Ketika "Sirkus" Spanyol Bikin Runsing Hati

in #football7 years ago (edited)


Sebelas pemain Spanyol tak ubahnya para pemain sirkus di Stadion Luzhniki, Moskow, pada Minggu (1/7/2018) pukul 21.00 waktu Indonesia. Mereka cukup lihai dalam menjinakkan si kulit bulat. Kemana pun bola menggelinding, selalu saja ada kaki pemain Matador di sana.

Kelihainya Ramos dkk membuat permainan Rusia tak ubahnya tim semenjana. Tapi, mereka punya dukungan lebih dari "pemain" ke-12 yakni penonton. Sehingga meski dikepung dari berbagai penjuru, wilayah pertahanan mereka sukar ditanduk Matador Spanyol.

Berdasarkan data statistik yang dilansir FIFA, pasukan Fernando Hierro tampil apik. Boleh dibilang, Rusia yang Stanislav Cherchesov tak kuasa memberi perlawan. Hal ini bisa dilihat dari penguasaan bola, anak Spanyol mencapai angka 74 % banding 26 % milik tuan rumah Rusia.

Data lengkapnya lihat di bawah ini:

Spanyol Statistik Rusia
74 % Ball Possession 26 %
25 Attempts 6
9 On-Target 1
6 Off-Target 3
10 Blocked 2
5 Fouls Committed 19
1 Yellow Cards 2
0 Second Yellow Card eading to Red Card 0
0 Red Cards 0
6 Corners 5
1 Offsides 1
20 Free Kicks 6
0 Saves 9

> Data diolah dari website [FIFA]

Nah, merujuk pada statistik di atas, mustahil rasanya Diego Costa dkk tak bisa mencetak gol, meski rapatnya barisan pertahanan tuan rumah yang dikawal Sergei Ignashevich. Golovin dkk tak merasa keki bila disebut mereka bermain negatif dengan menerapkan strategi parkis bus di depan gawang Igor Akinfeev.

Nyatanya, memang laga ini minim gol. Skuat Spanyol yang merajalela di lini tengah mandek. Serangan mereka membentur tembok. Gol yang membawa mereka unggul lebih dulu karena faktor bunuh diri Ignashevich menit 12. Lalu, tim Beruang Merah membalas lewat titik putih. Sepakan penalti Artyom Dzyuba menit 41 berakhir hingga babak kedua usai. Dalam waktu normal, Spanyol yang begitu dominan tidak bisa mencetak gol.

Kata pelatih Manchester United, Jose Mourinho, untuk apa bermain sepakbola indah bila akhirnya kalah. Bagi sebagian orang beranggapan, pola pikir pira berpaspor Portugal itu sangat pragmatis. Namun, harus diingat permainan ini pada ujungnya menginginkan kemenangan bukan dinilai pada keindahan.

Spanyol sepertinya terpesona dengan pola tiki-taka yang membius dunia pada 2010 saat mereka menjadi juara dunia. Delapan tahun kemudian, taktik itu menjadi usang. Dan membuat banyak penggemar sepakbola menjadi runsing hati alias dongkol bin jengkel.

Bagi pendukung fanatik La Furia Roja tentu bisa menepuk dada. Karena bangga dengan pilar-pilar Spanyol yang sukses mengurung Beruang Merah Rusia di wilayah pertahanan sendiri.

Tapi bagi penonton yang ingin menikmati permainan sepakbola akan dibuat geram sepanjang 90 menit waktu normal plus 2 x 15 menit babak extra time. Alasannya sederhana, pertarungan tak seru, tak ketat serta tak terjadi jual beli serangan. Tak ada hujan gol seperti laiknya laga Prancis lawan Argentina.

Atau pertarungan sengit ala Uruguay lawan Portugal, meskia da tiga gol di laga itu. Tapi penonton puas pada sajian permainan kedua tim. Kendati skor akhir 2-1 untuk tim Amerika Latin, tapi penonton bisa tidur nyenyak, kecuali pendukung fanatik Portugal atau Argentina, yang susah move on.

Kembali ke laga Spanyol lawan Rusia. Sepanjang waktu normal dan waktu tambahan 2 x 30 menit serangan yang dirancang Iniesta dan kawan-kawan sangat monoton. Apalagi, tuan rumah memilih bertahan total. Sebab -- sepertinya -- mereka begitu optimis bila laga itu berujung penalti, maka Rusia akan kebabak lanjutan. Matador masuk "kandang" alias pulang kampung.

Optimisme itu diusung karena sang kiper Rusia yang juga kapten tim termasuk lihai di bawah mistar gawang. Dia bahkan pernah beberapa kali menggagalkan penalti lawan. Beda dengan David de Gea yang tidak pernah menggagalkan penati lawan. Akhirnya terbukti, Spanyol yang pulang kampung. Tuan rumah melanjutkan mimpinya ke tangga jaura Piala Dunia, berhubung main di halaman rumah sendiri.

Maka Igor Akinfeev menjadi permain terbaik dalam laga itu alias Man of the Match. Meski menjadi pahlawan, kiper CSKA Moscow"s ini tetap merendah.

Kemenangan Rusia lewat adu penalti melahirkan catatan lain yakni, dalam empat edisi Piala Dunia sebelumnya, tuan rumah selalu menang di fase gugur. Masing-masing dari empat kali terakhir tuan rumah Piala Dunia terlibat dalam adu penalti, di mana negara tuan rumah menang.
2014: Brasil vs Chile
2006: Jerman vs Argentina
2002: Republik Korea vs Spanyol
1998: Prancis vs Italia

Bagi pendukung Spanyol, jangan berkecil hati. Sebaliknya, pendukung tuan rumah pun jangan euforia dulu. Sebab laga ke depan makin berat. Makanya jangan ada "rusia" di antara kita.


Posted from my blog with SteemPress : http://www.pedagangkata.com/2018/07/01/ketika-sirkus-spanyol-bikin-runsing-hati/

Sort:  

Insyaallah kali nyoe meu hasee bang. Sama-sama tapreh seutimpreh. Hehe...

kali nyoe ka lon coba hana edit di bodytext, tapi lon tamah mantong bak tag, nyoe hana cit, ka keu payah ta menghadap ketua, hehehe

Sang hana dikap le steempress bang, payah dirukiyah dilei le @howo

Nyan, keuh nyoe ka rapa gantong laptop gara-gara nyan, heheh

Hana lon tupu komen, karena bhah sipak bhan hana that meuphom di ulon tuan. Tapi Rusia memang hayeu, dimaen bola untuk meunang, kon untuk indah. Keupu adak indah that, yang dibileung tetap skor.

hahaha, terima kasih sudah bergabung, maaf telat merespon, memang harus jih meunan, karena yang ditentukan kemudian na keuh skor akhir,