Ini adalah tulisan terakhir dari review buku "13 Konsep Beyond Leadership". Tulisan sebelumnya bisa dilihat di https://steemit.com/indonesia/@abu-buleuen/aku-baca-aku-berpikir-aku-bisa-review-untuk-buku-13-konsep-beyond-leadership-part-i dan https://steemit.com/writing/@abu-buleuen/13-konsep-leadership-ala-moeljono-review-buku-13-konsep-beyond-leadership-part-ii.
Sambungan ...
Source
Konsep Ketujuh; Kesendirian Seorang Pemimpin
Bagi Moeljono, menjadi pemimpin puncak harus berani dalam kesendirian. Artinya, seorang pemimpin puncak akan berhadapan dengan proses pengambilan keputusan yang tentu saja memiliki konsekwensi dan harus bertanggungjawab. Keputusan yang diambil harus menguntungkan organisasi yang dipimpinnya, bukan menguntungkannya secara personal. Ingat petuah Raja Phillip II kepada putranya Alexander Agung yang akan diangkat menjadi raja untuk menggantikan posisinya “if you want to be a king, learn how to be alone. King has no friends”. Menjadi raja harus siap berpisah dengan sikap cengeng dan galau.
Konsep Kedelapan; Positioning
Sebagai seorang manajer tentu kita dihadapkan pada masa-masa kritis untuk pengambilan sebuah keputusan. Di sini, manajer harus bisa memposisikan diri di mana ia harus berada, sehingga mampu melahirkan keputusan yang menguntungkan semua pihak, terutama perusahaan atau organisasi yang dipimpinnya. Karena dalam proses pengambilan keputusan akan banyak tekanan-tekanan, baik itu hadir dari kalangan internal perusahaan, maupun dari kalangan eksternal perusahaan.
Moeljono merumuskan pokok pedoman konsep ini sebagai berikut:
a) Kenali dan tentukan posisi masing-masing yang akan mengadakan dialog atau negosiasi.
b) Kenali dan ketahui ambang batas kewenangan dan tanggung jawab kita, baik terhadap diri sendiri, lembaga maupun kepada Tuhan YME.
c) Jangan segan-segan untuk menolak keputusan yang tidak sesuai dengan yang kita yakini kebenarannya, namun tetap menggunakan cara-cara yang professional
d) Perhitungkan segala resiko yang akan terjadi
e) Secara tertib laporkan kepada atasan langsung atas penolakan tersebut lengkap dengan pertimbangan-pertimbangan dan resikonya.
Konsep Kesembilan; Analisis Kemungkinan
Memahami masalah secara holistic adalah suatu kewajiban bagi seorang leader. Dengan demikian, ia akan mampu memahami segala kemungkinan yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang diambil. Kepekaan ini bisa dilatih, misalnya dengan mengamati sebuah objek dan catatlah sedetail mungkin apa yang ada dan terlihat dari objek tersebut, kemudian diolah mana yang relevan dan mana yang tidak relevan, kemudian pilih yang relevan dan digunakan untuk pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dan yang terpenting adalah yakini bahwa dalam pengambilan keputusan sudah memperhitungkan segalanya, namun jangn pernah menutup diri dari segala macam koreksi yang konstruktif dan logis.
Konsep Kesepuluh; Titik Pusat Keseimbangan
Pada konsep kesepuluh ini, seorang pemimpin dituntut untuk menjadi center gravity of power bagi yang dipimpinnya. Pemimpin harus menjadi titik pusat keseimbangan bagi bawahannya. Sebagai contoh teladan, pemimpin selalu akan menjadi rujukan dan kebanggaan bagi pengikutnya. Karena kebanggaan akan melahirkan sikap kesetiaan (loyalitas), kecintaan dan kepercayaan di kalangan para bawahan. Moeljono memberikan tips agar konsep kesepuluh ini biosa diterapkan oleh para pemimpin, yaitu:
a. Tidak pernah berhenti untuk selalu belajar terkait dengan dengan kerja profesionalnya.
b. Hadapi kritik dengan sikap professional.
c. Usahakan untuk membangun jaringan seluas mungkin.
d. Latih dan gunakan konsep 3-H (Human, humble, dan humor) agar komunikasi berjalan lancar.
e. Mampu menggunakan konsep “kemungkinan”.
f. Memiliki rasa hormat yang tinggi.
g. Konsisten.
h. Menyediakan waktu secara berkala untuk evaluasi dan introspeksi diri.
