"Jika kalian tidak lagi mendengar riang tawa dan gelak bahagia anak-anak di masjid-masjid. Waspadalah. Saat itu kalian dalam bahaya." (Muhammad Al-Fatih, Penakluk Konstantinopel).
Dalam sejarah peradaban Islam, masjid memiliki peran yang sangat besar bagi perkembangan peradaban umat, terlebih terhadap regenerasi ulama. Saat itu masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah saja. Tetapi masjid juga sekolah tempat dipelajarinya berbagai ilmu seperti membaca, menulis, Alquran, fiqih, syariat, dan ilmu-ilmu lainnya. Kutab,- model awal dari sekolah yang kita kenal saat ini-adalah suatu bangunan yang ada dipinggir masjid yang dikhususkan untuk pembelajaran Agama, membaca, dan menulis.
Maka tidak berlebihan jika ada ungkapan “Dari masjid kejayaan bermula” berawal dari kedekatan dan kecintaan anak-anak sebagai generasi Islam terhadap Masjid, sehingga mereka nyaman dan merasa lingkungan Masjid adalah lingkungan yang baik dan indah bagi mereka.
Mengajak anak kecil yang mumayyiz (sudah mampu membedakan baik dan buruk) ke masjid adalah hal yang disunahkan oleh syariat. Membiasakan mereka dengan shalat dan menumbuhkan kecintaan mereka terhadap suasana keimanan, yang merupakan tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk beribadah kepada Allah SWT. Agar kelak bisa membentuk karakter mereka yang mencintai masjid sebagai lingkungan yang nyaman bagi mereka.
Sementara mengajak anak kecil yang telah diyakini akan selalu mengganggu orang shalat meski ditegur, ini termasuk yang dihukumi makruh oleh syariat. Hal itu demi menjaga ketenangan masjid sebagaimana dianjurkan oleh syariat. Karena khusuk merupakan hal yang sangat ditekankan dalam shalat maupun khutbah. Juga demi menjaga kebersihan dan keselamatan barang-barang di dalam masjid.
Namun yang terjadi seringkali masjid menjadi tempat yang sangat tidak nyaman bagi anak-anak, mereka datang dan bermain-main di sana, kita marahi, kita bentak-bentak, bahkan kita usir, dengan alasan bikin ribut dan mengganggu orang shalat.
Lantas saat anak-anak tersebut beranjak remaja, masjid bagi mereka tidak lagi terlihat menarik. Mereka lebih suka nongkrong di Keude Kupi, mall, Café, Playstation, di trotoar, dijalanan bahkan tempat-tempat dugem, mereka tak pernah lagi mau mampir ke masjid.
Kita yang menjadi pengurus dan jamaah masjid pun semakin tua. Usia kita sudah di atas lima puluh tahun. Tak ada lagi kaum muda yang mau mampir ke masjid. Kita hendak mengajak anak muda untuk ikut mengelola masjid, namun susahnya bukan main. Kita gelisah, khawatir jika tak ada lagi generasi yang mencintai Masjid. Sebagai bukti ketika tim remaja Masjid ingin merekrut siswa-siswa atau Mahasiswa sebagai remaja masjid yang baru, terkadang sangat memilukan diantara seribu hanya sepuluh yang memiliki minat untuk menjadi remaja masjid. Kenapa mereka risih terhadap masjid?
Padahal, anak-anak tersebut adalah generasi penerus kita. Mereka memang nakal, suka bikin ribut di masjid, bermain-main dan bersorak-sorak ketika orang dewasa sedang khusuk shalat beribadah menghadap-Nya. Kita merasa terganggu, merasa tak bisa khusuk beribadah gara-gara mereka. Kita jengkel terhadap anak-anak yang tak bisa diatur.
Coba kita lihat Sikap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam dalam berinteraksi dengan anak-anak di masjid saat shalat. Perlakuan Rasulullah ini sangat berbeda jauh dengan kenyataan yang dilakukan oleh sebahagian oknum Muslim terhadap anak-anak yang suka bermain di masjid.
Berikut beberapa kasus penanganan yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pada anak-anak di masjid.
