Tulisan ini masih tentang buku “2 Kali Gagal, 1 Kali Sukses” karangan Bobby Sajutie. Bisa dibilang, sebagai lanjutan dari postingan sebelumnya yang dapat dicek di sini (https://steemit.com/indonesia/@abu-buleuen/gagal-dalam-defenisi-orang-orang-kalah). Kali ini, Bobby menjelaskan makna “gagal” dalam sudut pandang yang berbeda. Artinya, ia melihat gagal sebagai batu loncatan menuju kesuksesan. Hal ini, terlihat dari cara ia mendefinisikan makna GAGAL, yaitu:
a) G = God’s Reminder/Peringatan Tuhan
Bagi seorang pemenang, tentu ia akan bangkit setelah diterpa kegagalan. Dalam hal ini, pemenang atau seorang berjiwa pemimpin akan melihat kegagalan sebagai peringatan Tuhan atas apa yang telah dilakukannya di masa lalu. Dengan demikian, ia menjadikan itu sebagai pelajaran yang tentu saja perilaku-perilaku negative di masa lalu akan diubah menjadi perilaku positif. Sehingga, kesuksesan pun akan menghampiri dengan sendirinya.
b) A = Anticipation/Antisipasi
Begitu pun halnya dengan antisipasi. Bagi pemenang, kesalahan-kesalahan yang membuatnya tidak berhasil di masa lalu, tidak dijadikan alasan untuk terus terpuruk dan tak ingin mencobanya lagi. Justru itu menjadi pengalaman berharga yang kemudian menjadi pelajaran dan pengetahuan baru, sehingga ke depannya, para pemenang tidak lagi melakukan hal-hal yang membuat mereka tidak bisa berhasil.
c) G = Goals/Tujuan-Tujuan
Seorang pemenang tentu memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ini merupakan kebalikan dari orang gagal yang memiliki kehidupan tidak terarah. Sementara orang sukses selalu memiliki target kehidupan yang ingin dicapainya di masa yang akan datang.
d) A = Advance/Meningkatkan
Meningkatkat kualitas setelah jatuh gagal adalah cara terbaik untuk meraih sukses. Para pemimpin selalu melihat peluang dan kesempatan di setiap krisis yang terjadi. Karena itu, saran dari Bobby, jika kita berjiwa seorang pemimpin, maka kita harus meningkatkan diri dalam hal mencari tujuan hidup, memimpin diri sendiri, dan berusahalah untuk memberi nilai tambah bagi orang lain.
e) L = Listen/Mendengarkan
Terakhir adalah berusaha untuk mendengarkan orang lain. Menutup telinga dari nasehat-nasehat orang lain merupakan sifat angkuh yang bisa menjadi modal untuk gagal dalam hidup. Karenanya, sebagai makhluk sosial, kita harus bisa memposisikan diri sebagai partner bagi orang lain yang salah satu caranya adalah dengan mendengarkan mereka. Bukankah Tuhan menciptakan kita dua telinga dan satu mulut, yang berarti bahwa kita harus lebih banyak mendengar daripada berbicara?
Memang, mengubah cara pandang agak sedikit susah untuk dilakukan, namun tidak berarti mustahil. Dengan berlatih setiap waktu, saya yakin "zona aman" yang sudah terlalui bersemai di kehidupan kita dapat kita ubah yang suatu saat hal yang sulit itu akan berwujud menjadi "zona aman" baru bagi kita...