Konsep Kesebelas; Kepemimpinan Utuh
Memang tidak ada pemimpin yang sempurna di dunia ini, namun bukan berarti mustahil untuk menciptakan kepemimpinan yang “utuh”. Bagaimana seorang pemimpin yang utuh? Ia adalah pemimpin yang mampu mengkolaborasikan antara kepemimpinan pikiran, kepemimpinan hati, dan kepemimpinan nyali (keberanian).
Kepemimpinan pikiran dimaksudkan bahwa seorang pemimpin mampu berpikir dan membuat kerangka batasan kerja secara professional, sehingga ia bisa memahami kompleksitas global. Ia juga seorang pemimpin yang selalu mau mengembangkan wawasan dan sudut pandang sehingga gagasan-gagasan baru akan lahir. Sementara kepemimpinan hati ialah mampu menyeimbangkan antara kebutuhan bisnis dan manusia, mampu menciptakan kepercayaan terhadap bawahannya, mampu mengembangkan simpati, mampu membangun lingkungan yang kondusif, dan mampu mengatasi hambatan personal.
Terakhir untuk mencapai kepemimpinan yang utuh adalah dengan memiliki kebaranian atau yang disebut dengan kepemimpinan nyali. Dalam hal ini, seorang pemimpin berani dan cakap dalam membuat keputusan meskipun tidak sedang didukung oleh data dan informasi yang lengkap, mampu menyeimbangkan resiko dan hasil, dan bertindak dengan integritas yang kuat.
Konsep Keduabelas; Etika dan Hukum
Berbicara dunia bisnis, tentu saja erat kaitannya dengan persaingan. Namun, apakah bisnis hanya sebatas persaingan? Moeljono sangat tidaksetuju dengan hai itu. Buktinya, ia memasukkan pelajaran “etika” sebagai salah satu konsep penting untuk menjadi pemimpin. Etika akan menjadi pagar bagi perusahaan atau seorang pemimpin untuk selalu menjaga keharmonisan dan nilai-nilai dalam kehidupan. Segala keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin juga harus berlandaskan atas keputusan etik. Sebagai contoh, pemberian dana CSR bagi masyarakat itu menjadi bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang sebenarnya juga dilandaskan oleh moralitas dan etika kemanusiaan. Etika juga ada kaitannya dengan hukum. Sebagaimana kita ketahui bahwa orang-orang yang berususan dengan hukum adalah orang-orang yang dengan sengaja mengabaikan nilai-nilai etika. Karena itu, jika kita –sebagai sebuah organisasi maupun pemimpin- ingin dihormati, maka tempatkanla etika dan hukum di atas segala-galanya.
Konsep Ketigabelas; Disiplin dan Kehormatan
Konsep yang terakhir adalah disiplin dan kehormatan. Meskipun berada di “posisi akhir” dalam buku ini, bukan berarti konsep ini tidak begitu penting. Keberhasilan seorang pemimpin dan sebuah oraganisasi sangat tergantung kepada kedisiplinan. Hakikat dari kedisiplinan adalah mematuhi dan menjalankan segala komitmen dan aturan baik yang sudah disepakati, maupun yang akan disepakati nantinya. Sementara kehormatan adalah suatu sikap untuk menjaga harkat dan martabat diri sendiri, orang lain, maupun perusahaan. Tanpa kedisiplinan, mustahil kita bisa menjadi seorang pemimpin yang sukses mencapai puncak.
Catatan Penutup; Aku Baca, Aku berpikir, Aku Bisa!
Setelah membaca buku ini, saya semakin yakin bahwa siapa pun berpeluang untuk menjadi seorang pemimpin. Hanya saja butuh usaha dan keyakinan untuk mendapatkannya. Kita tahu, pemimpin itu bisa dididik dan diciptakan. Selama kita yakin untuk terus belajar dan mengasah kemampuan serta sensitifitas yang dimiliki, maka tidak mustahil, kita adalah salah satu dari calon pemimpin besar yang sedang dididik itu.
Melalui buku ini, saya semakin yakin untuk menggali potensi yang telah diamanahkan Tuhan sang pencipta raga. Salah satu cara bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan-Nya adalah dengan mengoptimalkan segala daya dan kekuatan yang telah dianugerahkan demi kepentingan ummat. Buku ini menjadi mediator bagi saya untuk terus beripikir, sehingga akan melahirkan perilaku-perilaku positif yang tentu saja akan mencapai tahap –meminjam istilah Abraham Maslow- aktualisasi diri. Terima kasih atas semua pihak yang mengenalkan saya dengan buku ini, terkhusus untuk sang penulis buku, Prof. Dr. Djokosantoso Moeljono.