Alhamdulillah... Sekolah yang berada di tengah-tengah kebun kelapa sawit ini telah berubah berkat dukungan terbaik dari Sahabat Peduli.
Masih banyak sekolah-sekolah lain di tapal batas negeri yang membutuhkan uluran tangan Anda. Mari berkontribusi membangun masa depan anak-anak Indonesia!
|| Terlambat Masuk Sekolah, Rangga Menangis Sendu Menahan Malu ||
Namanya Rangga, tapi ia bukan Rangga sang pujangga Cinta yang ditunggu sampai ribuan purnama. Di salah satu pelosok negeri, juga ada seorang Rangga yang sedang mengejar impian dan cita-citanya. Tiap harinya, ia berjalan kaki sepanjang 3 km selama 40 menit untuk sampai di sekolah.
Rangga tampak menangis di pintu kelas. Bukan karena lelah berjalan melewati kubangan dan lumpur, tapi tangisannya menetes karena tak kuat menahan rasa bersalah akibat terlambat datang ke sekolah.
Pak Rumata, bapak guru kelas dua yang mengajar di pagi itu, tidak sengaja membuka pintu kelas dan terkejut melihat anak didiknya menangis di muka kelas.
“Rangga kenapa? Terlambat karena jalan tidak diantar Ibu? Sudah ayo tidak apa-apa. Jalannya memang rusak kan, Jangan menangis. Ayo masuk kelas Rangga,” kata Pak Rumata sembari mengelus ubun-ubun Rangga.
Ini adalah gambaran sekolah Rangga saat pertama kali tim ACT melakukan assesment. Sekolah Rangga hanyalah sebuah sekolah di balik kebun kelapa sawit. Akses pendidikan bagi anak-anak Kampung Bandar, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan berupa sebuah sekolah tiga ruang kelas dengan nama SDN Muara Medak “Kelas Jauh”. Hanya berdinding kayu, penuh debu dan serangga dari kebun sawit di sana sini. Sekolah dari papan “kayu” ini berdiri dari swadaya masyarakat Kampung Bandar Jaya. Urunan demi anak-anak mereka bisa sekolah.
Ini cerita Rangga setahun yang lalu, SDN Muara Medak “Kelas Jauh” kini sudah berbenah melalui Program Tepian Negeri dari ACT. Sekolah ini hanyalah satu dari banyak sekolah serupa di negeri Indonesia. Mari bangun negeri ini mulai dari tepi. Bersama kita wujudkan sekolah-sekolah untuk mereka, anak-anak tepian negeri.