999, medio 2000 adalah masa-masa kejayaan liga Italia Seri-A. Sebagai pencinta AC MILAN dari dulu sampai sekarang, tidak ada yang lebih seru daripada berdebat soal sepakbola di sekolah. Beberapa teman akrab Abu adalah penggemar, AS Roma, Juventus dan lain-lain. Sampai saat ini mereka masih menyatakan kesetiaannya. Maka untuk mengejek pihak lawan, di tabloid BOLA kami saling mencari bahan. Dahulu, internet sangat terbatas, dan berita di televisi hanya sekedar lewat. Ada kenangan, ketika Abu nyaris baku hantam karena saling bully tentang sepakbola dengan pendukung Juventus, iya mereka (Juventini) memang sedari dahulu menjengkelkan. Hari ini, ketika kami berjumpa kembali maka itu akan menjadi sebuah nostalgia yang menyenangkan.
Terlepas dari pertikaian antar sesama tifosi liga Italia, kami semua cenderung mendukung Italia. Kekalahan Italia dari Perancis di final Piala Eropa 2000 akibat peraturan golden goal menjadi luka bersama. Pahlawan Perancis, David Trezeguet menjadi sasaran kebencian, ketika dia direkrut oleh Juventus, sekali lagi Juventus menjadi musuh bersama semua tifosi tim Seri-A. Waktu itu belum lengkap rasanya kalau pecinta sepakbola tidak membaca tabloid BOLA. Bergantian kami membelinya, sebelum jam pelajaran atau saat jam istirahat sekolah tiba, membaca tabloid BOLA sambil memperbincangkan tentang hasil pertandingan semalam, bahkan detil-detilnya seperti semalam Gilardino terpeleset, atau sepertinya sepatu Batistuta kekecilan. Semua adalah sesuatu yang keren pada zaman itu, tabloid BOLA menjadi pelengkap bahwa kamu adalah penggemar sepakbola yang sejati.
Zaman datang dan pergi, selalu datang dan pergi, tiap kali berbeda. Zaman memang relatif. Gunung-gunung tinggi boleh tetap ada, tetapi manusia dengan peradaban dan sejarah masing-masing sebenarnya bergulat dalam takdir yang telah tergurat.Kasus pengaturan skor (Calciopoli) tahun 2006 melanda Italia, sepakbola Italia pun kolaps, meskipun masih bisa beberapa kali berprestasi di kancah Eropa dan dunia, tapi ibarat lilin yang bercahaya menuju padam. Liga Inggris, liga Spanyol bahkan liga Jerman telah mengkudeta liga Italia dari kenyamanan tahta singgasana tertinggi. Saat ini kebanyakan tifosi tim Serie-A (kecuali Juventus) adalah sisa-sisa zaman lama. Kepemilikan klub Italia yang bersifat kepemilikan pribadi tidak mampu mengantisipasi zaman. Uang yang mengalir dari para syekh dan manajemen professional tim-tim dari Negara lain di benua biru (terutama Inggris dan Jerman) terlambat diikuti. Belum lagi kepemilikan stadion sepakbola di Italia yang kebanyakan dimiliki pemerintah daerah membuat klub Italia kesulitan mengurangi biaya. Klub-klub di Italia semakin tertatih-tatih dan mulai tidak diperhitungkan lagi.
Milenium baru datang, internet menjangkau penonton, pendengar dan pembaca di ruang dan waktu yang nyaris tak terbatas. Tabloid BOLA akhirnya dikalahkan oleh zaman, pada era kekinian ini, informasi media cetak kalah cepat dibandingkan media online. Paling cepat dipublikasikan satu hari sebelumnya, tapi media elektronik bisa keluar kapan saja. Selain itu kertas juga sudah dianggap tidak efisien, juga semakin mahal.
Tabloid BOLA telah berakhir, mungkin suatu hari hanya akan cuma bisa kita kenang namanya dan rubrik-rubrik yang pernah ada didalamnya yang biasa kita jumpai saat membukanya lembar demi lembar.
Akhirnya tabloid BOLA pun berakhir, mengikuti jejak beberapa media cetak lainnya yang telah ditutup. KAWANKU, ANEKA-YESS, ANGKASA, MATRA sampai HORISON serta banyak lagi. Beberapa beralih menjadi media online, beberapa tutup total karena tidak siap, setalh versi cetaknya mati, versi onlinenya belum disiapkan, maka tidak bisa diselamatkan lagi.
Ketika hari ini tabloid BOLA berakhir, mungkin suatu hari hanya akan cuma bisa kita kenang namanya dan rubrik-rubrik yang pernah ada didalamnya yang biasa kita jumpai saat membukanya lembar demi lembar. Abu hanya ingin mengucapkan: “Terima kasih juga telah menemani masa-masa muda yang menyenangkan, telah mempertemukan dengan teman-teman terbaik sepanjang masa. Akan kusimpan edisi terakhir ini sebagai sebuah benda kenangan.”
ADIOS. Sekarang semuanya telah selesai. Aku senang bisa bersamamu, sampai dengan saat-saat terakhir ini, Grazie tabloid BOLA.
Simak cerita lainnya di KISAH KISAH PETUALANGAN SI ABU
Posted from my blog with SteemPress : https://tengkuputeh.com/2018/10/28/nostagia-tabloid-bola/