Pertama, adalah Sahabat Nabi yang bernama Syaddad ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah datang – ke masjid- mau shalat Isya atau Zuhur atau Asar sambil membawa -salah satu cucunya- Hasan atau Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami shalat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memukai shalat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai shalat, orang-orang sibuk bertanya, “wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu”. Rasulullah menjawab, “tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya.” (HR: Nasa’i dan Hakim)
Kedua, Abdullah Bin Buraidah meriwayatkan dari ayahandanya: Rasulullah sedang berkhutbah -di mimbar masjid- lalu -kedua cucunya- Hasan dan Husein datang -bermain-main ke masjid- dengan menggunakan kemeja kembar merah dan berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun- karena memang masih bayi-, lalu Rasulullah turun dari mimbar masjid dan mengambil kedua cucunya itu dan membawanya naik ke mimbar kembali, lalu Rasulullah berkata, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah, kalau sudah melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa sabar.” Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya. (HR: Abu Daud)
Ketiga, dalam Hadis lain diceritakan, bahwa Rasulullah shalat, dan bila beliau sujud maka Hasan dan Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lalu, jika ada sahabat-sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya, dan apabila setelah selesai shalat rasulullah memangku kedua cucunya itu. (HR: Ibnu Khuzaimah)
Keempat, Abu Qatadah ra mengatakan: “Saya melihat Rasulullah saw memikul cucu perempuannya yang bernama Umamah putrinya Zainab di pundaknya, apabila beliau shalat maka pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah.” (HR. Bukhari & Muslim)
Kelima, pada Riwayat Lain Dari Abu Qatadah, mengatakan “……… pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah. Dan Rasulullah terus melakukan hal itu pada setiap rakaatnya sampai beliu selesai shalat.” (HR:Nasa’i)
Keenam, dalam hadis yang lain Rasulullah berkata, “Kalau sedang shalat, terkadang saya ingin shalatnya agak panjangan, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil -yang dibawa ibunya ke masjid- maka sayapun menyingkat shalat saya, karena saya tau betapa ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu.” (HR: Bukhari Dan Muslim)
Ketujuh, Anas meriwayatkan, “Pernah Rasulullah shalat, lalu beliau mendengar tangis bayi yang dibawa serta ibunya shalat ke masjid, maka Rasulullah pun mempersingkat shalatnya dengan hanya membaca surat ringan atau surat pendek. (HR: Muslim)
Kedelapan, pada hadis lain diriwayatkan bahwa Nabi memendekkan bacaannya pada saat shalat Subuh (dimana biasanya selalu panjang), lalu sahabat bertanya: “Ya Raslullah kenapa shalatnya singkat, enggak biasanya? Rasulullah menjawab, “saya mendengar suara tangis bayi, saya kira ibunya ikutan shalat bersama kita, saya kasihan dengan ibunya.” (HR: Ahmad)
Sembilan, Sahabat Nabi Yang Bernama Rabi’ menceritakan bahwa pada suatu pagi hari Asyura Rasululah mengirim pesan ke kampung-kampung sekitar kota Madinah, yang bunyinya “Barang siapa yang sudah memulai puasa dari pagi tadi maka silahkan untuk menyelesaikan puasanya, dan bagi yang tidak puasa juga silahkan terus berbuka”. Sejak saat itu kami senantiasa terus berpuasa pada hari Asyura, begitu juga anak-anak kecil kami banyak yang ikutan berpuasa dengan kehendak Allah, dan kami pun ke masjid bersama anak-anak. Di masjid kami menyiapkan mainan khusus buat anak-anak yang terbuat dari wool. Kalau ada dari anak-anak itu yang tidak kuat berpuasa dan menangis minta makan maka kamipun memberi makanan bukaan untuknya”. (HR. Muslim)
Demikianlah betapa Rasulullah dan para Sahabat memanjakan anak-anak di masjid meski lumayan seru karena yang namanya anak-anak pasti akan menimbulkan berbagai gangguan keributan dan tangisan yang menyebabkan shalat atau ibadah jadi terganggu.
Islam sangat peduli dengan anak-anak, dan memerintahkan para ayah dan orang tua kerabat yang bertanggungjawab pada anak-anak untuk menyuruh anak-anaknya shalat sejak umur 7 tahun. Dan tempat yang benar dalam mengajarkan anak-anak shalat dan membaca Al-Quran dan hukum-hukum tajwid dan materi-materi keislaman lainnya, adalah Masjid.
Seperti itu petunjuk dan pedoman yang diajarkan Rasulullah pada ummatnya terkait interaksi kita kepada anak-anak di masjid. Sehingga siapapun tidak boleh mengusir anak-anak dari masjid, sebab mereka adalah pemuda-pemuda harapan masa depan.
Allah memerintahkan kita agar meneladani Rasulullah pada segala hal, baik terkait urusan dunia maupun akhirat, sehingga sudah selayaknyalah kita mengikuti dan meladani Rasulullah dalam membiasakan anak-anak kita untuk mendatangi masjid dan bermain di masjid, serta tidak membiarkan mereka ngumpul-ngumpul tidak jelas di ujung gang atau jalan yang hanya akan menyebabkan akhlak mereka menjadi buruk karena pengaruh lingkungan dan teman-teman mereka yang tidak sehat.
Dan yang perlu diingat dan dicatat dan diamalkan adalah sikap lemah lembut dalam menyelesaikan masalah anak-anak di masjid. Rasulullah pernah bersabda, “Segalanya sesuatu yang dibarengi dengan kelembutan niscaya akan membuatnya menjadi lebih cantik dan indah. Jika kelembutan terenggut, segalannya akan menjadi rusak dan jelek.” (HR: Muslim)
Rasulullah adalah teladan terbaik bagi kita. Pernah terjadi seorang Arab Badui masuk ke dapam Masjid Nabawi, lalu Si Badui buang air kecil di dalam masjid itu. Melihat si badui pipis di masjid maka para sahabat nabi marah. Menanggapi hal ini Nabi pun menyelesaikannya dengan bijak dan lembut dan berkata, “Biarkanlah badui itu, nanti jika pipisnya sudah selesai mohon cuci dan siram kencingnya itu dengan air. Kalian -umat islam- ini diutus bukan untuk bikin repot, melainkan untuk mempermudah.” (HR: Bukhari & Muslim)
Islam melarang mengusir anak-anak keluar masjid. Islam justru mewajibkan umatnya membiasakan anak-anak datang ke masjid untuk belajar shalat, belajar membaca Al-Quran, belajar tajwid dan belajar hukum syariat sehingga mereka merasa nyaman dalam rumah Allah, bukan nyaman di tempat-tempat keramaian yang kurang bermanfaat. Wallahu aklam bisshawab.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-keluarga/read/2016/03/22/91553/jangan-usir-anak-anak-kita-dari-masjid.html
Congratulations @momtazalfasy! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :
You made your First Comment
Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP