Perasaanku semakin tidak enak. Terbata aku merapal doa. Lalu terdengar suara lengking tawa seolah mengejek. Duhai makhluk apakah yang sedang kuhadapi ini? Kenapa mereka tidak takut pada doa? Aku berusaha menguatkan diriku.
Ternyata lelembut kerap mengganggu itu sudah cukup lama. Setidaknya itu yang kudengar dari penjelasan beberapa penduduk kampung yang tinggal di belakang rumah.
Ciptaan Tuhan yang berwujud manusia memiliki nafsu, demikian juga jin, setan, lelembut pun memiliki nafsu jahat. Dalam satu masa terjadi tragedi yang menyebabkan kematian seorang perempuan dengan cara menggantung diri di sebuah pohon besar di dekat sumur tua. Konon sumur tua itu ditutup dan diratakan dengan tanah sebelum akhirnya lahan itu diperjualbelikan, berpindah ke beberapa tangan hingga akhirnya jatuh ke tanganku. Bodohnya aku tidak menyelidiki dulu sejarah tanah itu sebelum membelinya. Aku hanya tertarik pada luasnya dan posisinya yang di pinggir jalan raya.
Aku seperti dihipnotis, begitu kuat keinginanku untuk mendapatkan tanah dan bangunan itu. Tentu saja aku dihipnotis oleh nafsuku sendiri. Nafsu untuk segera membawa anak-anakku menjauh dari eyangnya.
"Selama ini, apakah keberadaannya sangat menggangu?" tanyaku pada Mbah Marto, yang merupakan penduduk asli di kampung itu.
"Ya mengganggu to dik... Namanya lelembut kan maunya menguasai tempat itu. Mengganggu karena tidak mau diganggu. Begitu...."
Aku termangu mendengar penjelasannya. Pantas saja beberapa kali ketika tidur punggungku seperti ditepuk, pernah juga badanku ditarik hingga turun dari dipan. Bagaimana bisa aku kok tidak terpikir sampai ke situ. Pikiranku masih saja naif seperti dulu.
"Apa adik ini sudah diganggu juga sama Irah?" tanya Mbah Marto lagi.
Aku menggeleng. "Namanya Irah, nggih Mbah?"
Orang tua itu terkekeh sambil mengambil selongsong cerutunya. Sementara aku masih termangu-mangu. Kalau setan perempuan itu namanya Irah, aku kok jadi penasaran, lantas siapa nama yang laki-laki, yang suka duduk di bubungan atap? Siapa juga perempuan berwajah mengerikan yang bergelantungan di tiang listrik depan rumah? Oh my....
Hujan sudah turun sejak siang hingga malam tanpa jeda. Rintik-rintik lalu deras. Kemudian mereda. Gerimis besar-besar lalu deras lagi. Demikian siklus yang menimbulkan ritme yang membuat hati risau. Rasa hati sudah tak sabar ingin membawa anak-anak pulang. Iya, pulang. Sekarang mereka sudah punya rumah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Sementara itu hujan makin deras. Terdengar tetes-tetes jarang air hujan turun satu persatu : "Thok ..... Thok ................ Thok ......", dari sela-sela genting langsung ke eternit. Tiba-tiba terdengar suara cukup keras di dalam rumah :
Thas ...... dan diikuti dengan padamnya lampu. Aku melihat ke sekeliling, seperti berada di dalam gua. Semua nampak hitam, gelap.
Dalam gelap ternyata peran mata bisa digantikan kerjasama otak, kaki dan tangan. Aku berjalan pelan, langkah kaki kiri dan kanan penuh ke-hati-hatian. Kedua tangan meraba-raba, mencari korek, lilin, atau apa lah yang bisa membantu mengatasi kegelapan ini. Begitu kotak lampu emergency terpegang, dua tangan bekerja cepat. Membuka kotak, mengangkat lampu emergency yang terbungkus plastik, mengeluarkan dari bungkus plastik. Lalu tangan kiri memegang bagian bawah, sedangkan tangan kanan mengangkat bagian atas lampu emergency. Dalam sekejap lampu tersebut bersinar, menembus kegelapan ruang.
Aku mengambil sentolop. Ketika keluar dari rumah, tampak lampu di sekitar rumah menyala semua. Berarti ada masalah pada jaringan listrik di rumahku. Biasanya kasus seperti ini terjadi karena adanya salah satu lampu yang terpasang putus. Berakibat jaringan dalam satu rumah terganggu.
Kemudian aku menuju tempat meteran PLN yang terpasang di dinding teras sebelah Barat. Kulihat ujung tuas pada MCB berada di sebelah kiri. Tuas pada MCB kugerakkan ke kanan. Tetapi setiap kali kugeser, selalu kembali lagi ke kiri. Berarti masalahnya bukan seperti biasanya.
Aku duduk termangu, berpikir keras, apa yang bisa kulakukan agar malam ini bisa keluar dari kegelapan. Tiba-tiba angin bertiup lebih kencang. Berputar-putar di atas kepala, dan punggungku menghangat. Sayup-sayup terdengar suara mendesis. Bulu kudukku meremang. Dengking suara anjing terdengar gelisah.
Aku tidak beranjak dari tempatku duduk. Gemerisik yang terdengar, suara daun berguguran, angin atau dahankah yang patah?Kubentang tubuh menatap langit, ternyata bulan hanya membisu, sembunyikan wajah di belukar malam.
To be continued
Congratulations @mustia! You received a personal award!
Click here to view your Board
Congratulations @mustia! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!