Beberapa hari ini, jagat perfilman Indonesia dihebohkan oleh sebuah komentar satir dari seorang netizen tentang film Indonesia. Komentar itu muncul terkait akan difilmkan sebuah novel fenomenal karya Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia. Komentar netizen tersebut telah membuat pekerja film di Indonesia berang. Dia menyatakan bahwa tidak ada satupun film Indonesia yang berbobot dan layak untuk dinonton. Dia menyatakan pendapat tersebut dari kaca mata seorang penonton film.
Dia tidak menyatakan secara spesifik dari segi mana film Indonesia tersebut tidak layak tonton. Karena jika menilik lebih dalam, banyak pendapat demikian sebelumnya dari penonton tanah air yang merupakan pemuja Hollywood mengatakan bahwa film Indonesia tidak mampu menyaingi film Amerika tersebut. Saya dulu juga berpendapat sama. Tetapi saya sedikit terbuka cara pandang setelah bertemu beberapa pegiat film di Indonesia.
Saat Aceh Film Festival 2017 digelar, saya berkesempatan berjumpa dengan tim produksi film Marlina si Pembunuh Empat Babak. Beliau (lupa namanya) bercerita panjang lebar tentang sejarah perfilman Indonesia. Indonesia punya banyak ide untuk difilmkan. Indonesia kaya akan cerita yang sangat berpotensi. Beliau kemudian menyinggung pemerintahan pada era Soeharto yang rela mengizinkan film Hollywood masuk ke Indonesia agar tekstil Indonesia bisa di impor ke sana.
Beliau menjelaskan, jika saja masyarakat Indonesia tidak pernah dinontonkan film Hollywood, dan berkiblat ke sana, maka bioskop-bioskop di Indonesia akan dipenuhi oleh jadwal tayang film-film Indonesia. Beliau juga memberi contoh film-film Spanyol yang kaya cerita juga film-film Perancis yang bereksperimen dengan berbagai macam gaya cinema. Penonton kita sangat dangkal dalam menonton sebuah film. Hal itu dipengaruhi oleh film Hollywood yang masuk ke Indonesia, beliau mengisahkan.
Beberapa tahun ini, film Indonesia sudah membuktikan kegarangannya di kancah perfilman dunia. Beberapa dari film Indonesia berturut-turut mendapat penghargaan dari festival bergengsi seperti Cannes Film Festival, Toronto Film Festival, Venice Film Festival, dan beberapa festival lainnya. Bahkan film Ziarah mendapat penghargaan terhadap aktornya yang merupakan seorang nenek berumur 90an tahun tapi memerankan karakternya dengan baik. Ini sebuah pencapaian luar biasa dari sutradara Indonesia, saya kira.
Ada beberapa film indonesia yang cukup berkualitas menurutku seperti ; Kapal Van der wick, Habibie & Ainun, Ayat-Ayat Cinta, Negeri 5 Menara dan lain sebagainya karena diangkat dari kisah nyata kehidupan sesworang dalam novel. Majulah per filman Indonesia. Great post. Salam kenal by @azroel
Terima kasih @azroel . Kalau di Asia, film Indonesia masih diperhitungkan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya
Kalo dari segi cerita memang banyak, dri segi penggunaan teknologi kayaknya banyak kekurangan,, contoh Comic 8, efek nya jelek.. Untuk efek, the raid sudah ckup keren untuk film indonesia..
Nah, inilah yang saya bilang tadi. mindset penonton Indonesia masih menilai tolak ukur film itu ada pada teknologi. Padahal teknologi itu hanya sesuatu yang memudahkan sineas untuk bertutur dalam bahasa sinematografi. Lihat saja film Avenger yang dibuat dengan teknologi canggih tetapi ceritanya sangat dangkal.
Semua unsur di film diperlukan,, walau skenario bgus kalo dikemas buruk ya gak dpat juga ceritanya.. Coba kalau skenario bgus, dikemas apik, semua unsur berimbang, apa gak mantap itu..
"Dikemas buruk ya gak dapat juga ceritanya"
Dan pertanyaan saya -Apakah semua film harus diedit menggunakan CGI?-
Bagaimana yang maksud "dikemas"? Apakah menggunakan teknologi canggih?
Sebelumnya, terima kasih sudah memberi komentar dengan serius dan membangun diskusi pada postingan ini. Saya sangat mengapresiasinya.
CGI kan salah satu teknik aja, banyak dipake di genre sci-fi.. Banyak juga kan film barat yg simple tapi enak ceritanya,, film indonesia yg bagus juga ada, simple tapi mengena "cek toko sebelah" enak tu film nya..
Tq apresiasinya.. 🙏🙏
Yang sudah jelas gak berkualitas adalah sinetron dan beberapa acara hiburan gak jelas yang suka buka aib orang. Hehehe.
haha..itu biasa bang, mengejar pendapatan komersil
Hmmm....menurut kk...engga jg.spt film pengabdi setan amp ke luar negeri di putar filmnya...trus jd film yg paling byk penonton jg
Pengabdi setan itu film remake kak. Setelah sukses pada film pertama, dibuat kembali dan sukses kembali
Menurutku bar, film indonesia terbaik itu film ini
Cuma satu kritik saya ttg film Indonesia, dari teknik, pengambilan gambar, cerita sudah bagus banget, yang masih kurang adalah soal percakapannya. Rasanya jarang banget ada yg bikin menggunakan percakapan bagus.
Nah, kalau ini setuju. Dialognya masih kelihatan biasa saja dibandingkan film-film lain. Tidak memberikan makna mendalam sebagaimana sinema itu sendiri. Memang tidak mudah untuk menulis sebuah skenario yang utuh dan exceptional, tapi at least saya sudah sangat mengapresiasi film Indonesia
udah banyak yang membaik. Terakhir saya nonton Marlina sama Posesif. Ntab betul. Berikutnya, Edwin akan membuat film dari Novelnya Eka Kurniawan: Seperti Dendam Rindu Harus di Bayar Tuntas. Worth to wait!
Btw sudah pernah dengar Festival Film Purbalingga belum?
Nah. Film Indonesia semakin keren.
Sudah @gibic. Kawan-kawan dari Purbalingga seperti Mas Bowo super keren. Sayangnya, saya belum sempat menonton film dokumenter karya Mas Yuda tentang FFP.