Koleksi @tinmiswary
Pak Jafar Syamsudin, guru saya di MTsN Matangglumpangdua pernah mengatakan begini:
selepas Shubuh kamu membaca, sebab di waktu itu pikiran kamu lagi segar, otak lagi bersih dan belum ada masalah yang muncul, sehingga mudah bagi kamu untuk menyerap informasi dari bacaan-bacaan kamu. Dan ketika malam telah larut, orang-orang sudah terlelap dalam tidur, suasana telah sunyi, menulislah! Kesunyian akan membantumu menemukan ide dan memungut pikiran-pikiran yang terbang kian kemari di siang hari.
Pak Jafar adalah salah seorang guru favorit saya sewaktu di MTsN pada sekira 22 tahun lalu. Beliau mengajar pelajaran Bahasa Indonesia, pelajaran yang paling saya senangi selain Sejarah. Sampai saat ini saya masih ingat betul bagaimana kumisnya bergerak-gerak ketika menjelaskan tatacara membuat kalimat yang baik, tentang majas, pantun, puisi, prosa dan segudang materi lainnya yang sebagian besarnya telah terbenam di ingatan saya.
Apa yang disampaikan Pak Jafar saya coba praktikkan di rumah. Selepas Shubuh, setelah menghafal “hua huma hum” dan “fa’ala yaf’ilu” (atas perintah ayah saya), setelah mematikan obat nyamuk bakar merk Baigon (sebab itu tugas harian saya), saya pun menggunakan sedikit waktu untuk membaca. Dan saya patut bersyukur sebab stok buku koleksi ayah saya di rumah lumayan menumpuk. Di antara buku yang pertama sekali saya baca dengan cukup serius berjudul “Lembaga Budi”, karya HAMKA.
Koleksi @tinmiswary
Dan ternyata benar kata Pak Jafar. Mudah saja bagi saya mengingat kalimat-kalimat di buku itu. Membaca di pagi hari, di saat bell sekolah dan suara labi-labi belum terdengar memang cukup menggairahkan. Sebab ketika pagi berlalu, berjuta masalah pun muncul. Di antara masalah terbesar bagi saya adalah rumus-rumus Matematika yang saban hari menusuk kepala.
Ketika malam tiba, saya juga mencoba mempraktikkan pesan Pak Jafar untuk menulis. Waktu itu, setiap pukul 22.00 Wib di rumah saya sudah sunyi senyap. Tak ada lagi suara, kecuali suara cacing tanah dan jangkrik. Suara-suara binatang ini sama sekali tidak mengganggu sebab ucapan-ucapan mereka memang tidak mengandung makna yang perlu diterjemahkan. Dan saya pun mencoba menulis dengan kembali menghidupkan lampu kamar yang tadinya telah padam.
Kota Matangglumpangdua di malam hari
Foto: @tinmiswary
Dan lagi-lagi benar kata Pak Jafar, mudah saja saya menulis di malam sunyi itu, meskipun entah apa-apa yang saya tulis. Waktu itu, kegemaran saya menulis puisi. Tapi cuma menulis, dan puisi itu saya bagikan untuk teman-teman saya. Sebab waktu itu saya tidak punya keberanian untuk membaca puisi-puisi itu di depan kelas. Jujur saya “geli.”
Sampai saat ini pesan-pesan Pak Jafar masih saya jalankan, meskipun tidak tertib dan suka-suka saya. Kadang-kadang teori beliau saya bolak balik, pagi menulis, malam membaca.
Demikian dulu Tuan dan Puan Steemians, lain waktu disambung kembali…
Bung! Saya sepakat dengan tulisan tuan, Tapi maaf di sisi lain kita beda. Merk obat nyamuk saya bukan baygon
Tiga Roda
Obat nyamuk terbaik di dunia!
Ini lebih nyaman
sangat menginspirasi bg @tinmiswary...sukses terus bg...
TQ @abughaisan83, ka lon follow beh, hehe
Bapak sangat beruntung bertemu dengan pak Jakfar, saya bertemu dengan ibu kimia dan kimialah yang saya minati
mantap @rahmayn, sekolah di mana?
Dulu SMA anak bangsa
Saya tggu tulisan slnjutnya bung khairil
TQ Tgk. @martonis
Mantap
Tulisan Tgk. Khairil memang cukup bermanfaat dan patut untuk ditunggu 😁
terima kasih ust @mufliramazana. Sudah difollow ya
Pak Jafar juga guru kami, sosok guru favorit bagi hampir seluruh siswanya. Sabar mengajar, lugas meberangkan
Apapun obatnya, cemilannya tetap coklat cado
Ternyata saya juga merasakan demikian,sebuah inspirasi yg membangun
Terima kasih @derryichsan
Tenyata membaca sesudah subuh itu sangat kuat ingatan kita,dan tidak mudah hilang