Akhir-akhir ini kata-kata Dilan seperti mengudara dan berkembang dengan berbagai macam versi. Dari situ bisa dilihat betapa masyarakat Indonesia begitu kreatif (dalam memviralkan sesuatu).
Hari ke dua di Bandung, saya berkenalan dengan teman baru. Aca dan Jingga, dua gadis muda yang masih menikmati tahun pertama di Universitas Telkom. Remaja (akhir) yang tergila-gila dengan film Dilan. Beberapa hari ke depan saya akan tinggal bersama mereka.
Kebetulan salah satu teman (yang saya teror) juga berada di dekat sini, Zahara, ia tinggal di Kiara Condong. Hanya butuh sekitar 10 menit dari kawasan Tel-U. Karena kami sama-sama pendatang yang baru menginjakkan kaki di kota Bandung, dan Za juga harus menyelesaikan beberapa berkas untuk mendaftar kuliah lanjutan di Unjani, kami memutuskan untuk explore Tel-U pagi ini.
Bicara tentang Tel-U, ia adalah penggabungan dari beberapa sekolah tinggi dibawah naungan Yayasan Pendidikan Telkom. Sedang kampusnya adalah pengembangan dari kampus STT Telkom. Tel-U sendiri diresmikan pada tahun 2013.
Sore hari kedua, saya dan dua gadis tadi, Aca dan Jingga, memutuskan pergi ke Kawasan Asia-Afrika dan Alun-Alun Bandung yang berjarak sekitar satu jam perjalanan dari Tel-U. Kami memesan grab yang dikendarai oleh seorang pria paruh baya. Di perjalanan, Jingga membuka percakapan, "Bapak tahu motor CB nggak pak? Kayak motor yang dipakai Dilan. Taulah, bapak kan di bawah 90an ya." Kutaksir si bapak tidak tahu siapa itu Dilan, tapi berusaha menyesuaikan arah pertanyaan gadis itu. "Oh iya, film Dilan kan ada sejarah Bandungnya juga. Tentang geng motor gitu pak." lanjut Aca. Aku yang tidak tertarik dengan Dilan (dan berharap bukan dia yang nantinya datang) hanya diam mendengarkan. "Oh, tahun 80an sampai 90an memang ramai geng motor di Bandung ini, dek. Malahan Geng Motor di Buah Batu termasuk yang terkenal." ucap sang bapak. Buah Batu adalah salah satu daerah di Kabupaten Bandung Barat serta lokasi Tel-U berada. "Biasanya pulang sekolah mereka pada nongkrong gitu, sama motor masing-masing. Kalau anak sekarang kan nongkrongnya di kafe ya." lanjutnya. "Nah iya, Pak. Si Dilan ini anak motor gitu. Motor yang dipakai motor CB." ucap Jingga. "Kau semangat kali, emang mau beli?" sahut Aca sambil tertawa. "Kalau ndak mahal aku beli, dapet nggak 500 ribu? Kan motor jaman ya." kami tertawa mendengar ucapan gadis itu. "Ya, itu nggak dijual lagi. Palingan kalau mau beli sama kolektor. Harganya bisa variasi juga." kata si Bapak sambil masih tertawa. Percakapan masih berlanjut tentang Dilan, geng motor, dan sejarah singkat Bandung lainnya.
Jalanan cukup macet karena weekend dan menjelang satnight. Kami tiba sekitar pukul 5 sore dan langsung di sambut dengan hiruk pikuk kota Bandung. Di sepanjang trotoar di depan gedung kemerdekaan, terlihat beberapa pengguna cosplay mulai dari kostum hantu, princess, hingga kakashi dan naruto. Tidak jauh, terdapat pasar yang menjual aneka makanan dan baju yang tak lama kami kunjungi.
Perjalanan hari kedua ditutup dengan shalat Magrib di Raya Bandung.
Welcome in Bandung ka @cutfhara 😊
Salam hangat
Wah, di bandung juga? Salam adem. Bandung adem soalnya 😊
Iya ka @cutfhara aku akan orang bandung hehe. Salam adem juga hehe