Pernikahan itu akan menyempurnakan separuh
agama. Sehebat apapun sebelum menikah, masih belum komplit keber-Islaman kita. Nikah itu sunatullah. Mumpung belum ketemu calon, perbanyak ibadah, qiyamul lail, semoga akan dipertemukan oleh Allah dg pasangan yang sekufu dengan kita.
Namun bisa jadi pasangan yang kita dapatkan, tidak sesuai dengan yang kita bayangkan. Tidak sama dengan kriteria yang kita idam-idamkan, sebagaimana di buku-buku yang pernah kita baca, atau ceramah-ceramah yang pernah kita dengar. Sikapilah itu sebagai pemberian terbaik dari Allah untuk kita. Tidak usah protes, jangan mengeluh.
Pernikahan itu menyatukan dua makhluk Allah yang berbeda. Laki-laki sangat didominasi oleh logika. Sementara wanita, lebih mengemuka perasaannya. Belum lagi latar belakang keluarga, pendidikan, lingkungan, dan lain sebagainya. Jadi jarang atau mustahil, dalam pernikahan itu langsung cocok. Selalu saja ada kurangnya
Tugas suami itu mengayomi istri. Buat istri nyaman dengan kehadiranmu sbg suami. Suami itu imam di rumah. Makanya dia yang paling tahu kemana arah rumah tangganya dibawa. Suami bersama istri harus bisa merumuskan visi keluarganya dibawa kemana. Tentu, semua merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Ada aturan main yang sengit di sana. Kita harus belajar dari situ.
Suami itu juga mempunyai kewajiban memberi nafkah lahir batin terhadap keluarga. Sehingga suami, sebagai tulang punggung keluarga, harus mencari rejeki yang halal buat keluarga. Istri, sebagai manajer yang mengelola keuangan keluarga. Bukan soal banyak atau sedikit, namun yang lebih utama adalah berkahnya. Sebab dengan keberkahan, kebutuhan keluarga akan tercukupi.
Secara batin, suami harus menciptakan rasa aman dan nyaman di keluarga, sekaligus menjadikan keluarga Qur’ani. Di sisi lain, suami juga wajib memberikan nafkah biologis kepada istrinya. Semuanya harus imbang, dan saling pengertian serta memahami.
Karena itu, jadikanlah istrimu laksana bidadari surga, Insya Allah kamu juga akan diperlakukan sebagai raja. Jangan hardik dan kasari istrimu. Baik secara fisik maupun kata-kata. Sebab istri itu selalu ingat, apa yang dilakukan suaminya terhadap dirinya. Ingat, mereka lebih mengedepankan perasaan dibanding logika. Mungkin bagi lelaki itu hal sepele, namun bagi wanita tidak.
Panggillah istrimu dengan nama kesayangan, yang hanya kalian berdua yang paham. Misalnya ‘cinta’, ‘cantik’, ‘mawar’, ‘melati’, dan lain sebagainya.
Dalam membangun rumah tangga, tidak selalu berjalan mulus. Selalu ada saja masalah. Kadang itu hanya sepele. Tetapi jangan digampangkan. Sekecil apapun masalah, harus diselesaikan dengan baik2, jika tidak, bisa jadi akan membesar. Karena setan, akan ikut bermain di situ. Dan senantiasa mengembus-embuskan fitnah, untuk membuat kacau. Bicarakan berdua, dengan tenang. Cari waktu dan tempat, yang membuat nyaman. Jangan sampai masalahmu, orang lain yang lebih tahu duluan. Apalagi ngumbar curhat di medsos.
Sehingga sebagai imam, kamu harus berusaha menyelesaikan semua masalah itu dengan adil dan penuh kasih sayang. Jika ternyata belum bisa selesai juga, mintalah nasihat kepada murrabi, atau ustadz yang paham tentang syariah. Selain itu, bekalilah dirimu dengan membaca Fiqh Munakahat, biar faham tentang pernikahan itu.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2017/04/25/115528/nasihat-untuk-calon-pengantin.html
Berbagi imformasi bagi yang belum membacanya