Kala itu di Aceh, belanda membuka perkebunan di daerah tanah gayo. Pada akhir abad ke 19 dulu. Namun, tak berlangsung sukses hama pohon menyerang. Karena belanda tak mau rugi, memang keuntunganlah yang dia cari, maka belanda mencari akal.
Oleh sebab itu tersebutlah sebuah tanaman yang mujarab membasmi hama pohon kopi, malah bisa juga untuk ulat tembakau pun habis di hajarnya. Belanda tergoda dengan keadaan itu, dan langsung membawa bibitnya dari India ke tanah gayo.
#sumber
Itulah tanaman hebat yang di kenal di Aceh saat ini adalah yang bernama Ganja. Di kalangan anak muda sekarang, ganja lebih di kenal dengan familiar yang di sebut juga, bakong ijo, gelek, cimeng atau rasta. Sementara sebutan keren lainnya ialah tampee, pot, weet, atau dope.
Begitulah mungkin sejarah ganja di Aceh. Setidaknya, itu adalah hasil saya berselancar mencari sejarah tentang ganja di Aceh. Sekarang mau bagaimana lagi, ganja sudah terlanjur identik dengan orang Aceh.
Mungkin bukan saja sekedar identik,-- seperti durian di Medan yang di mana ternyata tidak ada pohonnya di Medan -- sampai sekarang mungkin ganja memang masih tumbuh subur di Aceh. Bahkan beberapa peneliti(pengakuan beberapa kawan yang merasa pintar di bidang ganja), menurutnya ganja yang enak itu hanya tumbuh di Aceh. Menurut kawan-kawan, itu ketika ganja tersebut ditanam di daerah lain, maka rasanya akan berbeda dengan tempat yang lain.
Tanah aceh adalah syurganya bagi ganja, mungkin itu kata-kata lebih cocok untuk saat ini, begitulah kira-kiranya.
Belakangan, kabarnya, ganja Aceh ini agak cocok ditanam di pegunungan Mandailing Natal, Sumatra Utara dan curup, Bengkulu.
Tapi, masih pada posisi "agak". Artinya, tetap saja tanah Aceh yang paling pas atau subur untuk tanaman ganja. Persis dengan tembakau Deli, tidak akan enak atau subur kalau bukan di tanah Deli sendiri, meski kabarnya tanah Jember di jawa Timur itu tekstur sama tanahnya dengan Deli, tetapi tetap saja tembakau yang enak itu dari Deli. Tembakau Jember, meski dibikin merek tembakau Deli, tapi tetap saja tak bisa mengimbangi akan tembakau Deli.
Tetapi, apapun berita miring soal ganja, tetap saja ganja Aceh itu yang "the best", kata penikmatnya. Ketika itu Aceh dituding sebagai produsen ganja terbesar di Asia tenggara setelah Thailand.
Sementara itu ganja yang jelas memang sudah sangat familiar di Aceh. Sudah banyak yang telah menikmatinya secara sadar atau tidak. Ada yang menikmatinya via rokok, bumbu dapur, dodol, campuran kopi, hingga di olah ke berbagai jenis lainnya.
Apakah itu salah? Ya,, tetap salah, dengan perundang-undangan tentang larangan proses produksi narkoba. Di Aceh, ganja sebelumnya dijual bebas. Layaknya daun salam untuk bumbu masakan, ganja juga begitu masalahnya juga, seperti cerita asal mula ganja di atas tadi (entah benar atau tidak), sekarang mungkin ganja telah berubah fungsi. Dia memang tetap jadi obat mujarab, tetapi khusus bagi pecandu-pecandunya. Fungsinya sebagai obat, seperti untuk hama kopi atau ulat tembakau sudah di lupakan. Kabarnya juga dia adalah pohon yang segala fisiknya bisa menjadi obat. Dunia kedoktoran mengakui kalau ganja itu bisa "mematikan" gen-gen yang bernama "Id-1" yang di gunakan sel-sel kanker untuk menyebar ke seluruh tubuh. Bisa juga di gunakan untuk menghentikan serangan epilepsi, bisa meningkatkan paru-paru, bahkan bisa mengatasi tremor dan meningkatkan kemampuan motorik pada pasien yang terkena penyakit parkinson. Kabarnya Masih banyak lagi kegunaannya,
Tapi itu tadi, ganja sekarang terlalu di pandang negatif karnanya.
GANJA kata yang penuh dengan berbagai makna dan pertanyaan. berbicara soal ganja, saya jadi teringat dengan ucapan pak polisi kita Untung Sangaji yang mengatakan. bahwa, rakyat Aceh silahkan saja menanam GANJA tetapi jangan jual di indonesia tapi keluar indonesia khusus nya di daerah penghasil narkoba terbesar di dunia seperti ke China atau Thailand. sambil ketawa hahahaha.
saya pikir ada betulnya juga dari ungkapan pak polisi kita. mantap Kapolres Aceh Utara AKBP Untung Sangaji