Tahun 2014 aku di pertemukan dengan sebuah buku berwarna kuning dengan gambar lelaki berkacamata bersama anak SD sedang tersenyum sumringah di bagian sampul buku tsb. Setelah membaca sinopsisnya akupun memutuskan untuk membeli buku tsb. Waktu itu sedang ada promo besar-besaran di gramedia, aku borong beberapa bukunya.
“Anak-anak Angin” begitu judul bukunya. Isinya jangan ditanya, aku sempat beberapa kali menangis di beberapa bagian cerita (isinya bagus banget, wajib baca!). Adalah Bayu Adi Persada, seorang pengajar muda yang membuat catatan hariannya saat berada di Desa Bibinoi di Halmahera Selatan selama satu tahun. Ia mengabdi menjadi guru bagi anak-anak pelosok negeri. Dari buku inilah aku mulai mengenal “Indonesia Mengajar” yang digarap oleh Anis Baswedan. Dan karena buku inilah hatiku mulai tergerak untuk aktif di komunitas berlabelkan “pendidikan”. Aku mencoba memulai di tempat aku berkuliah, yaitu Aceh tepatnya bagian utara. Tergabung bersama komunitas JAYC (Jaroe Aceh Youth Community) membuatku lebih mudah untuk mengenal Aceh terutama dari sisi pendidikan. Ternyata bukan hanya mas Bayu Adi Persada saja yang bisa merasakan kepiluan melihat wajah polos anak desa yang serba kekurangan dan bisa dibilang tertinggal. Selain itu semangat dan senyum bahagia anak-anak desa juga menjadi vitamin untuk pengajar muda yang satu ini, ia bahagia karena keberadaannya di desa Bibinoi mendapatkan respon positif dari masyarakat setempat.
Sudah sejak dulu aku ingin sekali berkomunikasi dengan mas Bayu Adi Persada ini. Membaca ceritanya yang dimarahin bapak karena lebih memilih mengabdi menjadi guru di pelosok negeri daripada bekerja di perusahaan besar dan ternama. Jelas lah bapaknya marah dan menentang keputusan mas Bayu ini, soalnya beliau lulusan ITB. Wah sekali kan? Yang membuatku bangga padanya, meskipun ditentang bapaknya untuk tidak menjadi guru beliau tetap pada pendiriannya karena ia merasa ini adalah sebuah panggilan dari anak negeri untuk dirinya. Aku sempat search medsosnya waktu itu dan hasilnya nihil. Setelah itu aku tidak pernah mencoba lagi, mungkin ia tidak memakai nama panjangnya atau mungkin ia tidak main sosmed. Ah entah lah, aku sangat ingin berkomunikasi dengannya saat itu mengenai indonesia mengajar.
Sebuah kebetulan, semenjak masuk komunitas pendidikan pada tahun 2015 aku bertemu dengan orang-orang hebat seperti mas Bayu, mereka sama-sama dari “Indonesia Menagajar”. Seperti dugaanku, mereka sangat ramah, energik dan cerdas. Latar belakang pendidikannya jangan ditanya, semuanya luar biasa. Ada yang rela meninggalkan S3 di belanda demi menjadi pengajar muda di pelosok negeri, ada yang meninggalkan panggilan perusahaan, ada yang fresh graduated dan berani mengambil keputusan menjadi pengajar muda, dan ada yang memang merasa terpanggil untuk mengabdi. Aku juga banyak belajar dari mereka, terutama tentang sebuah totalitas dalam mendidik. Mereka semua sangat energik dan bisa dibilang semangatnya sangat berapi-api. Dan juga sangat pandai berkomunikasi dengan baik terhadap anak-anak tersebut, aku yakin mereka semua adalah calon Ibu dan Bapak yang sempurna untuk anak-anaknya kelak.
Di Aceh aku banyak sekali bertemu dengan orang-orang yang peduli dengan pendidikan anak pedalaman. Bukan hanya orang lokal saja melainkan dari luar kota juga banyak. Salah satunya ya ini, para pengajar muda yang berasal dari berbagai daerah. Tantangannya cukup sulit menurutku dan membutuhkan penyesuaian ekstra terutama dari bahasa. Apalagi rata-rata anak pedalaman Aceh Utara tidak pandai berbahasa Indonesia. Tapi entah mengapa aku belum pernah melihat raut kesulitan adaptasi dari diri mereka. Luar biasa!
Sayangnya, 2017 lalu adalah tahun trakhir pengajar muda di transfer ke Aceh karena sudah selesai masa bakti. Mereka pamit, untuk sementara meskipun tidak tahu kapan akan kembali lagi. Ah sepi rasanya. Tidak ada lagi pesan di whatsapp “Bikin kegiatan di SD XXX yuk tempatnya anak PM (pengajar muda)” atau “kalian ke sekolah aku dong, kita bikin kegiatan dengan tema blablabla” dan percakapan lainnya. Meskipun begitu, setiap pertemuan pasti ada perpisahan dan inilah saatnya. Tak perlu disesali, simpan rapat-rapat kenanganmu di dalam hati dan abadikan ia, kelak ini bisa jadi cerita untuk masadepan.
Pengajar Muda kak Rani, gadis cantik asli Bondowoso
pelaksanaan kegiatan di SD tempat salah satu pengajar muda
bang Ilham, Pengajar Muda asli Minang
sebenarnya masih banyak sekali yang ingin kuceritakan, tetapi ini saja sudah terlalu panjang dan kalo kepanjangan nanti bosan dibaca hehehe tapi yasudah,jadinya singkat ceritanya saja hihi
Pematang Siantar, 5 April 2018