ALASAN UNTUK HIDUP #2 / A REASON TO KEEP BREATHING

in #fiction7 years ago (edited)

alasan untuk hidup 2.png

Bagian pertama

Rutinitas yang sama disetiap hari. Membosankan. Aku bangun dari kursiku dengan menjinjing sebuah ransel. Terus melangkahkan kaki menuju pintu kelas untuk keluar. Jam tangan digitalku menunjukkan angka 02.36, Waktunya pulang sekolah. Banyak siswa dan siswi saling membuat keributan di kiri dan kananku. Benar-benar terlihat seperti sekolah. Meski aku menikmati peranku di sini, tapi tidak berarti aku harus benar-benar mengikuti tingkah para remaja labil ini.

Tap tap tap tap…
Aku mendengarkan derap langkah yang begitu cepat. Aku rasa aku tau si pemilik langkah kaki itu. Seorang wanita, berambut ikal panjang, berponi, pendek, jelek, lelet, lemot, dan bernama Bebi. Hahhh, bagaimana aku bisa tau sedetail itu? Tentu saja aku bisa melihatnya dengan jelas melalui kaca jendela kelas yang transparan ini.

Ini rutinitas keduaku. Bebi akan selalu menghampiriku saat sekolah berakhir. Dia akan selalu menungguku di depan pintu kelas. Dan begitu aku melangkahkan kaki melewati pintu, maka…

“Rafaa!! Aku suka kamu!!” Dengan segera ucapan itu terdengar lantang ditelingaku. Menyebalkan.
“Lagi?” Ini yang ke dua kalinya Bebi bertingkah aneh. Ia terus saja menyatakan perasaannya padaku.
“Tapi kamu kan ga pernah ngejawab pernyataanku.” Dia berdiri di hadapanku dengan wajah memerah, karena lelah berlari tentunya, bukan karena pernyataannya. Dia sama sekali bukan wanita yang tau malu. Aku yakin itu. Wajar ia kelelahan, kami berbeda kelas, aku di kelas 2A dan dia di kelas 2F, kelas terburuk di sekolah ini. Cukup jauh di selangi beberapa ruang kelas. Tapi itu tidak berarti penjagaanku terhadapnya mengendur. Aku cukup professional dalam hal ini.

“Lalu, kau mau jawaban?”
“Enggak!”
“Hei??! Apa-apaan itu?” Apa yang sebenarnya dia inginkan?!
“Kamu selalu aja ditembak beberapa cewek dalam beberapa bulan, setelah ini juga pasti bakalan ada yang nembak lagi kan? Kali ini di mana? Di kantin? Lab. Seni? Belakang sekolah?” Hmmm…. Instingnya lumayan tajam. Bikin repot.“Terus semuanya kamu tolak kan? Aku gak mau di jawab!”

Bebi terlihat berapi-api. Apa remaja sekarang itu memang sudah ga malu lagi nembak cowok blak-blakan begini? Ah ya, aku lupa kalau hal ini sudah menjadi trend sejak puluhan tahun lalu. Seandainya saja mereka tau umurku yang sesungguhnya, apa yang akan mereka lakukan? Mungkin aku akan di campakkan, atau bahkan mereka akan lebih menyukaiku. Bukankah pacaran dengan yang jauh lebih tua juga sudah menjadi trending topic baru-baru ini.

“Kenapa senyum-senyum sendiri?” Hmm?? Apa barusan aku tersenyum? Tapi sepertinya dia benar. “Raf, pokoknya, gak harus di jawab. Kita seperti biasa saja, okay!” Sambil berbalik dan berlari, Bebi mengedipkan matanya padaku. “Hari ini aku petugas kebersihan kelas. Tunggu aku! Kita pulang sama-sama yaaa…”

Suaranya lenyap di tikungan di depan kelas 2D. Sikap aneh Bebi sama sekali bukan yang penting bagiku, dia memang selalu aneh. Satu hal yang terus mengganggu pikiranku. Petra, temanku dari agensi, dia mengirimiku pesan bahwa saat sekolah usai dia akan menghubungiku. Ada hal penting yang ingin ia sampaikan. Tentu saja semuanya berkaitan dengan gadis bodoh itu. Tapi sebelum itu, aku harus segera menyelesaikan urusan remaja yang ini terlebih dahulu.

Aku menelusuri koridor kelas yang terasa begitu panjang dengan terus saja mengecek beberapa informasi penting melalui CP -ku. Sekolah ini merupakan sekolah terpilih dari agensi, sehingga segala kemungkinan yang dapat membahayakan Bebi dan aku bisa sedikit diminimalisir kan. Namun begitu, aku tetap tidak boleh lengah. Segala hal yang tidak terduga bisa terjadi kapan saja.

