Assalamualikum sahabat stemian,
Salam sejahtera bagi kita semua Baiklah kali ini saya akan menceritakan etinis dan kebudayaan suku batak yang terletak di sumatera utara, dalam etnis suku batak terdapat banyak dan beragam sub etnis akan tetapi hanya ada 6 sub etnis besar suku batak yaitu batak toba, karo, mandaling, angkola, simalungun dan pak-pak.
Secara umum tuak di kenal oleh masyarakat indonesia sebagai minuman yang disebut minuman keras atau arak. Bagi etnis masyarakat toba ataupun bagi etnis masyarakat batak lainnya tuak itu adalah hal yang lumrah karena tuak itu bagi masyrakat batak adalah minuman yang khas dan terhormat salah satu minuman traditional etnis batak, tuak juga di sajikan dalam berbagai kegiatan adat istiadat dan acara-acara tertentu dianggap sebagai minuman kehormatan. Bagi orang batak minum tuak, tidak pernah di dasari pada niat untuk mabuk ataupun untuk menunjukkan kekuatan dan alasan buruk lainnya.
Tuak hanya untuk di minum untuk tujuan yang baik atau hanya untuk mengilangkan strees. Kebiasaan ini pada akhirnya melahirkan budaya marmitu (marende, dohot minum tuak) dalam bahasa indonesia nya bernyanyi sambil minum tuak, namun aktifitas minum tuak ini mengandung kegiatan diskusi, bercanda gurau, dan sambil ngobrol ringan, tuak juga diminum waktu santai, pesta kelahiran anak, kematian, musyawarah dan juga di pake untuk obat. Di kampung-kampung, biasanya minum tuak dilakukan di lapo tuak atau di kedai tuak beberapa laki-laki akan berkumpul di sore hari hingga sampai larut malam. Fungsi tuak dan lapo tuak bagi kebudayaan masyarakat batak, tuak dulunya digunakan suku batak sebagai pelengkap prosesi adat. Tuak sekarang telah menjadi minuman seabagai sarana berinteraksi kedalam masyarakat ataupun mencari pergaulan ke dalam masyarkat saat masyrakat sedang berkumpul dan saling berbincang, mereka akan menjadikan minuman tuak sebagai salah satu minuman penghidang untuk orang-orang yang berkumpul di tempat itu.
Lapo tuak sebagai satu tempat dan wadah dimana setiap anggota masyarakat dapat datang dan berkumpul serta berkomunikasi satu dengan yang lainnya sesuai dengan pengetahuan kebudayaan setiap anggota masyarakat lapo tuak dulunya adalah tempat pedagang menjajakan nira atau tuak hasil sadapan yang sudah di racik oleh paragat atau panyadap tuak. Ditempat ini pula biasanya kaum pria ataupun ibu-ibu berkumpul pada sore hari atau malam hari setelah seharian bekerja. Merka biasanya markoumbur (berbincang-bincang) mengenai apa yang mereke lakukan dan apa yang mereke alami sehari-hari, baik menyangkut kehidupan masing-masing, kehidupan mereka bersama dan keadaan sosial politik yang terjadi di indonesia maupun di daerah dan juga kritik sosial terhadap prosesi adat yang baru terjadi. Selain berbincang-bincang mereka juga bernyanyi bersama, ada juga yang bermain kartu bukan berjudi kerena permainan kartu tersebut tidak disertai dengan uang, dan bermain catur. Tuak juga merupakan sarana perwujudtan silahtuhrami di antara bagian Na Tolu (DNT) yaitu pihak hula-hula adalah keluarga dari pihak istri yang mnepati posisi yang paling dihormati, sehingga di pesankan agar hormat kepada hula-hula (somba marhula-hula), kemudian unsur dongan tubu yang sering di sebut dongan sabutuha yaitu saudara laki-laki satu marga, kemudian unsur yang ketiga yaitu pihak boru adalah keluarga yang mengambil istri dari satu marga. Proses pembuatan tuak sebenarnya tidak memiliki standar baku dan sangat traditional. Setiap penyadap (paragat) memiliki standar racikan masing-masing yang saling menonjolkan keunggulannya sehingga sulit untuk mendapatkan tuak citra rasa yang sama. Artinya kualitas dan rasa tuak yang kita beli kemarin akan berbeda dengan tuak hari ini meskiput dari paragat atau lapo yang sama. Tuak yang disadap dan diracik hanya dapat bertahan selam 24 jam, selebihnya akan berubah rasa menjadi asam dan beresiko dapat menyebabkan keracunan. Sedangkan tuak yang aslinya atau kualitas yang bagus terbuat dari pohon bagot yang di sadap dari phon bagot (enau), di kenal sebagai tuak bagot. Melihat tuak secara fisik adalah seperti seduhan susu yang berwarna putih dan adapula yang berwarna putih kekuningan. Berdasarkan prosesnya tuak dikategorikan dua jenis :
- Tuak raru yaitu tuak yang telah difermentasikan dengan ramuan sejenis kulit kayu yang pada akhirnya juga memberi rasa pahit kadar alkohol 3-5 persen.
- Tuak na tonggi atau tuak yang rasanya agak manis kadar alkohol berkisar 1-3 persen.
Hanya inilah yang dapat saya tuliskan kalau ada kesalahan saya dalam menulis saya mohon maaf tolong harap di maklumi, karena saya masih tahap pembelajaran, dan terimaksih yang sudah membaca tulisan saya.
Terimakasih
KURNIAWAN GABRANA SIREGAR
150230064
ANTROPOLOGI-UNIMAL
This is very good 👍😊
Luar biasa wan, saya dapat ilmu baru ni,
Heheh
Intinya saya senang kalau @waone1 dapat berbagi cerita mengenai budaya disana