Begitulah; tiap kali secarik kertas melayang-layang ke arah saya, saya menangkapnya. Jika ada tulisan di kertas itu, saya membacanya. Jika tidak, saya merasa bahwa angin sedang bermain-main dengan bakat iseng belaka.
Saya sedang berjalan-jalan di depan sebuah toko HP tatkala dari dalam toko itu terbang secarik kertas. Kertas itu melayang-layang ke arah saya. Saya menangkapnya. Rupanya di situ ada tulisan; bunyinya:
“Sebuah smartphone canggih tercipta dari pelbagai kekurangan pada smartphon produk terdahulu. Kalau tidak demikian, berarti produser memaksa kita menelan teknologi basi; atau selera konsumennya yang memang tidak canggih.”
Saya terus melangkah sembari membuang kertas itu; dengan pertimbangan, mungkin kata-kata yang tertera di sana berguna bagi orang lain.
Kini kaki saya tiba di halaman Kantor Urusan Sosial tatkala dari dalam gedung itu secarik kertas terbang melayang-layang ke arah saya. Saya menangkap kertas itu. Rupanya juga ada tulisan di sana; bunyinya:
“Seseorang tercipta dari pelbagai problema yang menimpa hidupnya. Jika tidak demikian, berarti dialah sumber problema bagi orang lain.”
Saya terus melangkah sembari membuang kertas tersebut, dengan pertimbangan, semoga kata-kata yang tertera di sana baik untuk pikiran para pengembara lain.
Kini kaki saya menapaki halaman gedung Kantor Wali Nanggroe tatkala dari dalam gedung itu secarik kertas melayang-layang ke arah saya. Saya menangkap kertas itu. Ternyata, lagi-lagi, ada tulisan di situ; bunyinya:
“Sebuah Nanggroe tercipta dari pelbagai tragisme yang menimpa Nanggroe itu. Bila tidak demikian, berarti Nanggroe itu sumber tragisme bagi rakyatnya.”
Sekarang saya tiba di halaman Kantor Gubernur Aceh. Kejadiannya sama: secarik kertas yang melayang-layang; menangkap kertas itu; membaca tulisan yang ada di sana, yang bunyinya:
“Seorang Gubernur Aceh tercipta dari pelbagai dinamika politik yang menimpa rakyat Aceh. Kalau tidak demikian, berarti Pak Gubernur itu musibah limatahunan bagi rakyat Aceh.”
Akhirnya langkah kita menapak halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Kejadiannya serupa: secarik kertas terbang; menangkap; membaca tulisan yang ada di situ; bunyinya:
“Para Anggota DPRA tercipta dari akumulasi pelbagai harapan dan aspirasi rakyat Aceh. Jika tidak demikian, berarti mereka musibah demokrasi-terapan limatahunan bagi rakyat Aceh.”
Lelah berjalan-jalan, saya pulang ke rumah. Sampai di halaman, secarik kertas terbang dari dalam rumah, melayang-layang ke arah saya. Saya menangkapnya. Juga ada tulisan di sana; bunyinya, “Tidak ada orang di rumah. Lagi jalan-jalan.”
Saya masuk ke dalam rumah; bertanya, “Siapa yang menulis di kertas ini?”
Tidak ada jawaban.
Saya bertanya lagi, “Siapa yang menulis di kertas ini?”
Senyap lagi. Rupanya tak ada seorang pun di rumah. Entah ke mana semua pergi. Tapi, eh! Ya ampun. Ini memang bukan rumah saya. Saya salah masuk. Ini rumah tetangga. Astaghrfirullah, untung tak ada penghuninya di rumah.
Saya keluar dari rumah itu. Menutup rapat pintunya kembali. Melangkahi halaman dengan cepat; menuju ke rumah sebelah, rumah saya sendiri. Dan, begitu tiba di halaman, tak ada secarik kertas yang melayang-layang ke arah saya.
Saya terus melangkah ke pintu. Namun saat pintu terbuka, sebuah cangkir melayang ke arah saya. Saya cepat mengelak. Lalu sebuah piring melayang lagi ke arah saya; disusul sebuah baskom; lalu ember; kemudian tudung saji; kemudian sebelah sandal jepit; terus, panci; lalu termos; disusul ceret; kemudian sendok.
Sembari melempar itu semua ke arah saya, orang rumah merepet-repet. Lelah dengan ragam umpatannya, dia kembali melempar-lempar perabot rumah tangga. Saat pisau dapur meluncur tepat ke jantung saya, saya nyaris tak sempat mengelaknya. Saat itulah saya terjaga dari tidur sekaligus menamatkan mimpi ini.
Mohon maaf bagi kawan-kawan yang terlanjur mengikuti hingga ikut terseret ke dalam mimpi saya. Jika masing-masing ingin melanjutkan mimpi sendiri, silakan saja.
Oya, tadi ada empat carik kertas yang saya tangkap dalam mimpi. Saya mencoba mengingat-ingat kembali kalimat-kalimat yang tertera di dalamnya. Namun gagal. Tak satu pun teringat. Tapi sudahlah. Mimpi memang sering begitu. Memprovokasi. Tanpa solusi.
By Musmarwan Abdullah
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.youtube.com/watch?v=9R9ZkcSptgw
No.......