Premis Relatif
Saya tertarik dengan premis utama dalam artikel ini, bahwa kualitas pemikir itu 10 kali lipat (dalam artian positif) dari kualitas orang pintar, itu kalau saya tidak salah mengerti, dan pendapat-pendapat saya akan saya dasari atas kesimpulan tersebut. Tentu akan semakin menarik seandainya @mrday menyebutkan dari mana premis tersebut berasal. Tetapi bagi saya pribadi, jika premis itu disodorkan 'mentah-mentah' sebagaimana terlihat dalam artikel, tanpa asumsi-asumsi pendukung, saya merasa harus meragukannya.
Pemikir yang baik, menurut saya, haruslah seorang pintar yang baik, kalau tidak pintar dan tidak baik, sangat besar potensinya dia tersesat di dalam pikirannya, pohon pikirannya hanya akan melahirkan buah-buah intelektualitas yang busuk dan buduk juga amat buruk. Dalam hal pemikir yang baik, saya setuju bahwa pemikir memiliki kualitas lebih tinggi dari sekedar orang pintar yang menyerap esensi-esensi kehidupan tanpa melibatkan upaya melahirkan ide-ide tersebut. Dunia bergerak karena para pemikir. Amerika mencapai era pembebasan perbudakan karena Lincoln kecil sudah berpikir tentang kehidupan para budak kulit hitam yang dilihatnya sejak dia masih bocah, pikiran yabg terus menghantuinya bahksn sampai dia menjadi Presiden, di mana dia bisa berbuat sesuatu untuk itu. Ini jenis pemikir yang baik.
Tetapi, pemikir yang baik pun tidak akan memiliki makna apa-apa jika dia tidak pintar mengkomunikasikan pemikirannya dan mengeksekusi ide-idenya. Bagaimana jadinya, jika Lincoln, selaku Presiden saat itu, hanya mampu berpikir tentang ide-ide yang positif bagi demokrasi tanpa pintar melobi para pembuat Undang-Undang dan tidak pintar mengkomunikasikan idenya dengan konstituen? Mungkin para wanita dan orang-orang kulit hitam di Amerika Serikat akan butuh waktu lebih lama untuk bisa memiliki hak memilih dan kesempatan yang lebih luas untuk pekerjaan-pekerjaan di sektor publik. Jadi, pemikir yang baik dan pintar memang lebih berkualitas daripada orang pintar yang tidak berpikir. Saya pikir, premis di atas mengacu kepada kondisi ini sebagai prasyarat-prasyaratnya, dengan asumsi bahwa "lebih baik" itu artinya "lebih mampu memberikan manfaat-manfaat positif bagi orang lain".
Dan kita juga mendengar tentang pemikir-pemikir buruk yang terus memikirkan cara-cara efektif untuk mengebom orang-orang di negara-negara yang jauh, demi minyaknya atau wanita-wanitanya atau isme-ismenya atau karena alasan sepele, bahwa "aku mampu". Dalam hal ini, pemikir lebih buruk kualitasnya -minimal secara manusiawi- dari orang pintar yang baik, bahkan orang bodoh yang baik pun masih jauh lebih baik dari mereka yang otaknya buduk itu.
ini adalah feed back yang sangat luarbiasa, semua feedback yang telah disampaikan oleh teman teman yang lain sebelumya sudah terangkum dengan sangat meusaneut dalam komentar yang satu ini. iya, satu kekurangan lagi yang terlewatkan dalam hal penyampaian padan quistioner diatas adalah kalimat ini bersumber dari mana?.
saya mencoba menarik kembali apa yang saya pernah pelajari dari seorang mentor yang bernama Prof.Dr.Cristopher Lee, merujuk pada training nya yang bertemakan " Operacy " saya melihat beberapa kontent dan diantaranya adalah perkataan seorang " mahatma Gandhi" dengan perkataan seperti yang menjadi quistioner kita kali ini, mungkin ramai orang yang mengenal sosok kepemimpinannya, dimasa hidupnya begitu banyak bahasa filosofi yang dikeluarkan dan menjadi pengetahuan bagi pemimpin dunia lainnya, jika kita kembali kehakikat, adalah semua itu berasal dari pemimpin peminpin islam pada masa dahulu, namun karena kebetulan mentor nya adalah yahudi maka pilot projectnya akan merujuk pada pemimpin kafir juga.
terlepas dengan semua ini, pendapat anda ini sudah sepantasnya mendapat feedback yang sebanding dengan kapsitasnya, sungguh luar biasa @aneukpineung78, tidak diragukan lagi kapasitas anda di platform ini.
Saya pikir, mempersoalkan tetek bengek etnik, agama, nasionalitas, ras, suku, dan sebagainya itu adalah bukan tindakan yang bagus. Kebenaran dan kebaikan yang datang dari mulut babi tetaplah kebenaran dan kebaikan, dan kotoran yang datang dari tangan "orang suci" tetaplah kotoran. Pada anjing pun kita bisa belajar, apalagi manusia.