Pastinya kami sempat saling tukar kontak telepon. Setelah dua hari berlalu tidak satu pun pesan masuk dari nya ke layar ponsel. Begitu pula sebaliknya, aku belum berani menyapanya dalam satupun bait pesan.
Malam itu jam dinding di rumah ku berdetak saperti biasanya, Televisi dengan ukuran 29 inc berdengung dari ruang utama, Dari kamar sebelah adik ku yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama sibuk mengerjakan tugas pekerjaan rumah (PR), Cahaya bulan bersinar terang dari balik jendela. Ku Lihat beberapa pesan masuk muncul ke depan muka ponsel. Saat sedang mengetik balasan chat teman, terbesit di pikirku untuk mengirim satu pesan singkat kepadanya (Rinai) Gadis yang kujumpai di kedai kopi page kemarin.
Aku pun memberanikan diri untuk untuk menulis dua kata singkat.
“Selamat Malam” Via pesan WhatsApp
Lima menit berlalu, tidak ada balasan yang ku terima, di baca saja pun tidak. Ahhhh, kupikir apa dia sedang sibuk??? Atau Ia adalah pasangan seseorang yang tidak mau di ganggu. Ku ambil satu cangkir minuman kecil di ruangan dapur, perlahan mulai ku aduk kopi yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari malam - malam panjang ku. Ternyata Menunggu pesan dari seseorang yang kita kagumi sangat berat Ketimbang menunggu dosen killer masuk ke ruang belajar. Jantung Berdebar Kencang.
Pesan masuk terus saja menderingkan ponsel. Perlahan ku buka satu per satu. Di list pesan paling bawah nama indah itu muncul. Ternyata benar, satu pesan darinya terselipkan. Sungguh ini adalah awal yang seru.
“Selamat malam kembali” Balasnya.
Chattingat pun bermula, Aku pun mengajukan beberapa pertanyaan mengenai pribadi nya, Mulai dari Kediaman, Keluarga, Kuliah dan beberapa pertanyaan ringan. Biasa layaknya remaja berkenalan. Yang menarik adalah ia adalah pribadi yang lihai berbahasa inggris, Juga ia berlatar belakang pendidikan agama yang kuat, lulusan dari salah satu dayah terpadu terkenal di pusat provinsi. Aku semakin terkesima dengan pribadi nya. “Ini adalah Gue banget” Dalam Hati.
Hari-hari berlalu, malam – malam selanjutnya setelah itu adalah bahagia, kami semakin sering saling sapa, pembahasan nya semakin hari semakin seru saja. Sudah seminggu setelah perjumpaan itu. Kita memang saling akrap dalam kotak pesan, Tetapi aku ingin kita saling menatap dalam benar- benar pandang. Hari ini aku ingin sekali melihat paras cantik nya. Aku tidak melihat nya di sekitaran kampus, kantin-kantin, maupun tempat2 diskusi mahasiswa.
Aku pun bergegas menuju kedai kopi biasa tempatku menikmati segelas Sanger Arabica. Sambil menulis beberapa artikel untuk ku posting di akun media sosial dan blog. kantin hari ini nampak sedikit ramai, orang orang sibuk dengan sesekali tawa dan candaan. Aku berada di sudut pojok dengan salah seorang teman seangkatan yang juga masih berkutat dengan skripsi. Sama dengan ku.
Tetapi kasus kami berbeda. Aku belum selesai skripsi dan sudah menginjak semester IX karena beberapa alasan. Jika ada yang bilang karna kesibukan ku mengurus organisasi, itu adalah hal yang salah. Organisasi bukan hal yang memperlambat kuliah ku selesai, tetapi karena efek lalai dan terlena oleh status mahasiswa yang sangat nyaman. Alasan lainnya adalah aku terlena pada kepergian, perjalanan dan petualangan yang kerap kali ku lakukan jika sedang punya uang banyak.
Sedangkan teman ku, ia sudah malas pergi ke kampus karena tidak ada lagi mata kuliah, juga karena tuntutan pekerjaan yang membuatnya masih tetap tinggal. Sesaat kemudian Si kawan pamit untuk pulang.
Kulanjutkan ketikan jari pelan dengan berbagai pilihan kata, Lagu sendu milik Band Indie Fourtwenty dengan judul Fana Merah Jambu kuputar dari balik Headset. Tiba-tiba Seorang gadis dengan tinggi 160 Cm berdiri tegak di hadapan ku, ia tambah lebih menawan dari minggu lalu, Hari ini ia mengenakan baju dan kerudung merah, Sungguh,,,,, Kulit tangan nya yang lembut nan putih sangat seirama dengan dandan nya hari ini. Aku seakan laksana pangeran yang sedang duduk di atas singgah sana Raja, seorang bidadari cantik menatapku dengan penuh rasa. Ya, Rinai berdiri di hadapanku.
“Ehhh, Rinai.... Habis dari mana. Silahkan duduk” Kataku
Dengan senyuman kecil paling manis ia duduk di depan ku.
“Aku habis dari perpustakaan, Mencari buku untuk bahan Skripsi” Sahutnya.
Musik pun ku matikan. Seorang pelayan yang sedang lewat ku panggil dengan sekali kode. Di luar dugaan ternyata Rinai juga seorang yang suka minum kopi, Ahhhhh, Apa ini kebetulan??? Atau Memang kita adalah sepasang takdir yang pertemukan.
Benih asmara di hatiku pun mulai tumbuh. Tetapi aku tidak bisa membaca detak dari hatinya. Ia layaknya ramah tapi tidak ingin terlalu cepat ku jamah. Layak nya ingin cepat sampai tetapi melaju penuh santai.
Posted from my blog with SteemPress : https://samsolrizal.000webhostapp.com/2018/08/malam-bahagia-dan-perjumpaan-kedua-di-meja-yang-sama-part-2