Seperti halnya media cetak, industri buku cetak pun mulai berjatuhan. Ini keniscayaan zaman, bagian dari perubahan. Tidak ada yang perlu ditangisi. Tak perlu mengeluh. Apalagi cengeng.
Seperti halnya kita tidak menangisi tumbangnya mesin ketik digantikan komputer. Tamatnya HP Nokia pisang dan Sony Ericsson ringtone polyphonic digantikan oleh telepon pintar.
foto: pixabay.com
Setiap orang yang terlibat di dalamnya tahu apa yang harus dilakukan: beradaptasi dengan perubahan itu dengan melakukan inovasi-inovasi atau ikut gugur bersama industri yang padam itu.
Bagi penulis, penerbit, percetakan, distributor, hingga penjual buku tak perlu berada dalam nostalgia panjang. Bergerak saja ke mana air mengalir. Jika capek, istirahat sejenak.
Boleh saja Anda bergerak ke mana Anda suka. Tapi jangan salahkan siapa pun tentang risikonya. Setiap hal selalu ada masanya. Begitu pun industri buku cetak itu.
Jadi, betapa pun Anda tak suka arus air itu, percuma melawan. Air akan tetap mengalir dan tak ada yang bisa menghentikannya.
Bukankah hidup memang air yang mengalir?
Ikhlaskan saja industri buku cetak itu padam. Seperti halnya kita harus ikhlas melepas seseorang ketika kematian datang. Bagi yang hidup perjalanan harus terus dilanjutkan.
DEPOK 04062024 | MUSTAFA ISMAIL