"Apa lagi yang kau tulis?", tanyanya mengintip dari sela-sela jemari. Aku diam tidak menjawab. Kepalaku semakin dalam menunduk agar ia benar-benar tidak bisa membacanya.
"Cerita porno lagi?", tudingnya. Aku mengangkat wajah dan menatapnya. "Penasaran nih?", balasku sambil menjulur lidah.
Akhirnya dia diam. Mengotak-ngatik layar hapenya. Kuperhatikan sekilas ia sedang membaca kumpulan jawaban pertanyaan facebook, "Apa yang anda pikirkan...".
Facebook, menurutku satu-satunya medsos yang kepo. Bayangkan, setiap orang yang memiliki akun disana, selalu ditanya hal yang sama. Dan kita dengan 'gobloknya' setiap hari hampir selalu menjawab yang berbeda-beda.
Entah, kita sedang menipu facebook dengan mengganti-ganti jawaban atau kita menipu diri sendiri, seolah-olah punya pikiran. Aku nyerah jika diajak mikir, "Biar Dilan saja yang mikir, aku sama Milie mau mojok dulu...", Upss.
"Jadi, selama ini kita telah ditipu oleh facebook. Oleh si Zukenberg (?). Setiap hari kita harus memberikan jawaban, atau mencoba mngintip jawaban orang lain. Seharusnya setiap pemikiran kita, kita simpan, kita olah menjadi sumber kekayaan intelektual non benda. Itu harus terdaftar di lembaga-lembaga Hak Cipta. Kenapa? Terkadang, karena kita disodori pertanyaan yang sama secara terus-menerus, membuat kita terpaksa, harus menjawabnya. Ibarat sebuah introgasi yang akhirnya meruntuhkan pola pikir kita yang sehat...", berhenti sejenak, menarik nafas dan meneguk aqua.
Eh, maaf kembali ke cerita awal.
Milie tersenyum ketika aku meliriknya. Rupanya ia tahu, aku suka curi-curi pandang. Kami melanjutkan kesibukan masing-masing. Aku membayangkan jika saja Dilan bukan saudaraku, pasti sudah kurebut Milie dari tangannya. "Ganteng sama, cuma beruntungnya beda...", pikirku dengan belagu.
Aku kehilangan konsentrasi. Bukan karena kehabisan ide. Tapi etika melarangku untuk mengabaikan cewek semanis dan seputih Milie di abaikan begitu saja.
"Dilan kok masih lama ya?", tanyaku sambil melihat jam di hape. "Udah 2 jam kok belum ada kabar?", sambungku.
"Iya nih. Padahal tadi bannya baik-baik aja. Aneh deh...", Milie memggerutu.
"Memangnya mau kemana?".
"Tempat nongkrong Dilan. Dia mau kenalin sama temen-temen SMP nya...".
"Yakin?!!!... Itu tempatnya jorok lho. Saya saja nggak mau kesana. Bau... Dipinggir parit besar, mampet lagi...", Aku menyerocos terus tanpa bisa ditahan. Kujelek-jelekin teman-temannya, yang pada dasarnya temanku juga. Pasti mereka bisa memahami.
Setelah puas cerita kejahatan mereka, kemudian aku mulai cerita tempat makan yang enak. Tempat, ngopi yang enak. Dimana bisa ngopi sambil dating. Atau memandang lepas ke Samudera Hindia.
Beberapa, pernah aku kunjungi, beberapa lagi tidak. Dan Milie tertarik!!!. Yess...!!! Buktinya dia mengajakku, pergi ber-tiga dengan Dilan. Alasannya, "Kan kamu sepupuan sama Dilan. Jadi aku juga harus kenal kamu...!!!".
Akupun melompat kegirangan mendengar kata-kata itu. Yes....yesss..., Milie tersipu melihatku. Beberapa mata menatap kami, dan akupun..., "Gubraaak... ".
"Bang... Ga apa-apa kan bang?", tukang tempel ban berusaha membantuku berdiri. "Capek kali ya bang, dorong motornya?", tanyanya polos.
Aku gelagapan, kucari-cari sosok Milie. "Cewek yang tadi mana? Cewek yang duduk sama saya?", tanyaku panik. Tukang tempel ban melongo. Aku melongo dan kami sama-sama melongo. Ternyata aku mimpi Milie....
Wkwkwkw