Puluhan tahun lalu saat kita masih kecil, saat lebaran tiba, hampir semua kita tidak pernah absen bersilaturrahmi ke rumahnya, bahkan kadang berkali-kali kita kesana, kalau saat datang pertama pintu rumah tertutup.
Begitu juga Saat itu kita yang sedang berjuang dalam pendidikan, saat kita di Pondok, saat sosok itu tiba ia selalu membawa sesuatu, kue ala kadar dan juga sedikit rupiah.
Lagi, Saat kita masih kecil, di lapangan bola, dalam kurumunan manusia, sambil menyaksikan pertandingan bola, mencari sosok itu, tentu ia tak pernah mengatakan tidak.
Sosok itu adalah Abuwa kita, Asnawi Ali, (Abuwa Wi). Saat kita menghadapi masalah, ia ada, bahkan ia korban diri, tak hanya materi, ia korbankan waktu dan tenaga.
Juga pada saat kita menyampaikan sesuatu kebutuhan saat kita kuliah atau di Dayah, ia tetap mengirimnya, walau kita tak tau bagaimana kondisinya. Begitulah kita yang Doeloe, namun beberapa waktu lalu entah siapa provokator yang coba memecah ukhwah keluarga kita, tapi yang berlalu biarlah, kini mentap masa depan dan doa, semoga ukhuwah kita liat erat, perbedaan pendapat, politik dan mazhab biar lah, cukup kita ingat kenangan saat bapak "Syik" Ali Ubat masih ada, cucunya "Kita" berkumpul ceria.
Kemarin, Sabtu, 20 Januari 2018, kulihat sosok itu, ku kecup tangannya, wajahnya kini mulai lelah, mungkin tak sekuat dlu lagi, tapi ia tetap menjadi orang yang pertama untuk kesuksesan acara Preh dara baro apacut. Wajahnya tetap tersenyum, sembari bercanda dengan cucunya.
Ialah yang selama ini menjadi Motivator, ia menjadi lilin, ia bakar diri untuk menerangi orang lain, ia tak pernah menceritakan pahitnya kondisi yang ia rasakan, tapi ia tetap selalu derma.
Moment kemarin adalah moment kita bersatu, sosok Abuwa adalah tokoh pemersatu, kita rindu suasana dulu. Kita berdoa selalu diberikan kesehatan kepadanya, dan ukhwah kita semakin erat.
Abuwa, jadilah matahari, engkau sinari bumi tanpa harus mengorbankan diri....
*Catatan Nasril