Langkahku terhenti tepat di depan gedung utama sekolah. Di bawah sebuah pohon yang paling besar dengan daun lebat yang membentuk payung. Pohon kebanggaan sekolah. Di sana sudah ada seorang siswi yang menungguku, berdiri tepat di bawah batang pohon besar yang tua. Aku menyimpan CP ku dan menghampirinya dengan pelan. Tentu saja aku juga perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi tingkah seorang remaja yang terobsesi padaku ini.

“Rafa. Udah datang ya.” Ucapnya sambil tersenyum. Benar-benar senyuman yang manis untuk seorang siswi SMA.

Dia siswi kelas tiga di sini. Ku dengar dia siswi tercantik dan terpintar di sini yang belum pernah didekati siapapun. Ah bukan, pasti dia menolak setiap pria yang menyatakan perasaan padanya selama ini. Dan sekarang dia berdiri di hadapanku untuk menyatakan perasaanya. Dia punya penilaian yang tinggi. Menarik. Tapi aku meragukan kepribadian wanita sepertinya.

“Ada apa?” ucapku hanya untuk sekedar basa-basi.
“Oh, iya. Ini… kamu pasti tau tujuanku meminta kamu untuk ke sini.” Dia kembali tersenyum manis. Senyum yang terbaca jelas maknanya olehku. “Aku Rosalia. Hmm… maaf kalau aku menyita waktumu sebentar.” Dia menarik rambutnya ke belakang telinga. Tak tik yang hebat. Rosalia, akan ku ingat nama itu. “Kamu tau, kalau kamu mengatakan suka pada seseorang dibawah pohon ini, kamu akan terkena kutukan cinta lho?” Dia menyentuh pohon besar itu sambil membelakangiku. Informasi yang konyol. Apa dia masih memiliki pikiran yang normal? Sampai kapan dia akan berakting. Aku mulai bosan.

“Rosa. Aku ga ngerti. Ah maaf, maksudku Kak Rosa.”
“Ga pa-pa kok.” Dia membalikkan badannya, dan mulai berjalan mendekatiku. “Rafa. Selama ini aku udah merhatiin kamu. Banyak laki-laki yang memintaku untuk menjadi kekasih mereka. Tapi aku ga bisa. Apa kamu tau alasannya?”
“Karena Kakak suka aku?”
“Begitukah?” Dia memainkan perannya dengan baik. “Hehehe, iya nih.” Dia melangkah lebih dekat. Ku rasa sekarang jarak kami hanya 50cm saja. Dia menatapku cukup lekat. “Lalu, apa jawaban kamu?”
“Maaf.”
“Maaf? Apa secepat itu?”
“Iya. Maaf.”
“Kamu ga harus ngejawab sekarang kok. Dipikirkan saja dulu.” Ini sih, kasusnya akan sama dengan Bebi. Haaaahhh… aku cuma bisa menghelas nafas. Ku pikir gadis ini akan berbeda.
“Kak Rosa. Kalau boleh aku tau. Apa yang kakak suka dariku?” ucapanku seperti membohongi umurku sendiri saja.
“Kamu? Semuanya. Aku suka kamu yang pendiam, pintar, misterius, dan dewasa. Semua wanita mendambakan laki-laki yang seperti itu kan? Kamu dambaan semua wanita. Bukankah kita pasangan yang serasi?” Dia mulai memperlihatkan taringnya. “Laki-laki yang hebat seperti kamu akan sangat cocok dengan wanita sepertiku. Benar kan?”

Dia kembali tersenyum. Tapi aku hanya membalasnya dengan diam. Aku tidak suka gadis ini. Sama sekali bukan tipeku. Bagaimana bisa ada pria yang menyukai wanita seperti ini? Sebaiknya aku selesaikan ini sekarang juga.
“Maaf Kak. Aku ga bisa.” Ucapku datar.
“Aku kan udah bilang, ga harus di…”
“Maaf. Tapi aku memang ga bisa.” Sekali lagi aku menegaskan jawabanku. Petra menungguku. Sejak tadi hanphone ku terus saja bergetar. Aku tidak peduli apa yang dipikirkan gadis ini. Tapi perasaannya itu adalah masalahnya, bukan urusanku.

I write this chapter in Indonesian Language. If you want me to repost it in English, just give any comment below, and keep following @hime.sama. Don't forget to resteem and vote. Thank you guys!!

Sort:  

Banyak alasan untuk hidup ini Di bawah sebuah pohon yang paling besar dengan daun lebat yang membentuk payung. Pohon kebanggaan sekolah. Di sana sudah ada seorang siswi yang menungguku, berdiri tepat di bawah batang pohon besar yang tua. Terimakasih ya Follow saya jg @sweett

Terima kasih untuk apa ya? Hehe

Tapi sudah saya follow ya...

Dia ga suka semua org.
#nungguintokohutamamati hahaha

Kita lihat saja nanti hana. Hehe

Ceritamu bagus, kenapa tidak terus posting setiap hari?

waah, bikin saya jadi semangat. kalo gitu akan sering-sering saya posting :D
Makasih sebelumnyaa

ceritanya bagus, ga sabar untuk lanjutannya ^^

makasih yaa :D